Senin, 20 Agustus 2012

Ternyata 80% Ulama Arab Saudi Mendukung Dakwah Jamaah Tabligh

Sebagian asatidz (guru-guru) di Madinah memang ulama2 salafy (notabene bermadzhab Hambali), jadi tidak betul kalau salafy itu tidak bermadzhab. Memang kalau dari ustadz2 salafy lokal di Indonesia kebanyakan mengaku tidak bermadzhab, padahal ulama2 Salafy di Saudi berpegang pada madzhab Hambali.

Begitupun berkaitan dengan taqlid, kebanyakan saudara2 kita salafiyyin mengaku tidak taqlid, toh pada kenyataannya lebih suka mengambil pendapat ‘alim ulama salafy dalam menyimpulkan atau memberikan keputusan/fatwa yang tentu saja berlandaskan AlQuran dan Sunnah, dimana tetap saja harus taqlid pada ‘alim ulama tersebut.

Di masjid Nabawi sendiri (ma’had), rekan2 Salafiyyin juga masih terkotak-kotak, walaupun belajar pada ulama yang sama, ada yang disebut salafy yamani, salafy tablighi, dan lain-lain.

Alhamdulillaah, saudara2 kita pekerja da’wah hampir semuanya belajar massa’il pada ulama2 salafy tersebut bertujuan untuk mengambil ilmu dan ikram pada ulama2 tersebut, walaupun ada beberapa yang belum senang terhadap “jamaah tabligh”.

Bahkan ulama salafy tersebut semakin hari semakin heran, kok majelis ilmunya lebih banyak didatangi orang2 tabligh ini.

(biasanya kan terkenal tidak berilmu, jahil, menjauhi ulama dan lain-lain).
Bahkan tidak sedikit santri “tabligh” yang berprestasi ketika belajar pada ulama tersebut, mendapat rata-rata nilai 100 pada setiap ujiannya.

Santri ini akhirnya sangat dikagumi oleh ulama salafy tersebut, bahkan dipuji-puji di depan majelisnya.

Alhamdulillah, di Arab Saudi sendiri, sudah hampir 80% ulama yang mendukung terhadap usaha da’wah dan tabligh ini, beberapa ulama yang belum mendukung disebabkan masih salah pengertian thd usaha da’wah ini, sering memperoleh informasi yang tidak sesuai dari orang2 awam di sekitarnya, seperti : orang tabligh itu menyembah kubur, aqidah sesat, dan lain-lain.

Bahkan beberapa santri salafy lain diajak ke markaz da’wah di Madinah, dilibatkan dalam musyawarah harian, diajak silaturrahim, mereka semangat sekali. (Mereka tidak tahu kalau itu adalah markaz da’wah, jika tahu mungkin tidak mau masuk atau hadir.)

Catatan bahwa jika salafiyyin bertemu dengan pekerja da’wah di Madinah, mereka langsung kabur, tidak mau mendekat, senyum saja tidak mau, apalagi berdiskusi.

Namun Alhamdulillah, dengan tidak membawa bendera “Jamaah Tabligh”, mereka langsung dilibatkan dalam usaha da’wah, mereka sangat senang sekali.

Salah satu santri pentolan salafy dari Jogja berkata, “Di Jogja, markaz tabligh terletak di depan pesantren tempat saya berada, dan saya termasuk orang yang paling menentang tabligh, tapi sekarang kok saya jadi ikutan da’wah & tabligh!”

Bahkan ‘alim ulama rujukan salfiyyin seperti Syeikh Utsaimin rahimahullaah, Syeikh Abu Bakar Al Jazairi pun mendukung santri2 dan masyarakat umum untuk menyertai jama’ah ini, bukan untuk menjauhinya. Di televisi2 Saudi pun sudah ramai dikabarkan.

Namun sayang, di Indonesia ini, apalagi di Internet, beberapa orang saudara kita salafiyyin masih belum Allah beri kefahaman, sehingga sampai saat ini masih mengambil pendapat2 lama yang tidak berkenan terhadap usaha da’wah & tabligh.

That’s All.
Wassalamu’alaikum.

Jamaah Tabligh Gerakan Sesat ?

Oleh  A. Fatih syuhud
Ditulis untuk Buletin Al-Khoirot
Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang

Apakah Jamaah Tabligh (JT) itu gerakan sesat? Pertanyaan ini diajukan oleh salah seorang alumni PP Al-Khoirot sekitar dua bulan lalu melalui SMS.[1]

Pertanyaan tersebut wajar diajukan karena Jamaah Tabligh merupakan gerakan da’wah yang lahir dan berkembang di luar Indonesia, tepatnya di India.  Sehingga tidak banyak santri dan kyai Indonesia yang memahami gerakan da’wah JT saat gerakan ini mulai masuk ke Indonesia.  Apalagi ada pendapat beberapa  ulama Arab Saudi yang menganggap JT sebagai gerakan sesat, bid’ah dan bahkan syirik. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, misalnya, berfatwa demikian:

“Adapun jama’ah (firqah) tabligh yang terkenal dari India itu, di dalamnya terdapat khurafat-khurafat, bid’ah-bid’ah dan kesyirikan-kesyirikan. Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka. Kecuali kalau ada ulama yang ikut bersama mereka untuk mengajari mereka dan menyadarkan mereka, maka ini tidak mengapa. Tapi kalau untuk mendukung mereka, maka tidak boleh, karena mereka memiliki khurafat dan bid’ah. Dan orang alim yang keluar bersama mereka hendaknya menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada jalan yang benar.” [2]

Shaleh Fauzan al Fauzan[3]  memiliki pendapat yang hampir serupa dengan mengatakan bahwa “Jamaah Tabligh adalah kelompok bid’ah shufiyyah, maka tidak boleh berjalan dan bermajelis dengan mereka.”[4]

Muhammad Nashiruddin Al Albani[5] saat ditanya soal Jamaah Tabligh menjawab, “Yang saya yakini bahwa da’wah tabligh adalah: sufi gaya baru. Da’wah ini tidak berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khuruj yang mereka lakukan dan yang mereka batasi dengan tiga hari dan empat puluh hari, serta mereka berusaha menguatkannya dengan berbagai nas, sebenarnya tidak memiliki hubungan dengan nash secara mutlak.” [6]

Pendapat seputar Jamaah Tabligh

Para pengikut dan simpatisan JT tentu tidak perlu khawatir dengan opini para ulama di atas dan banyak fatwa ulama lain yang serupa. Karena, pendapat yang menganggap gerakan JT sesat didominasi oleh ulama Arab Saudi yang dikenal ekstrim dan kurang toleran dalam menilai kelompok lain. Sebagaimana diketahui ulama yang memiliki jabatan profesi di kerajaan maupun universitas Arab Saudi umumnya adalah mereka yang berfaham Wahabi atau Salafi.  Sebuah faham yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Kelompok yang mengklaim paling murni menjalankan ajaran Islam ini dikenal sering menghakimi kelompok lain dalam Islam sebagai bid’dah dan syirik.
Untungnya, Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakat yang awal berdirinya terinspirasi Wahabi tidak bertaklid pada opini ulama Wahabi dalam menilai JT. Dalam salah satu fatwanya, Majlis Tarjih Muhammadiyah menyatakan:

“Kelompok Jama‘ah Tabligh … itu belum dapat dikategorikan golongan yang sesat, kecuali jika ada hal-hal lain yang mereka lakukan yang berlawanan dengan rukun Islam dan rukun Iman, yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.”[7]

Yusuf Qardhawi termasuk di antara ulama kontemporer yang tidak menganggap JT sebagai gerakan sesat. Lebih dari itu, ia menganggap Maulana Muhammad Ilyas, pendiri JT, sebagai seorang da’i dan mujaddid (pembaharu) besar. Dan bahwasanya Maulana Ilyas termasuk di antara juru dakwah hebat yang pernah dikenal dunia Islam.[8]

Wahbah Az Zuhayli, pakar fiqh asal Suriah, sangat mengapresiasi gerakan ini. Penulis kitab Mawsu’ah al Fiqh al Islamy wal Qadhaya al Muashirah (14 jilid) ini bahkan sangat memuji JT. Dalam salah satu fatwanya ia mengatakan bahwa “anggota Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang sangat baik, salih, dan zuhud dan banyak berkorban untuk menyebarkan akidah Islam. ”[9] Az Zuhayli bahkan menganggap sangat tidak pantas mempertanyakan status sesat atau tidak sesatnya JT. Bagi Az Zuhayli, orang yang mempertanyakan niat baik JT adalah orang yang dengki.[10] Berikut pertanyaan seputar JT dan jawaban lengkap dari Az Zuhayli:[11]

            مارأيكم في جماعة الدعوة والتبليغ؟
جماعة الدعوة والتبليغ هم الآن أمة التبليغ القائمة بفرض الكفاية‏،‏ وإن كان منهجهم على الطريقة الهندية وهي عرض الإسلام من جانب سلمي‏،‏ وربما يكون هذا مناسباً في مبدأ الأمر ليدخل الناس في دين الله ثم تكتمل ثقافتهم ومعرفتهم ببقية أحكام الإسلام. فهم إذن يستنون بسنة وسيرة النبي صلى الله عليه وسلم في التفرقة بين المرحلة الملكية والمرحلة المدنية
وعلى أية حال‏:‏ إن هجوم بعض الناس عليهم لا مسوغ له‏،‏ فهذا منهج أفضل من منهج المهاجمين الذين يتشددون في عرض الإسلام.
وهؤلاء الدعاة في غاية الصلاح والتقوى والزهد والتضحية من أجل نشر العقيدة‏،‏ فلماذا نسأل عنهم؟‏!‏ إلا لعرقلة مسيرة الدعوة والتبليغ‏،‏ وحسداً من الآخرين الذين يكفرون كما يكفرون أغلب المسلمين غيرهم.

Dalam dua paragraf terakhir (yang saya beri teks tebal), Az Zuhayli sedikit menyindir kelompok yang menyerang JT –yakni kalangan ulama Wahabi—dengan mengatakan bahwa JT jauh lebih baik dari pengeritiknya yang suka mengkafirkan orang lain selain kelompok mereka sendiri.

Kritik terhadap Jamaah Tabligh

Jadi jelas, bahwa JT bukanlah gerakan sesat. Di mata para ulama terkemuka dunia, mereka justru sebuah gerakan yang membawa berkah bagi umat Islam. Namun demikian, bukan berarti tidak ada kritik yang dialamatkan pada gerakan ini.  Beberapa kritik untuk sebagian (besar) anggota JT antara lain:
  • Kurang ilmu.  Kritik ini muncul dari Habib Mundzir Al Musawa seorang ulama Jakarta. Ia mengatakan bahwa JT hendaknya memprioritaskan mencari ilmu terlebih dahulu sebelum berdakwah atau berdakwah tanpa lupa mencari ilmu. Agar tidak terjadi fanatisme aliran dan tidak ngawur. Terutama saat mereka ditanya perihal agama pada saat menjalankan dakwahnya. Ia mengakui bahwa tidak semua anggota JT orang bodoh di bidang agama.
  • Komitmen pada hadits shahih perlu mendapat penekanan,
  • Metode khuruj dengan hitung-hitungan tertentu juga masih perlu didiskusikan.
  • Jika seseorang mau khuruj empat bulan dengan meninggalkan keluarganya maka yang harus diperhatikan adalah apakah sudah menyediakan nafkah untuk keluarganya selama mereka ditinggalkan. Khuruj begitu saja tanpa memperhatikan nafkah merupakan tindakan yang kurang bijak. Bertawakkal kepada Allah bukan berarti mengesampingkan usaha yang benar.
  • Hantam kromo. Dari semangatnya berdakwah sampai lupa etika berkomunikasi. Saat bersilaturrahmi pada ulama disamakan dengan cara ketika berbicara dengan orang yang buta huruf. Semua dalil yang dihafalnya keluar begitu saja tanpa rem. Padahal untuk mengambil hati orang pintar di bidang agama, cara terbaik adalah dengan bertanya, meminta saran dan petunjuk. Bukan menasihati. Bayangkan apabila anak TK memberi kuliah ilmu hitung pada seorang dosen matematika.
  • Fanatisme golongan. Tidak sedikit anggota JT yang secara eksplisit mengatakan bahwa orang yang di luar JT adalah “orang-orang yang belum mendapat hidayah.” Kata-kata ini jelas tidak benar, bodoh dan tidak taktis. Dan itu semakin memperkuat stereotipe yang menganggap bahwa JT kumpulan orang-orang yang “tidak pintar.”
  • India minded. Personil JT Indonesia terlalu dipengaruhi gaya berpakaian ala India. Itu bisa dilihat dari kesukaan memakai kurta (baju putih semi jubah), pakai sandal jepit dan kurang rapi.
Kesimpulan

Jamaah Tabligh adalah gerakan dakwah yang didirikan oleh seorang ulama India bernama Maulana Muhammad Ilyas pada 1920. Gerakan ini bertujuan untuk “mengislamkan orang Islam” yang kurang komitmen terhadap ajaran agamanya. JT bukanlah gerakan sesat. Ia juga bukan kelompok ekstrim yang mudah mengkafirkan orang lain. Walaupun fanatisme golongan terkadang muncul. Dengan sistem perekrutan yang terbuka dan seperti MLM (multi level marketing) di mana setiap anggota “diwajibkan” untuk mendapat anggota baru, maka gerakan ini tumbuh dengan pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Yang suka dan merasa cocok dengan metode dakwah JT dipersilahkan bergabung menjadi bagian da’i global. Yang tidak suka atau kurang cocok, tidak perlu ikut. Juga tidak perlu mencaci. Apalagi mengafirkan mereka.  Terlepas dari segala kekurangan para personil JT, mereka jelas telah berbuat sesuatu untuk Islam. Yang belum tentu dilakukan oleh para pengeritiknya. JT adalah bagian dari keindahan Islam yang yang membolehkan munculnya berbagai macam kelompok tapi tetap berpayung dalam satu akidah Islam.

Pada saat yang sama, JT juga hendaknya bermawas diri dan membuka kuping lebar-lebar terhadap kritik. Karena kritik tidak muncul dari ruang hampa.[]

[1] Saya memang membuka konsultasi agama melalui SMS dan internet (email, website, facebook, twitter) kepada siapa saja yang memiliki persoalan yang belum terjawab.
[2] Dari kaset Al Qaulul Balig Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (1909 – 1999) adalah Mufti Agung Arab Saudi.
[3] Salah seorang mufti resmi Kerajaan Arab Saudi  anggota Lajnah Daimah lil buhuts wal ifta’ Arab Saudi.
[4] Shaleh Fauzan Al Fauzan, Al Ijabatu al-Muhimmah fil Masyakil al-Malammah, hal. 145.
[5] Muhammad Nashiruddin Al Albani adalah seorang ahli hadits universitas Islam Madinah.
[6] Dari kaset Al Qaulul Baligh fir Radd ‘ala Firqatit Tabligh.
[7] tarjihmuhammadiyah.blogspot.com 10 Oktober 2011
[8] Yusuf Qardhawi, Asy-Syaikh Abul Hasan An Nadwi Kama Aroftuhu (اشيخ أبو الحسن الندوي كما عرفته)
[9] وهؤلاء الدعاة في غاية الصلاح والتقوى والزهد والتضحية من أجل نشر العقيدة Lihat fatawa di zuhayli.com
[10] لماذا نسأل عنهم؟‏!‏ إلا لعرقلة مسيرة الدعوة والتبليغ‏،‏ وحسداً من الآخرين
[11] ibid

Mau Tangkap Teroris, Kerja samalah dengan Jamaah Tabligh !

05 Maret 2005 sebuah bom meledak di depan British International School di area City Center Doha Qatar. Seperti biasa, polisi bergerak cepat mengidentifikasi pelaku. Hasilnya, siapa pelaku dan gerombolannya akhirnya tertangkap.

Tentu ada yang berbeda dalam penanganan teroris di Qatar dan Indonesia. Kalau Polisi Qatar mengekor Polisi Indonesia dalam mengidentifikasi seperti apa “teroris”, tentu akan sangat kesulitan. Separuh penduduk Qatar, sehari-hari selalu bersorban dan tentunya berjanggut panjang. Para Wanitanya juga banyak yang bercadar. Lha apa semua harus dicurigai seperti statemen Pangdam Diponegoro.

Polisi Indonesia bukanlah semacam keledai yang selalu jatuh dilubang yang sama. Setiap ada kejadian bom, steoreotip yang kemudian muncul adalah, bahwa teroris itu bersorban, berjanggut dan berjubah. Stereotip semacam itu saya yakin bukan dari aparat kepolisian, tapi lebih dari media terutama televisi. :twisted:

Saya yakin, Pangdam Diponegoro pasti tidak hadir dan tidak melihat siaran berita televise ketika Kapolri Bambang Hendarso Danuri menunjukkan foto-foto para pelaku teror. Adakah diantara foto-foto yang dipaparkan Kapolri menunjukkan seorang yang bersurban, berjanggut bahkan berjubah. Ketika Imam Samudra, Ali Muklas dan Amrozi ditangkap dulu, adakah diantara mereka yang bersurban dan berjubah?.



Bukankah ketika ditangkap Imam Samudra sangat macho dengan kaos CONVERSE. Wah seharusnya orang berkaos CONVERSE-lah yang kudu diwaspadai. Iya to? :mrgreen:

Kembali ke Qatar
Pasca bom di City Center, Qatar sangat cerdik dalam memerangi teroris. Dan hasilnya, adalah tidak terulangnya lagi bom-bom meledak di Qatar. Padahal Qatar adalah target utama para militan di Bumi Arab, karena di Qatar lah pusat komando dan pangkalan militer Amerika dan terbesar di timur tengah.

Kerajaan Qatar tidak menjadikan Islam dan atributnya sebagai musuh, tapi justru menjadikannya sebagai kawan dalam memerangi kaum radikalis. Salah seorang pencetus kebijakan ini adalah Pangeran Fahd bin Hamad Al-Thani.

Beliau berhasil meyakinkan keluarga kerajaan, bahwa jamaah ini tidak akan mencampuri urusan politik. Dimana beliau memberi contoh pada praktik di India, Pakistan dan Bangladesh, dimana jamaah tabligh tak pernah sekalipun terlibat dalam politik praktis.

Pangeran Fahd sendiri adalah seorang simpatisan dan aktivis jamaah tabligh dan pernah berdakwah selama 40 hari di Papua.



Meskipun tidak memiliki nama resmi, symbol dan cirri-ciri sebagaimana lazimnya organisasi. Tapi sistem didalam jamaah tabligh sangat solid, efisien, dinamis dan accountable.

Saya yakin, tidak ada satu pun lembaga atau bahkan organisasi di tanah Jawa yang mengetahui dengan pasti jumlah masjid di Pulau Jawa. Tapi Jamaah Tabligh, mereka tidak hanya tahu berapa jumlahnya, tapi bahkan mendata dengan detil berapa jumlah orang yang sholat dan tidak sholat disekitar masjid. Mana yang pro dan kontra. Pokoknya data mengenai bagaimana kondisi dan situasi umat Islam setempat komplit sekomplitnya.

Kerajaan Qatar dengan cerdik memanfaatkan ketelitian Jamaah Tabligh ini. Selain untuk mematai-matai pergerakan faham Islam Teroris, juga untuk mempersempit ruang gerak mereka. Karenanya di Qatar ada sebuah nasehat umum “Ikut jamaah tabligh atau diam!”, karena mencerca jamaah tabligh berarti mencerca Kerajaan.

Orang-orang jamaah tabligh ini emang “kurang ajar”, jika mereka bergerak disuatu kampung, dan melihat ada orang yang potensial, mencurigakan, menentang bahkan orang asing, maka selama 2 atau 3 hari berturut-turut akan selalu “dikejar” oleh jamaah tabligh.

Lalu di malam hari mereka akan menyebut nama orang tersebut dalam do’a sholat tahajjud selama 3hari 3malam dengan tangisan yang menyayat hati.

Maka jangan heran, bila ada preman bisa berubah 100 derajat padahal hidup mereka sebagai jamaah tabligh juga masih sama saja secara ekonomi. Bukan karena doktrin, tapi doa yang dibumbui dengan keikhlasan. Dan bukan hanya seorang, tapi bisa belasan orang.

Percayalah, para kaum teroris itu tidak akan bisa jauh dari masjid. Terbukti, Dani sang bomber terbaru, direkrut oleh Saefuddin Jaelani di Masjid. Di Indonesia, memang tidak semua masjid mau menerima jamaah tabligh, tapi setidaknya itu tidak menghalangi kepolisian Indonesia untuk meniru kepolisian Qatar dalam mempersempit ruang gerak teroris.

Hasil kebijakan kerajaan Qatar bisa dilihat, tak ada lagi bom meledak di Qatar. Padahal arus imigran ke Qatar semakin deras, banyak diantara mereka yang berasal dari Pakistan, Afghanistan dan Mesir yang terkenal radikal.

Ditambah lagi kebijakan kerajaan juga semakin sekuler, terbukti dengan berdirinya Gereja Katolik Terbesar di Timur Tengah yang diresmikan pada tahun 2007. Ditambah lagi laju inflasi yang mencapai rata-rata 13% perbulan, sedangkan gaji dari perusahaan meskipun kelihatan banyak di negeri asal, tapi sangat tidak mencukupi untuk hidup di Qatar yang sangat mahal.
Tapi semua aktifitas para radikalis tersebut, selalu terekam oleh gerak jamaah tabligh, baik yang baru datang yang lama bermukim atau bahkan yang sering berpindah-pindah rumah pun terekam.
Melawan teroris dengan senjata hanya akan semakin menebalkan keyakinan mereka. Sedangkan berharap agar mereka berpindah faham ke yang lebih moderat lewat ceramah para da’i-da’i panggung juga percuma. Bagi mereka, dai – dai di televisi tak ubahnya badut…. oohh jamaah :mrgreen:
Maka jalan yang terbaik adalah, biarkan mereka tetap dalam ke-fundamentalisme-nya dan dalam jihadnya. Tapi jihad yang berbeda, yaitu Jihad Tabligh: Jihad tentang memikirkan Islam, menyampaikan Islam, menyebarkan Islam dan menghidupkan Islam. Bukan jihad perang atau jihad balas dendam atau jihad membela Tuhan sebagaimana faham teroris.

Ada hikmah menarik ketika Gus Dur duduk satu meja dengan Gus Ron salah seorang syura jamaah tabligh Indonesia. Gus Dur berkata bahwa tidak mungkin Indonesia akan menang bila perang melawan Amerika. Dijawab oleh Gus Ron, “makanya kita kirim jamaah dan berdakwah disana, kita Islamkan Amerika bukan malah kita perangi”

Mantan Kapolda Jawa Timur, Anton Bahrul Alam, memiliki kebijakan yang hampir serupa dengan kerajaan Qatar. Sebulan setelah dilantik dia telah mengunjungi hampir seratus masjid. Alasan dia kepada public adalah sederhana. “Ingin polisi yang seperti bandit atau polisi yang seperti malaikat?”.

Saya yakin, disamping bermaksud untuk bersilaturrahmi, beliau juga pasti ingin menghidupkan masjid sebagai sel-sel penting untuk menciptakan keamanan. Baik dari kejahatan maupun dari teroris.

Polisi seharusnya mencermati adanya permusuhan antara Jamaah Teroris dengan Jamaah Tabligh. Hemat saya, Bom JW.Marriot dan Ritz Carlton (2009) tidak hanya ditujukan untuk mengacaukan Pilpres dan Kedatangan MU. Tapi disaat yang bersamaan, juga sedang berlangsung pertemuan akbar jamaah tabligh yang dihadiri hampir 300.000 manusia di Serpong, Jakarta.
Hasilnya, hanya kedatangan MU yang berhasil digagalkan. Sedang acara di Serpong tetap jalan terus selama tiga hari tiga malam.

Untuk Pangdam Diponegoro atau Kapolda Jawa Tengah, jika ingin menangkap banyak-banyak jamaah tabligh. Tinggal tunggu saja malam jum’at, datangi markaz tabligh yang ada di Magelang, Solo dan Semarang lalu ciduk semua, beres to.
Tapi, kalau ingin mempersempit ruang gerak teroris di Jawa Tengah, Kapolda sama Pangdam nggak usah malu-malu. Minta saja kepada setiap markaz tabligh untuk menggerakkan jamaah ke setiap mahalla (daerah terkecil dalam administrasi jamaah tabligh).



Intinya, tirulah Kapolda Jawa Timur (waktu itu), Anton Bahrul Alam. Yang Sukses menggerakkan masjid sebagai mata dan telinga aparat bukan malah memasang mata dan telinga aparat mengawasi masjid.

source : RODA2

Syahid Ketika Sedang Keluar 40 Hari Dakwah dan Tabligh

2 Agustus 2012/ 13 Ramadhan 1433H. Seorang rakan seusaha dari Semporna, saudara Isnani syahid di jalan Allah sewaktu sedang khuruj 40 hari fi Sabilillah menjalankan usaha dakwah dan tabligh. Wajah tenang ini tidak ramai yang mengenalinya. Seorang yang zuhud dari segi dunianya, saya yakin melihat kepada keadaan dirinya, komputer dan internet pun beliau tidak pandai apalagi Facebook dan Blog. Bukan juga beliau ini seorang yang ternama bahkan adalah beliau adalah di kalangan orang kebanyakan yang biasa. Namun akhir kehidupannya membuatkan beliau seorang yang luar biasa. Semalam saya bersama rakan-rakan seusaha dari Semporna turut membantu menguruskan jenazahnya. Sangat tenang wajahnya. Saya abadikan gambar dan kisahnya di sini, sebagai pengajaran dan pembakar semangat buat para da’ei yang merindui syahid di jalan Allah.

Namanya yang biasa kami panggil ialah Isnani, seorang pemuda yang periang dan mudah mesra dengan sesiapa sahaja. Beliau menetap di sebuah penempatan ladang kelapa sawit yang jauhnya kira-kira 40km dari pekan Semporna. Sewaktu hayatnya beliau sering beriktikaf di surau Kg Perigi Semporna. Surau yang biasa menjadi transit mana-mana jemaah yang dihantar ke Semporna. Salah satu surau yang hidup amal jemaah masjid di Semporna.

Sewaktu takaza persiapan Ijtimak Lahad Datu dibentangkan, beliau antara yang banyak menginfakkan masa dan tenaganya di medan ijtimak beberapa minggu sebelum menjelangnya ijtimak. Sikapnya yang mesra dengan sesiapa sahaja membuatkan beliau sangat disenangi. Saya juga senang dengan gurauannya yang banyak mengingatkan saya kepada kehidupan akhirat.

Bagi yang memberi masa untuk khidmat di ijtimak Lahad Datu tempoh hari mungkin sangat biasa dengan seraut wajah ini. Beliau memberi masa berminggu-minggu di medan ijtimak membantu kerja-kerja yang patut. Saya dan rakan-rakan seusaha dari Semporna waktu itu hanya mampu memberi masa hujung-hujung minggu sahaja untuk khidmat. Lazimnya kami datang Jumaat malam dan pulang pada Ahad malam. Pernah suatu malam hari Ahad sewaktu saya mahu balik ke Semporna dari khidmat di Lahad Datu itu, arwah mengiringi kami sampai ke kereta dan mengajak kami tambah masa untuk khidmat, tapi kami tak dapat nak tambah masa disebabkan banyak kekangan, semoga Allah ampunkan kami yang hanya mampu korbankan masa tersisa hujung minggu itu sahaja.

Masih terngiang-ngiang di telinga saya, sewaktu kami semua telah masuk ke dalam kereta dan bersiap hendak pulang ke Semporna, selepas injin dihidupkan, arwah yang berdiri di luar kereta telah bercakap sesuatu dalam bahasa Tausug/Suluk yang saya tidak fahami, tetapi saya mendengar satu Avanza rakan-rakan seusaha bertakbir “Allahu Akbar”. Saya tanya salah seorang dari jemaah Semporna yang di dalam kereta itu, “Apa yang dia cakap, saya tak berapa paham, apa maksudnya” Kawan saya pun menterjemahkan apa yang beliau cakapkan itu iaitu katanya: “Janganlah balik rumah tuan, rumah sebenar kita bukan di dunia, tapi rumah sebenar kita adalah adalah di syurga.” Allahu… Saya turut terkedu. Waktu tu kami hanya mampu tertunduk malu dan meneruskan perjalanan balik ke Semporna meninggalkan beliau yang menyambung khidmat di tapak ijtimak.

Selepas ijtimak beliau bersungguh-sungguh untuk keluar 40 hari pula. Dan jemaah beliau dihantar untuk jalankan usaha dakwah dan tabligh di kawasan penempatan-penempatan ladang kelapa sawit di Semporna yang jauh dari pekan, kawasan yang agak muhajadah dan bukan calang-calang jemaah sanggup jalankan usaha di kawasan ladang. Pernah di sebuah ladang, jemaah ini diusir oleh pengurusnya. Hendak dijadikan sebab, sewaktu awal-awal khuruj beliau masih sihat. Masa terus berjalan sehinggalah beberapa masjid dan surau yang terakhir ini, beliau sering sesak nafas. Orang Sabah bilang ‘ampus’. Pernah dikejarkan ke hospital kerana sesak nafas seminggu yang lalu sewaktu masih di Tagasan.

Route terakhir 40 hari, Surau Indani, Bugaya, pagi semalam (12 Ramadhan) lepas bayan subuh arwah duduk berselimut sambil berzikir seorang diri tatkala jemaah yang lain menyambung rehat mereka. Amir jemaah Hj Anwar menceritakan kepada kami beliau mendengar arwah berzikir dengan suara yang lemah dan sayu. Tidak beberapa lama kemudian tiba-tiba jemaah terjaga mendengar arwah menjerit menahan sakit di dada ‘Allahu Akbar!’ dalam keadaan sesak nafas.

Tanpa membuang masa arwah segera dikejarkan ke hospital Semporna akan tetapi sudah takdir Allah ingin memuliakannya di bulan yang penuh keberkatan ini. Lidah arwah sibuk dengan zikir sebelum menghembus nafasnya yang terakhir di pangkuan rakan jemaahnya Wafi dan Muhammad di dalam Van Hj Anwar sewaktu dalam perjalanan ke hospital. Mengenangkan arwah membuatkn saya menangis, inilah kematian yang amat dicemburui.

Dan hari ini, di bulan yang berkat ini, Allah telah menghantar Isnani untuk melawat rumahnya yang sebenar iaitu di syurga. Meninggalkan para da’ei dengan perasaan cemburu yang amat sangat. Ya Allah bagaimanakah pula pengakhiran kami nanti. Sama-sama kita tanamkan azam dan niat untuk keluar di jalan Allah 40 hari dan 4 bulan secepat mungkin insyaAllah.
Maksud firman Allah s.w.t:

“Dan jangan sekali-kali engkau menyangka orang-orang yang terbunuh (yang gugur syahid) pada jalan Allah itu mati, (mereka tidak mati) bahkan mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki;

(Dan juga) mereka bersukacita dengan kurniaan Allah (balasan mati Syahid) yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan mereka bergembira dengan berita baik mengenai (saudara-saudaranya) orang-orang (Islam yang sedang berjuang), yang masih tinggal di belakang, yang belum (mati dan belum) sampai kepada mereka, (iaitu) bahawa tidak ada kebimbangan (dari berlakunya kejadian yang tidak baik) terhadap mereka, dan mereka pula tidak akan berdukacita.

Mereka bergembira dengan balasan nikmat dari Allah dan limpah kurniaNya; dan (ingatlah), bahawa Allah tidak menghilangkan pahala orang-orang yang beriman. (Surah Ali ?Imran:169-171)

Muhammad Ishak Zaini
2 Ogos 2012
13 Ramadhan 1433H