Ramadhan bak jamuan istimewa yang
diperuntukkan Allah bagi hamba-hamba-Nya tanpa pandang bulu, baik bagi
mereka para pecinta kebaikan, atau bagi mereka para pecinta maksiat.
Para pecinta kebaikan menyambut jamuan Ramadhan untuk berlomba meraih
kecintaan Allah. Sementara para pecinta maksiat sudah selayaknya
menjadikannya sebagai perhentian terakhir dari petualangan dosa selama
ini, sekaligus momentum balik untuk bergabung bersama kafilah pecinta
kebaikan.
“Apabila malam pertama Ramadhan tiba,
syaitan-syaitan dan jin jahat dibelenggu. Pintu-pintu neraka ditutup,
tidak ada satupun yang terbuka. Pintu-pintu surga dibuka, tidak ada
satupun yang tertutup. Kemudian ada seorang penyeru yang berseru,
‘Wahai para pencari kebaikan, sambutlah! Wahai para pencari kejahatan,
berhentilah. Maka Allah membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu
berlangsung pada setiap malam Ramadhan.” [Hadits Hasan, at-Tirmidzi:
682]
Bagi mereka yang gagal mendulang
kemuliaan dari jamuan tersebut, sungguh tak ada kalimat yang bisa
menggambarkan betapa meruginya mereka. Karena memang, tidak semua dari
kedua golongan tersebut sukses meraih kemuliaan Ramadhan.
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِـهِ إلاَّ الْجُوْعِ وَالْعَطَشِ .
“Berapa banyak orang yang berpuasa,
tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu, kecuali rasa
lapar dan haus.” [Hadits Shahih, Ahmad: II/441 dan 373]
Jika demikian, menjadi penting bagi kita
untuk mengetahui apakah kita termasuk orang-orang yang sukses
mendulang rahmat dan maghfirah Allah di bulan Ramadhan. Setidaknya ada
beberapa indikasi pasca Ramadhan yang bisa Anda jadikan parameter ukur
dalam masalah ini.
(1) Menjadi Orang yang Ikhlas
Puasa Ramadhan menggembleng kita dalam
mengikhlaskan niat, dimana puasa Ramadhan hanya dilakukan untuk Allah
semata, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ:
الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ, قَالَ
اللهُ تَعَلَى: إلاَّ الصِّيَامُ فَإنَّهُ لِيْ وَأنَا أَجْزِيْ بِـهِ,
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ
“Setiap amal anak Adam akan dibalas
berlipat ganda. Satu kebaikan akan dibalas 10 kali lipat sampai 700
kali lipat. Allah berfirman: ‘Kecuali puasa. Puasa ini untuk diri-Ku
dan Aku akan membalasnya (dengan pahala tanpa batas). Dia meninggalkan
syahwat dan makanannya demi diri-Ku….” [Shahih Muslim: 1151]
Inilah esensi ajaran tauhid. Jika ibadah
Anda setelah Ramadhan tidak lagi bergantung pada tendensi selain-Nya,
seperti riya’ dan sum’ah yang tergolong syirik kecil (lebih-lebih
syirik besar), maka ini boleh jadi—Insya Allah—pertanda yang baik
diterimanya amal Ramadhan Anda.
(2) Semakin Ringan dan Nikmat Dalam Melakukan Amal Ketaatan
Puasa Ramadhan juga menempa seseorang
untuk meningkatkan kadar keikhlasan ibadahnya. Karena di dalam puasa,
hamba tidak dituntut sekedar menahan makan, minum dan syahwat semata,
tapi juga lisan dan hatinya dari ketidaksabaran atau dari amal yang
tidak bermanfaat.
وَإذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أحَدِكُمْ
فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإنْ سَبَّهُ أحَدٌ أوْ قَاتَلَهُ
فَلْيَقُلْ: إنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ
“…Jika pada suatu hari salah seorang
dari kalian sedang berpuasa, janganlah melakukan rafats (seperti
berbicara porno atau keji) dan tidak juga membuat kegaduhan. Jika ada
orang yang hendak mencaci atau menyerangnya, hendaklah ia (bersabar
dan) berkata: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa…” [Shahih
Bukhari:IV/88]
Dan ini sudah barang tentu membutuhkan
tingkat keikhlasan yang lebih. Karena dengan keikhlasan seadanya,
sangat sulit untuk mampu menghindar dari larangan-larangan semisal
dalam hadits di atas.
Ketika semakin tinggi keikhlasan seorang
hamba, semakin besar pula keridhaannya terhadap Allah. Semakin besar
keridhaan hamba kepada Allah, semakin ringan baginya dalam melaksanakan
ketaatan pada-Nya. Jika Anda merasakan hal tersebut di luar Ramadhan,
maka berbahagialah. Anda yang tadinya merasa terbelenggu ketika hendak
melangkah untuk beramal, Anda yang kemarin selalu tidur berselimut
futur (malas, jenuh dalam beramal), tiba-tiba menjadi orang yang
bangkit beramal shalih setelah Ramadhan, maka tersenyumlah dan ucapkan
Tahmid (Alhamdulillah), karena Anda telah meraih fadhilah Ramadhan.
Setelah merasa ringan dalam melakukan
amal ketaatan (terutama ibadah yang wajib), dan Anda telah istiqomah
dalam beribadah kepada-Nya, maka pada tahap berikutnya Anda akan
merasakan kenikmatan dalam beribadah. Jiwa dan raga Anda merasa butuh
untuk beribadah. Hati akan terasa hampa dan merugi ketika luput dari
satu bentuk ibadah, sekalipun tanpa disengaja.
(3) Semakin Jauh dari Maksiat
Ini karena puasa adalah tameng yang membentengi hamba dari perbuatan maksiat. Sebagaimana hadits Rasulullah r:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ السْتَطَاعَ
مِنْكُمُ الْبَاءَةُ فَالْيَتَزَوَّجْ فَإنَّهُ أغَضُّ لِلْبَصَرِ
وَأحْسَنُ لِلْفَرْجِ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ
فَإنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian anak muda, barangsiapa
di antara kalian telah mampu, maka hendaklah ia menikah, karena menikah
itu lebih menundukkan pandangan dan lebih tangguh memelihara kemaluan.
Barangsiapa belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa karena puasa bisa
menjadi perisai baginya (dari kemaksiatan).” [Shahih Bukhari: IV/106
dan Shahih Muslim: 1400 dari sahabat Ibnu Mas’ud]
Maka jika keadaan Anda lebih jauh dari
maksiat jika dibandingkan dengan kondisi Anda sebelum Ramadhan, maka
ber-husnuzzon-lah kepada Allah, bahwa Anda telah meraih fadhilah
Ramadhan.
(4) Cinta pada al-Qur-an
Orang-orang yang sukses di bulan
Ramadhan akan bertambah rajin membaca al-Qur-an di luar Ramadhan jika
dibandingkan dengan waktu sebelum Ramadhan. Karena bulan ini adalah
“Bulannya al-Qur-an”, tiada hari tanpa membaca al-Qur-an. Sehingga
kebiasaan mulia ber-wirid dengan tilawah al-Qur-an tentunya akan tetap
berlanjut setelah Ramadhan.
(5) Menjadi Dermawan
Hikmah puasa memberikan kita kesempatan
untuk merasakan penderitaan kaum dhuafa’ dan fakir miskin. Dari sini
diharapkan tumbuh kesadaran sosial yang tinggi dengan menyantuni
mereka, menyayangi serta meringankan beban mereka. Kewajiban zakat
fithrah di akhir Ramadhan juga mengajarkan hal ini. Selepas Ramadhan,
orang-orang yang sukses akan lebih dermawan.
(6) Loyalitas (Wala’) Sesama Muslim Semakin Kokoh
Ramadhan mengajarkan kita untuk berbagi
antar sesama. Renungkanlah bagaimana Allah menjanjikan pahala yang
besar kepada mereka yang menyediakan ifthar (buka puasa) bagi
saudaranya:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa memberi makan kepada orang
yang berbuka puasa, maka baginya pahala orang yang berpuasa tersebut,
tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.” [Ahmad:
IV/114-116, shahih menurut at-Tirmidzi: 804]
Ramadhan benar-benar menjadi momentum
bagi kita untuk merekonstruksi makna al-Wala’ yang sempat runtuh dan
terkubur. Dengan demikian, rasa cinta dan persaudaraan Islam pun akan
bersemi. Orang-orang yang sukses menjalani Ramadhan, senantiasa menjaga
bangunan al-Wala’ tetap kokoh menjulang, baik di luar Ramadhan
sekalipun.
(7) Do’a yang Terkabul
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa,
punya satu kesempatan do’a yang tidak akan ditolak pada saat ia
berbuka.” [Hadits Shahih, Ibnu Majah: I/557]
Jika do’a yang Anda panjatkan saat
Ramadhan menjadi kenyataan, maka ucapkanlah kalimat syukur, kemudian
Anda boleh berharap dengan yakin, bahwa Anda telah meraih fadhilah
Ramadhan.
(8) Semakin Mendalami Ilmu Agama
Boleh dibilang ini adalah indikasi
terbesar bagi seorang hamba yang telah meraih sukses di bulan Ramadhan.
Karena buah dari sukses Ramadhan adalah dilimpahkannya berbagai
kebaikan kepada hamba. Dan Allah jika menghendaki kebaikan bagi
hamba-Nya yang terpilih, Dia terlebih dahulu akan mempersiapkan
hamba-Nya tersebut untuk memahami ilmu agama, sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
“Barangsiapa dikehendaki baginya
kebaikan oleh Allah, Maka Dia akan memberikan pemahaman agama
kepadanya.” [Shahih Bukhari: 71 dan Shahih Muslim: 1037]
Mafhum mukholafah dari hadits ini
adalah; bahwa orang yang tidak diberikan pemahaman dalam agamanya
(berarti) tidak dikehendaki kebaikan oleh Allah [al-‘Ilmu Fadhluhu wa
Syarafuhu hal. 49]. Dan yang demikian ini mustahil bagi mereka yang
benar-benar sukses di bulan Ramadhan di mata Allah. Orang-orang yang
sukses menjalani Ramadhan pasti akan mendapat limpahan kebaikan dari
Allah, dan indikasinya akan terlihat jelas setelah Ramadhan, dari
usahanya yang lebih serius dalam menuntut dan memahami ilmu agama.
Imam Nawawi (wafat th. 676 H)
mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat keutamaan ilmu, mendalami
agama, dan dorongan kepadanya. Sebabnya adalah karena ilmu akan
menuntunnya kepada ketakwaan kepada Allah Ta’ala.” [Syarh Shahih
Muslim: VII/128]
Jika kita renungkan ucapan Imam Nawawi:
“…ilmu akan menuntunnya kepada ketakwaan kepada Allah Ta’ala”, maka
akan nampak jelas korelasi antara mendalami ilmu agama dengan tujuan
utama puasa Ramadhan yang disebutkan dalam ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. al-Baqarah: 183]
Logikanya; jika Anda sukses menjalani
Ramadhan, maka Anda pasti akan menjadi orang yang bertakwa, sementara
ilmu adalah kendaraan yang akan mengantarkan Anda kepada takwa
(sebagaimana ucapan Imam Nawawi di atas). Sehingga bisa ditarik garis
kesimpulan bahwa: orang-orang yang sukses menjalani Ramadhan akan
dipersiapkan oleh Allah untuk mendalami ilmu agama, demi meraih apa
yang telah Ia janjikan sebagai buah dari berpuasa yaitu takwa.
Setelah meraih mahkota takwa, maka
bersiap-siaplah seorang hamba mendulang kemuliaan demi kemuliaan,
kebaikan demi kebaikan yang melimpah dan beragam jenisnya.
***
Disusun oleh Redaksi al-Hujjah dari berbagai sumber bacaan, di-muroja’ah oleh: Ust. Fakhruddin Abdurrahman, Lc.