Kamis, 03 Desember 2009

8 Tanda Amal Yang Ihlas

dakwatuna.com – Amal yang kita lakukan akan diterima Allah jika memenuhi dua rukun. Pertama, amal itu harus didasari oleh keikhlasan dan niat yang murni: hanya mengharap keridhaan Allah swt. Kedua, amal perbuatan yang kita lakukan itu harus sesuai dengan sunnah Nabi saw.

Syarat pertama menyangkut masalah batin. Niat ikhlas artinya saat melakukan amal perbuatan, batin kita harus benar-benar bersih. Rasulullah saw. bersabda, “Innamal a’maalu bin-niyyaat, sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” (Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadits itu, maka diterima atau tidaknya suatu amal perbuatan yang kita lakukan oleh Allah swt. sangat bergantung pada niat kita.

Sedangkan syarat yang kedua, harus sesuai dengan syariat Islam. Syarat ini menyangkut segi lahiriah. Nabi saw. berkata, “Man ‘amala ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raddun, barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak pernah kami diperintahkan, maka perbuatan itu ditolak.” (Muslim).

Tentang dua syarat tersebut, Allah swt. menerangkannya di sejumlah ayat dalam Alquran. Di antaranya dua ayat ini. “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh….” (Luqman: 22). “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan….” (An-Nisa: 125)

Yang dimaksud dengan “menyerahkan diri kepada Allah” di dua ayat di atas adalah mengikhlaskan niat dan amal perbuatan hanya karena Allah semata. Sedangkan yang yang dimaksud dengan “mengerjakan kebaikan” di dalam ayat itu ialah mengerjakan kebaikan dengan serius dan sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.

Fudhail bin Iyadh pernah memberi komentar tentang ayat 2 surat Al-Mulk, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, supaya Allah menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” Menurutnya, maksud “yang lebih baik amalnya” adalah amal yang didasari keikhlasan dan sesuai dengan sunnah Nabi saw.

Seseorang bertanya kepadanya, “Apa yang dimaksud dengan amal yang ikhlas dan benar itu?” Fudhail menjawab, “Sesungguhnya amal yang dilandasi keikhlasan tetapi tidak benar, tidak diterima oleh Allah swt. Sebaliknya, amal yang benar tetapi tidak dilandasi keikhlasan juga tidak diterima oleh Allah swt. Amal perbuatan itu baru bisa diterima Allah jika didasari keikhlasan dan dilaksanakan dengan benar. Yang dimaksud ‘ikhlas’ adalah amal perbuatan yang dikerjakan semata-mata karena Allah, dan yang dimaksud ‘benar’ adalah amal perbuatan itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.” Setelah itu Fudhail bin Iyad membacakan surat Al-Kahfi ayat 110, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Jadi, niat yang ikhlas saja belum menjamin amal kita diterima oleh Allah swt., jika dilakukan tidak sesuai dengan apa yang digariskan syariat. Begitu juga dengan perbuatan mulia, tidak diterima jika dilakukan dengan tujuan tidak mencari keridhaan Allah swt.

Delapan Tanda Keikhlasan

Ada delapan tanda-tanda keikhlasan yang bisa kita gunakan untuk mengecek apakah rasa ikhlas telah mengisi relung-relung hati kita. Kedelapan tanda itu adalah:

1. Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas

Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta, namun ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan.” Karena itu tak heran jika para ulama salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.

Fudhail bin Iyadh berkata, “Jika Anda mampu untuk tidak dikenal oleh orang lain, maka laksanakanlah. Anda tidak merugi sekiranya Anda tidak terkenal. Anda juga tidak merugi sekiranya Anda tidak disanjung ornag lain. Demikian pula, janganlah gusar jika Anda menjadi orang yang tercela di mata manusia, tetapi menjadi manusia terpuji dan terhormat di sisi Allah.”

Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.

2. Ikhlah ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan

Orang yang ikhlas selalu merasa dirinya memiliki banyak kekurangan. Ia merasa belum maksimal dalam menjalankan segala kewajiban yang dibebankan Allah swt. Karena itu ia tidak pernah merasa ujub dengan setiap kebaikan yang dikerjakannya. Sebaliknya, ia cemasi apa-apa yang dilakukannya tidak diterima Allah swt. karena itu ia kerap menangis.

Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah: “Dan orang-ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” Apakah mereka itu orang-orang yang mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut akan siksa dan murka Allah ‘Azza wa jalla? Rasulullah saw. menjawab, “Bukan, wahai Putri Abu Bakar. Mereka itu adalah orang-orang yang rajin shalat, berpuasa, dan sering bersedekah, sementera mereka khawatir amal mereka tidak diterima. Mereka bergegas dalam menjalankan kebaikan dan mereka orang-orang yang berlomba.” (Ahmad).

3. Keikhlasan hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan

Orang yang tulus adalah orang yang tidak ingin amal perbuatannya diketahui orang lain. Ibarat pohon, mereka lebih senang menjadi akar yang tertutup tanah tapi menghidupi keseluruhan pohon. Ibarat rumah, mereka pondasi yang berkalang tanah namun menopang keseluruhan bangunan.

Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Mu’adz sedang menangis di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya, “Mengapa kau menangis?” Mu’adz menjawab, “Aku telah mendengar hadits dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, ‘Riya sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita.” (Ibnu Majah dan Baihaqi)

4. Ikhlas ada saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit

Rasulullah saw. melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan, “Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.”

Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.

5. Keikhalasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia

Tidak sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu menuntun pada keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak jarang orang itu memakai kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat kepada Allah swt. Di sinilah keikhlasan kita diuji. Memilih keridhaan Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan kita seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Fir’aun. Ia lebih memilih keridhaan Allah daripada harus menyembah Fir’aun.

6. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah

Adalah ikhlas saat Anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak, ridha dan marah kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan Anda kepada Allah dan keinginan membela agamaNya, bukan untuk kepentingan pribadi Anda. Sebaliknya, Allah swt. mencela orang yang berbuat kebalikan dari itu. “Dan di antara mereka ada orang yang mencela tentang (pembagian) zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (At-Taubah: 58)

7. Keikhalasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan

Keikhlasan Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian. Ketegaran Anda untuk menegakkan kalimatNya di muka bumi meski tahu jalannya sangat jauh, sementara hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah di depan mata, amat sangat diuji. Hanya orang-orang yang mengharap keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. Seperti Nabi Nuh a.s. yang giat tanpa lelah selama 950 tahun berdakwah. Seperti Umar bin Khaththab yang berkata, “Jika ada seribu mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada seratus mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada sepuluh mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada satu mujahid berjuang di medan juang, itulah aku!”

8. Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki kelebihan

Yang paling sulit adalah menerima orang lain memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Apalagi orang itu junior kita. Hasad. Itulah sifat yang menutup keikhlasan hadir di relung hati kita. Hanya orang yang ada sifat ikhlas dalam dirinya yang mau memberi kesempatan kepada orang yang mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengambil bagian dari tanggung jawab yang dipikulnya. Tanpa beban ia mempersilakan orang yang lebih baik dari dirinya untuk tampil menggantikan dirinya. Tak ada rasa iri. Tak ada rasa dendam. Jika seorang leader, orang seperti ini tidak segan-segan membagi tugas kepada siapapun yang dianggap punya kemampuan.

Jerman Panik, Islam Berkembang Pesat

KEPANIKAN melanda para pemuka masyarakat Kristen Jerman karena Islam berkembang pesat di sana. Kepanikan itu antara lain tercermin dari ucapan Kardinal Jerman, Karl Lehman, yang melontarkan pernyataan provokatif soal toleransi beragama di negaranya. Ketua konferensi keuskupan Jerman ini menyatakan sangat khawatir melihat kebebasan beragama di negaranya yang ternyata membuka peluang bagi pesatnya perkembangan Islam.

“Toleransi tanpa disertai sikap kritis akan membuat warga Muslim menikmati perlakukan yang sama dengan umat Kristen,” katanya. Padahal, warga Muslim adalah warga minoritas. Menurut Lehman, umat Kristiani lebih berperan besar dalam pembentukan sejarah Eropa dan budayanya.

Pernyataan Lehman itu didukung oleh Sekretaris Jenderal Penasehat Partai konservatif Persatuan Demokratik Kristen, Ronald Pofalla. Ia menyatakan, Lehman berhak mengatakan bahwa Islam tidak boleh mendapat perlakuan sama dengan penganut Kristen. ” Islam tidak ada dalam akar budaya Eropa dan tidak merefleksikan pola hidup sehari-hari yang sama, ” kata Pofalla.
Lehman mengeluarkan pernyataan itu di tengah perdebatan tentang rencana pembangunan masjid raya di kota Cologne. Kardinal Joachim Meisner dari Cologne juga menyiratkan ketidaksenangannya atas rencana tersebut. “Saya tidak ingin mengatakan khawatir, tapi saya merasa tidak nyaman dengan hal ini,” kata Meisner yang tahun lalu melarang anak-anak Katolik berdoa bersama teman-teman sekelasnya yang Muslim.

Kegelisahan para kardinal itu cukup beralasan, apalagi diprediksi tahun 2046 warga Muslim akan menjadi mayoritas di negeri Hitler ini. Menurut hasil studi Islam-Archive Central Institute, Soest, Jerman yang dirilis pertengahan Januari lalu, kemungkinan itu bisa terjadi karena arus imigran Muslim ke Jerman dan jumlah warga Jerman yang masuk Islam terus meningkat tajam. Data situs bbc.co.uk tahun 2005 menunjukkan, di Jerman terdapat sekitar 3 juta umat Islam atau 3.6% dari total populasi 84 juta jiwa.

SECARA keseluruhan, diperkirakan saat ini jumlah umat Islam di Eropa mencapai angka 53 juta jiwa. Menurut hasil riset Islam-Archive Central Institute, jumlah mereka mencapai 53.713.953. Sebanyak 15.890.428 jiwa tersebar di negara-negara Uni Eropa.
Islam merupakan agama kedua terbesar di Jerman setelah Kristen. Besarnya jumlah muslim di Jerman berakar sejak masa pemerintahan Khilafah Islam Turki Utsmani. Saat itu, banyak umat Islam yang bermigrasi ke Jerman. Namun, peningkatan pesat jumlah muslim di Jerman terjadi pasca Perang Dunia Kedua. Rekonstruksi Jerman selepas perang membutuhkan banyak tenaga kerja murah. Suplai tenaga kerja pada masa tersebut sebagian datang dari Turki.

Umat Islam di Jerman merupakan kelompok populasi yang paling banyak meningkat sehingga 40 persen dari mereka berusia di bawah 18 tahun. Selain itu, warga Jerman asli yang memeluk agama Islam pun meningkat dengan amat pesat. Menurut suratkabar Perancis Figaro, baru-baru ini tercatat hampir 11 ribu rakyat Jerman telah memeluk agama Islam.

Umat Islam Jerman mempunyai hampir 2.200 masjid dan pusat agama di seluruh negeri. Untuk mengembangkan pusat-pusat keislaman tersebut dan untuk meraih posisi yang kuat di tengah masyarakat Jerman, umat Muslim membentuk organisasi sejak akhir dekade 1960-an. Awalnya, organisasi-organisasi ini terbatas pada kelompok atau etnis tertentu. Namun pada akhir abad ke-20, mulai diambil langkah-langkah pembentukan sebuah pusat atau Dewan Tinggi yang bisa menjadi penghubung dan pemersatu berbagai organisasi keislaman Jerman.

Menurut sebuah penelitian, prosentase umat Islam Jerman yang secara kontinyu pergi ke masjid jumlahnya cukup tinggi. Selain itu, mereka juga menginginkan anak-anak mereka bersekolah agama agar mempelajari Al-Quran dan terjauhkan dari pengaruh budaya Barat yang merusak.

Suratkabar Figaro mencatat, “Kehadiran umat Islam Jerman ke masjid-masjid nampak sangat mencolok dan Paus agaknya memiliki impian kosong bila berharap umat Kristiani mendatangi gereja-gereja dengan antusiasme yang sama seperti umat Muslim di Jerman”.

Penelitian yang dilakukan oleh Institiut Orientalis Hamburg yang tergabung dengan Kementerian Dalam Negeri Federal Jerman melaporkan, ada peningkatan keterikatan anak-anak muda kepada organisasi-organisasi Islam. Universitas Bielefeld Jerman dalam penelitiannya juga menemukan, sama seperti yang terjadi di Prancis, pemuda Muslim Jerman cenderung untuk mengikatkan diri mereka dengan ajaran Islam. Sambutan anak-anak muda Muslim ini memberi kekuatan baru terhadap umat Islam Jerman karena anak-anak muda merupakan penerus masa depan setiap masyarakat.

Meski jumlahnya cukup signifikan, namun umat Islam masih dianggap sebagai tamu asing dan warga kelas dua sebagaimana ungkapan Kardinal Lehman di atas. Umat Islam belum diakui secara resmi oleh pemerintah Jerman. Ironisnya, kaum Yahudi yang hanya berjumlah sekitar 400 ribu diakui sebagai kelompok resmi. (Mel. Sumber: Islamonline, Islamicity, news.bbc.co.uk, dan lain-lain).*

Mengapa Pusat Dakwah Di India, Bukan Di Arab?

Ini merupakan pertanyaan yang disampaikan, dan kami mencoba berbagi pandangan dengan sdr. sekalian.

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Mari kita ungkap lebih dalam perihal pertanyaan ini, dan kita jangan termasuk seperti bani Israil yang menanyakan kenapa Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman itu terlahir dari Arab tidak dari bani Israil. Pertanyaan ini terlontar sangat wajar karena banyak Nabi lahir di kalangan bani israil, dan memang dari turunan Nabi Ishak As ini sangat banyak Nabi. Sedangkan dari Nabi Ismail As hanya satu Nabi saja, yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman.

Ummat Islam ini bukan hanya berada di arab, tetapi sudah sangat tersebar ke berbagai negara. Semua sejarah mencatat dengan baik perihal da’wah Abi Waqash RA sampai ke negera Cina. Atau kisah-kisah lainnya. Kita bisa bayangkan dengan pikiran yang normal, tanpa ada pesawat atau kendaran yang sangat hebat saat itu, tetapi kaum muslimin telah menembus negara-negara untuk menyampaikan agama Islam yang mulia ini. Jika kita perhatikan daratan yang ditempuh, gunung yang tinggi dan suhu yang dingin, tetapi mereka terus bergerak ke negara-negara jauh. Kira-kira SEMANGAT APA yang menjadikan mereka berani meninggal tanah air dengan waktu yang sangat panjang itu. Hal ini bisa terjadi karena PIKIR yang menghujam ke dalam diri mereka seperti mana PIKIR NABI untuk menyebarkan Islam ke seluruh daerah dan tempat. Apa PIKIR NABI itu? Allah swt dengan jelas dan lugas menjelaskan pikir dan kerisauan beliau itu dalam ayat Al-quran sendiri.

Perhatikan dengan ayat At-Taubah terakhir 128-129:

“sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (At-Taubah: 128-129).

Para Shahabat RA dan juga para Ulama dulu sangat memahami perihal risau ini, mereka ini menyelami kisah Nabi bagaimana ke thaif, mereka ini menyelami kisah Nabi ketika mengajak kaumnya sendiri di mekkah, mereka ini menyelami bagaimana hijrah Nabi ke Madinah, bagaimana keluarganya sendiri ada yang menghina dan mau merencanakan membunuhnya. PADAHAL apa yang diinginkan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW, yang mulia ini. Sebuah keselamatan dan keimananan bagi ummat manusia. Nabi kita bukan mau harta yang dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Jadi para Shahabat dan juga para Ulama berani untuk berpergian yang jauh untuk menyebarkan Islam ini dengan harta dan jiwa mereka sendiri. Silahkan pelajari kisah-kisah penyebaran Islam ke Indonesia, dan terutama dengan kehadirannya orang-orang Arab di Indonesia. Kalangan Arab ini sangat berperan dalam penyebaran Islam, dan menurut sejarah banyak dari kalangan Hadramaut yang ke Indonesia.

Kemajuan kaum muslimin di jaman Rasulullah SAW dan para Shahabat RA yang signifikan yaitu setelah ditetapkannya tempat berhimpun dan menjalankan aktifitas ijtimaiyyah kaum muslimin, Masjid. Masjid ini yang menjadi titik central Utama di jaman itu. Bahkan banyak penjelasan tolok-ukur kaum muslimin dapat dilihat dari kedatangannya ke masjid. Dan banyak ayat dan juga hadist yang menjelaskan keutamaan terhadap masjid ini. Jika Allah swt dan juga Nabi kita menekankan perkara masjid, maka tentunya masjid ini mempunyai peran sangat penting bagi kehidupan kaum muslimin dari masa ke masa. Kita dapat mempelajari perihal keutamaan masjid dalam kitab yang ditulis para Ulama.

Sehingga siapapun di dunia ini yang dapat menjalankan aktifitas-aktifitas masjid itu dengan baik seperti mana yang terjadi di jaman Rasulullah SAW dan para Shahabat RA. Dan terutama dengan aktifitas da’wah Islam, karena da’wah Islam ini mempunyai dampak perubahan dari ketidaktaatan menjadi ketaatan itu sendiri. Kita kaum muslimin sangat dianjurkan untuk menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar. Dari jelas da’wah itu merupakan aktifitas untuk melakukan perubahan dari yang tidak diridhoi menjadi yang diridhoi Allah swt. Sehingga jika da’wah ini dijalankan di masjid, maka dengan sendirinya pesan dan kesan masjid itu akan masuk ke dalam rumah-rumah kaum muslimin. Dan da’wah ini tidak mungkin dijalankan kecuali dengan ijtimaiyyah jika dilakukan di masjid kita.

Ada satu ayat yang sebenarnya cukup penting dipelajari dengan baik, bagi kaum muslimin yang menjalankan aktifitas da’wah ini, yaitu Ali-Imran:104. Dalam ayat ini terdapat kata “waltakum minkum ..”, terdapat dua penjelasan terhadap ayat ini oleh kalangan Ulama yaitu “Membentuk sebagian dari kaum muslimin ….” Dan “Membentuk Ummat Islam sebagai Ummat Da’wah ..”. Tetapi keduanya pada prinsipnya adalah sama untuk mendorong aktifitas da’wah itu sendiri. Yang namanya “membentuk ..” tentunya mencetak atau menjadikan seseorang untuk terjun dalam da’wah. Jika dilakukan di masjid, maka secara kemestian perlu dilakukan tertibnya atau metodanya dengan baik. Dalam hal ini kita sendiri dapat menyusun metodanya sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, tetapi bukan berarti kita harus berpegang terus dengan prosedur kita jika ada yang membawa metoda yang lebih mudah dan menyeluruh.

Masjid Nabawi di Arab belum menjadikan sebagai pusat da’wah, tetapi masih dijadikan sebagai pusat pengajaran dan pendidikan (ta’lim) Islam. Karena tentunya para Ulama sendiri sangat memahami apa pengaruh (efek) dari da’wah itu sendiri. Da’wah itu akan memberikan perubahan ke setiap lingkungan masyarakat, dan tentunya akan memberikan dampak orang-orang untuk berdatangan ke masjid itu sendiri dengan sukarela. Kaum muslimin sekarang juga datang ke masjid Nabawi, itupun sebenarnya karena pengaruh da’wah (ajakan) meskipun caranya mungkin dari kata-kata ringan. Sehingga banyak juga kaum muslimin akhirnya untuk belajar di masjid Nabawi. Tetapi jika menjadikan pusat da’wah, maka akhirnya akan disebarkan ke berbagai negeri untuk menyebarkan Islam. Dan nantinya secara automatis akan banyak orang datang ke masjid Nabawi ini, dan seterusnya kembali menyebarkan Islam. Dan akhirnya menggerakan semua aktifitas lainnya, seperti ta’lim, ibadah dan juga khidmat atau muamalat.

Waktunya akan datang, para Ulama di arab sendiri terutama yang mendukung usaha da’wah dan tabligh seperti Syeikh Abu Bakar Al-Jazairi juga sangat paham ini, tetapi perlu mempertimbangkan dengan hikmah dan dalam. Oleh karena itu beliau sendiri hanya menjelaskan ketika ditanya perihal usaha da’wah di masjid itu, bahwa usaha da’wah ini merupakan mutiara di akhir jaman. Jadi pengaruh da’wah dan ta’im sangat berbeda hasilnya. Waktunya akan datang dengan sendirinya, ketika sudah siap semuanya. Jika tidak, maka akan sangat mudah dihancurkan da’wah ini oleh musuh-musuh Islam itu sendiri. Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa perihal perahu merupakan pelajaran terpenting bagi kalangan ahli da’wah, agar semuanya berjalan dengan sederhana dan senyap, tetapi semuanya berjalan dengan jelas dan pasti. Pelajaran

Dan Maulana Ilyas Rah memulai dari masjid yang sangat sederhana di daerah Nizamuddin, dan sekarang tersebar ke seluruh dunia bahkan tembus negara-negara Eropa, Amerika dsb. Bahkan beberapa tahun yang silam kaum muslimin Inggris sangat berkeinginan membangun masjid markaz ini menjadi masjid yang indah dan besar, dan hal ini disampaikan kepada maulana Inamul Hasan Rah, tidak dapat diiijinkan oleh beliau. Dan bahkan beliau mendorong untuk membangun masjid besar dan megah di Inggris sendiri, dan hari ini menjadi perbincangan di Inggris akan menjadi masjid terbesar di Eropa yang dibangun kalangan da’wah dan tabligh. Dorongan Maulana Inamul Hasan Rah itu sekitar 15 tahun yang lalu.

Kita boleh berkeinginan dan merencanakan. Tetapi juga kita harus menyaqini bahwa Allah swt sendiri mempunyai rencana. Maulana Ilyas Rah hanya sebagai asbab saja untuk kaum muslimin, tetapi sebenarnya semua tertib itu telah tertulis dengan baik oleh para ulama dulu. Dan beliau ini hanya perangkai dari sumber-sumber itu yang saling berkaitan untuk menjadi sebuah model metoda da’wah dan tabligh, dan sekarang ijtihad itu telah banyak memberikan kesan dan pesan ke seluruh dunia, termasuk di kalangan arab sendiri termasuk para Ulama. Dan jika banyak mempelajari siapa Maulana Ilyas dan keluarganya. Kita akan mengetahui bahwa mereka juga merupakan turunan dari kalangan para Shahabat RA.

Thanks,

Haitan

Mengapa Harus Ke India dan Pakistan? Bukan Ke Mekah Atau Madinah?

MENGAPA HARUS KE INDIA DAN PAKISTAN BUKAN KE MEKKAH ATAU MADINAH ? Banyak anggota mereka yang telah menghabiskan harta mereka agar dapat datang ke India dan Pakistan belajar cara kerja dakwah yang asal. Sampai-sampai orang jual rumah, kendaraan, ternak, atau kehilangan modal usaha gara-gara ingin pergi ke sana. Bahkan dalam ceramah-ceramah mereka di markaz pusat maupun daerah selalu diakhiri dengan ajakan untuk pergi ke sana. Ada apa gerangan ? Beredar di tengah masyarakat bahwa kiblat mereka jemaah tabligh bukan ke ka’bah, mereka tak mau pergi haji, haji mereka ke India Pakistan, dsb.

Orang tua di antara mereka mengatakan kami datang ke INDIA PAKISTAN untuk belajar ke tempat yang sudah hidup amal DAKWAH, bukan untuk beribadat di sana. Ada juga yang mengatakan sebagaimana orang ingin belajar sepak bola harus ke BRAZIL dan INGGRIS karena sudah sukses menjadi juara dunia. Begitu pula belajar HADITS orang perlu ke MADINAH, belajar qiraat ke MESIR, belajar madzhab Imam Syafi’I ke negeri MELAYU, belajar WAHABY ke ARAB SAUDI, belajar madzhab Hanafy ke KHURASAN. Maka apa salah kami belajar DAKWAH ke INDIA dan PAKISTAN karena di negeri itulah hidup amal dakwah. Masjid banyak yang hidup 24 jam tidak seperti di Negara lain masjid banyak di kunci termasuk di MAKKAH dan MADINAH jika tak musim haji terkunci. (Penyalin : Rumah Allah DIKUNCI!!?) Padahal Rasulullah saw mulai kerja dari Masjid Nabawi yang hidup dengan amal 24 jam. Di Reiwind amalan hidup 24 jam sebagaimana Masjid Nabawi dahulu di zaman Rasulullah saw. Ada juga di antara mereka yang katakan : Kami ke INDIA mau lihat sejarah bagaimana hasil kerja dakwah yang dibuat oleh Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Rah A terhadap orang MEWAT. Suatu kampung pemakan bangkai, tidak mengenal Allah, tak pernah ibadah, sampai menjadi kampung yang penuh kesalehan. Yang lain mengatakan banyak orang yang menuduh kami haji ke Pakistan bukan ke Mekah terkadang mereka sendiri belum berhaji. Lihatlah di markaz kami, di sana para hujjaj tak pernah di panggil Pak Haji, bahkan mereka berkali-kali haji, ini bisa dibuktikan jika kita Tanya para AHLI SYURA mereka rata-rata lebih dari 3 kali ke haji. Di antaranya juga katakan : Kami datang untuk Shuhbah (berteman rapat / bershahabat untuk mengambil manfaat dari ILMU maupun AMAL) dengan ulama-ulama yang telah banyak berkorban dalam kerja dakwah, dan melihat kisah nyata kehidupan mereka yang telah jadikan dakwah sebagai MAKSUD HIDUP. Sebab jika kami tidak lihat mereka hanya baca tentang dakwah maka tak akan bisa kami terapkan. Sebagaimana penjahit yang hanya membaca buku bagaimana cara menjahit jas tetapi tak pernah lihat bagaimana jas dibuat oleh penjahit yang lebih senior maka tak mungkin bias jahit. Memang kalau kita mau jujur mengamati kepergian mereka ke India dan Pakistan tak merubah cara ibadah, dan cara mu’asyaroh mereka, artinya tidak ada misi madzhab ataupun aliran yang dibawa. Mereka malahan lebih tenggelam dalam masyarakat dan memikirkan keadaan mereka yang jauh dari agama. Mereka shalat berjamaah dengan orang banyak, cara shalat pun tak berikhtilaf dengan umat Islam lainnya hanya saja mereka lebih menekankan sholat berjamaah, di awal waktu, dan di masjid. Jadi kebanyakan tuduhan-tuduhan orang terhadap mereka kebanyakan hanya ikut-ikutan dan mencari-cari celah kesalahan tanpa melihat perubahan yang terjadi terhadap orang yang pulang dari sana.

BEBERAPA KRITIKAN TERHADAP JEMAAH TABLIGH
Kalau kita mau jujur melihat kritikan yang beredar sejak awal usaha didirikan oleh Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Rah A, maka kita akan dapati kritikan dengan materi yang sama. Karena usut punya usut selalu bersumber dari kitab yang sama yang selalu dijadikan topik yang berulang-ulang. Di antara kritikan yang berulang-ulang itu adalah : 1. Mereka tak memiliki Tauhid Uluhiyyah hanya membicarakan Tauhid Rubbubiyyah saja. 2. Mereka memiliki kebiasaan TAWAF di kuburan. 3. Masjid-masjid mereka di dalamnya ada kuburan. 4. Buku Fadhilah amal mengandungi hadits-hadits dhoif. 5. Mereka ahli bid’ah di dalam ibadah. 6. Dakwah mereka kepada hal yang rendah yaitu shalat bukan dakwah untuk murnikan agama yakni anti terhadap bid’ah sehingga tak beresiko seperti Rasulullah saw. 7. Mereka merupakan gerakan sufi modern. 8. Tinggalkan anak istri dan tidak mengurusnya adalah suatu kedzoliman 9. Mereka dakwah tanpa ilmu sehingga berbahaya untuk umat Islam 10. Haji mereka ke India Pakistan 11. Mereka berlebihan dalam memuji masyaikh mereka (Ghuluw) .

TANGGAPAN MEREKA TERHADAP KRITIKAN
Umumnya mereka tidak menanggapi kritikan-kritikan yang beredar bahkan mereka anggap angin lalu saja sehingga semakin menambah sakit hati orang yang mencemooh mereka. Karena jika kritikan ditanggapi maka orang yang kritik merasa kritikannya berarti atau merasa menang atas mereka. Tetapi aneh! Mereka tak tanggapi kritikan sehingga banyak ahli kritik yang benci mereka stress atas sikap mereka. Tak ada satu buku pun ditulis untuk jawab kritikan. Dakwah mereka istikhlash seperti kuda INDIA yang dipakaikan kaca mata kuda tak lihat kiri kanan, tak lihat kerja orang lain, tak lihat apa kata orang, mereka tawajjuh hanya kepada tertib yang mereka telah sepakati. Dalam mudzakaroh enam sifat mereka ada point tentang tashihun niyat / meluruskan niat. Di sana dikatakan bahwa cirri orang ikhlash adalah Sikapnya sama saja dengan orang memuji atau orang yang membenci. Mereka telah buktikan, walaupun dihina, dicaci, tetap mereka memberi salam kepada siapapun, selalu tersenyum, bahkan justru para pengkritik banyak yang tak mau jawab salam mereka, memalingkan muka dari senyum mereka, bahkan meludah di hadapan mereka.

BETULKAH JEMAAH TABLIGH SUATU ALIRAN KESUFIAN GAYA BARU ?
Banyak yang katakan bahwa para masyaikh jemaah tabligh adalah penganut Thariqat Chistiyyah. Hal ini tak bias dipungkiri terlihat dari buku yang ditulis oleh Syaikh Zakariya Al Kandahlawi dalam bukunya “Thariqat menurut Maulana Zakariya yang diterjemahkan oleh Ustadz Qosim Timori. Thariqat mereka bersanad sampai Ali Bin Abi Thalib R A. Tetapi keanehan terjadi di dalam kerja dakwah yang mereka sebarkan tak pernah sedikit pun perintah orang untuk amalkan thariqat tertentu, hatta kepada orang yang sudah puluhan tahun ikur kerja dakwah sekalipun. Bahkan menurut sejarah yang shahih kerja tabligh yang ada sekarang dimulai ketika Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Rah A menganggap cara-cara taklim, pengajian, thariqat yang pernah dinuatnya atas orang Mewat mengalami kegagalan dalam merubah mereka. Dengan keilmuan yang luas Syaik Ilyas Rah A pernah membayar orang-orang Mewat untuk duduk di majlisnya dan dengan thariqatnya beliau pernah ajarkan orang Mewat untuk bersihkan Iman mereka. Tetapi semua mengalami kegagalan, barulah Allah beri taufiq untuk kerja Tabligh ini. Lihatlah!! Mereka di masjid bukan untuk berdzikir saja tetapi mereka bertemu manusia untuk jadikan seluruh manusia berdzikir kepada Allah. Setelah itu mereka hidupp seperti biasa punya istri dan anak, punya pekerjaan. Adakah ajaran sufi seperti ini? Perlu kejujuran dalam menjawabnya. Anehnya mereka pencemooh mengatakan Tabligh Sufi Modern karena kesamaan ucapan antara Syaikh Yusuf Rah A dengan tokoh sufi seperti Al Busyairi Rah A, dsb. Bukankah ucapan yang baik dan haq perlu selalu disampaikan walau dari siapapun. Bahkan pepatah Arab katakan : Ambillah nasehat walaupun dari dinding. Lihatlah dalam hadits tentang perkataan Raja Hiraclius dikutip kembali oleh para shahabat dan para perawi hadits, tidak menjadikan shahabat atau perawi hadits dikatakan sebagai orang Romawi. Inilah kedangkalan ilmu para pencemooh yang hanya didasari hasad sehingga Allah SWT tampakkan kebodohan mereka walaupun mereka dikecam justru menjadi promosi gratis bagi mereka sehingga orang yang berhati bersih jadi tablighi karena ingin tahu yang sebenarnya. Ketika mereka katakan Jemaah Tabligh Khawarij Modern, maka orang langsung bisa lihat siapa yang Khawarij. Ternyata sifat Khawarij yang tak mau salah (Ali RA dan Muawiyyah RA dimata Khawarij keduanya salah yang betul dia sendiri) justru ada pada para pencemooh. Adakah Jemaah Tabligh salahkan orang ?? Baik dalam buku maupun dalam bayan mereka ?? Tidak!! Adakah Jemaah Tabligh membid’ahkan orang sehingga tak mau shalat berjemaah di masjid, atau mau shalat hanya di masjid tertentu ?? Tidak !! Adakah pelarangan dari syuro mereka atau ustadz mereka yang melarang duduk di majlis taklim yang diajar oleh ustadz yang bukan karkun ?? Tidak!! Bahkan setelah khuruj dianjurkan agar lebih dekat dengan ulama di kampung mereka masing-masing. Dengarlah ucapan Syaikh Maulana Muhammad Saad Al Kandahlawi : Wallahi!! Doa Masnunah (Doa masuk WC, Doa makan, dsb) yang diajarkan oleh Rasulullah saw jauh lebih hebat jika dibandingkan amalan yang diajarkan mursyid-mursyid dzikir. Inikah yang dinamakan sufi?? Tidak, bahkan mereka adalah orang yang cinta sunnah Nabi saw. Sufi menurut Ibnu Taimiyyah berasal dari kata suf artinya wol, yakni sebagian penduduk Kufah yang ahli ibadah berpakaian wol. Lihatlah baju jemaah tabligh apakah berasal dari wol?? Capek deh…

JEMAAH TABLIGH TINGGALKAN ANAK ISTRI LI I’LAI KALIMATILLAH
Jadi perginya seorang keluar di jalan Allah bukan untuk habiskan waktu di masjid, duduk, dzikir, pegang tasbih, kalaulah ini yang dibuat maka ini adalah bentuk kedzaliman terhadap keluarga. Tetapi para shahabat dahulu tinggalkan istri berbulan-bulan bahkan ada Al Faruq ayah dari Rabi’ah Al Faruq seorang muhaddits telah tinggalkan istri 27 tahun adalah untuk meniggikan kalimat Allah dengan berdakwah. Datang dari kampung ke kampung, Bandar ke Bandar, dengan cara membentuk Jemaah dakwah. Bahkan di zaman Rasulullah saw tak kurang dari 150 jemaah telah dihantar Rasulullah saw. Dan Nabi sendiri telah ikut tak kurang dari 25 kali. Kini orang mau tegakkan agama hanya duduk di majlis taklim dan mencela sesama muslim…Mungkinkah???

TERTIB DAKWAH JEMAAH TABLIGH ADA DALAM KITAB HAYATUSHAHABAH
Amir dakwah mereka yang kedua yakni Maulana Muhammad Yusuf Rah A telah berkata: Kalau saya tuliskan suatu kitab ushul atau tertib kerja dakwah ini maka yang membaca hanyalah orang-orang yang ikut dalam kerja dakwah saja sedangkan yang lain tak baca. Padahal dakwah ini memiliki ushul dalam kehidupan sahabat. Karena Allah jadikan shahabat sebagai contoh tauladan umat. Untuk itulah saya tuliskan kitab HAYATUSSHAHABAH. Maulana Ahmad Lat telah berkata bahwa kitab Hayatusshahabah sudah cukup untuk dijadikan ushul dalam kerja dakwah, tak perlu tambahan apa-apa, siapa yang ikut cara mereka akan ada jaminan keselamatan baginya. Hayatusshahabah dihimpun dalam 3 jilid. Ketiga jilid merupakan keajaiban yang besar, karena belum ada kitab hadits yang ditulis dengan cara seperti ini. Permulaan kitab ditulis dengan ayat : “Dari kalangan orang beriman ada laki-laki yang telah membenarkan janjinya kepada Allah yakni mereka syahid dan mencari cari jalan untukk syahid” Seolah-olah Maulana Yusuf Rah A ingin katakan inilah kitab yang berisi kisah orang yang telah tunaikan janjinya kepada Allah SWT. Akhir dari kitab ini adalah carita tentang bantuan-bantuan Allah secara ghaib yang diberikan kepada para shahabat. Sehingga tengah-tengah antara keduanya adalah berisi cara untuk datangkan bantuan itu. Mereka menamsilkan bahwa kehidupan shahabat ibarat lautan yang mana jika orang akan berenang di dalamnya harus tanggalkan dulu pakaiannya dan diganti dengan baju renang. Ayat pembuka seolah pakaian yang bias menyelam dalam kehidupan mereka. Selama kita tak tanggalkan pakaian kita dan diganti dengan pakaian shahabat maka kita tak akan faham kehidupan mereka. Pakaian kita yakni saya seorang dokter, seorang guru, seorang ayah, seorang suami, harus kita tanggalkan dahulu dan menggantinya dengan pakaian mereka yakni Syahid dan Bersiap-siap Syahid. Sehingga aneh jika ada seorang ustadz yang mengkritik mereka dan menanyakan mana dalil dakwah dengan cara keluar di jalan Allah ?? Mana dalilnya tinggalkan anak istri untuk dakwah ?? Mana dalilnya 4 bulan 40 hari, karena kisah tersebut telah ada dalam kitab hayatusshahabah dengan sanad hadits yang jelas. Hanya saja menurut mereka orang yang tak mau mujahadah untuk meniru kehidupan shahabat tak akan faham dengan kehidupan mereka. Bagaimana mungkin orang akan faham agama dengan cara satu keadaan yang tak sama. Hanya mengkajinya di majlis taklim setelah itu pulang ke rumah ngobrol sama anak istri, bahkan nonton TV, kemudian shalat, dll. Sementara para shahabat Nabi bermujahadah dalam terik matahari, kehausan, berhadapan dengan musush, musim dingin, dsb. Sedangkan Al Quran turun kepada mereka dalam keadaan suasana yang berlainan bukan di majlis taklim. Surat At Taubah turun di musim panas, surat Al Ahzab di musim dingin dsb. Mustahil akan bias memahami Al Quran tanpa mengambil pengorbanan mereka.

JEMAAH TABLIGH BUKAN ORGANISASI TETAPI DALAM KERJA DAKWAHNYA TERORGANISIR
Di mulai dari penanggung jawab mereka untuk seluruh dunia yang dikenal dengan Ahli Syura di Nizamuddin, New Delhi, INDIA. Kemudian di bawahnya ada syura Negara, misalnya : SYura Indonesia, Malaysia, Amerika, dll. Menurut pengakuan mereka ada lebih dari 250 negara yang memiliki markaz seperti Masjid Kebon Jeruk Jakarta. Kemudian ada penanggung jawab propinsi, untuk Indonesia sudah ada di semua propinsi. Di bawahnya ada peannggungjawab Kabupaten, seperti : penanggung jawab Solo, Purwokerto, dll. Di bawahnya ada Halaqah yang terdiri dari banyak mahalah yang minimal 10 mahalah yakni masjid yang hidup amal dakwah dan masing-masing mereka ada penanggungjawab yang dipilih oleh musyawarah tempatan masing-masing. Di India ada masjid yang menjadi Muhallah sekaligus halaqah dimana di dalam masjid hidup 10 kelompok kerja (jemaah yang dihantar tiap bulan 3 hari). Semua permasalahan diputus dalam musyawarah sehingga tak ada perselisihan di antara mereka dan mereka punya sifat taat kepada hasil musyawarah. Walaupun mereka tak pernah katakan bentuk mereka kekhalifahan seperti harakah lain yang mempropagandakan Khilafatul Muslimin, tetapi system jemaah tabligh terlihat begitu rapi sehingga mereka saling kenal satu sama lain karena jumlah orang yang pernah keluar di jalan Allah tercatat dan terdaftar di markaz dunia. Setiap 4 bulan mereka berkumpul musyawarah Negara masing-masing kemuadian dibawa ke musyawarah dunia di Nizamuddin. Musyawarah harian ada di mahalah masing-masing untuk memikirkan orang kampung mereka masing-masing sehingga biarpun ada yang pergi tasykiil tetaplah ada orang di maqami yang garap dakwah di sana. Orang yang suka dakwah sendiri-sendiri / penceramah suka kritik mereka katanya kenapa harus dakwah jauh-jauh ke luar negeri kalau tempat tinggal sendiri aja belum beres. Hal ini karena dakwah jemaah tabligh berjamaah sehingga walaupun mereka pergi tasykiil di maqami ada orang yang tetap jalankan dakwah. Yang jelas mereka telah amalkan ayat : “Hendaklah ada di antara kamu umat (Ibnu Abbas mengartikan jemaah) yang mengajak kepada kebaikan, memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang yang mendapat kejayaan.” (QS Ali Imran)

PANDANGAN JEMAAH TABLIGH TENTANG KEKHALIFAHAN
Kekhalifahan adalah janji Allah dalam AlQuran, artinya pasti Allah beri sebagaimana dalam surat An Nuur : Allah berjanji kepada orang yang beriman di antara kalian dan beramal shalih pasti sungguh mereka akan dijadikan khalifah di muka bumi. Syura mereka beri bayan : Dua orang anak dijanjikan ayahnya : Nak, jika kamu lulus dan nilai kamu baik maka ayah akan beri kalian mobil. Anak yang pertama sibuk memenuhi syaratnya, belajar semakin rajin, siang dan malam, tak fikir mobil, maka pada waktunya akhirnya ia lulus dengan nilai yang baik. Anak yang kedua sibuk pergi ke showroom mobil, lihat-lihat, Tanya harga, duduk-duduk di joknya, dll. Setiap hari tidak pernah belajar hanya sibuk bicarakan mobil. Maka pada waktunya akhirnya ia tak lulus, karena nilainya jelek. Tuan-tuan begitulah kekhalifahan, ada orang yang sibuk propagandakan, bicarakan, diskusikan tetapi lupa penuhi syaratnya. Bahwa syarat kekhalifahan diberikan Allah SWT adalah karena Iman dan Amal Shalih.

JEMAAH TABLIGH ALIRAN MASYAIKH MANIA / BERLEBIHAN DALAM IKUT MASYAIKH (GHULLUW), BENARKAH ???
Datanglah ke markaz Nizamuddin, dengarkan ceramah masyaikh mereka, Syaikh Maulana Muhammad Saad Alkandahlawi : Seandainya Maulana Ilyas Rah A hidup kembali dan beliau mengatakan wahai manusia dengar !! Jangan jalani kerja tabligh yang saya ajarkan kepada kalian, karena saya keliru dan ini kesesatan.” Maka kita jangan percayai Maulan Ilyas Rah A karena kerja ini adalah kerja Anbiya, kerja yang haq di sisi Allah SWT. Bahkan orang-orang yang pergi ke Nizamuddin tak ada satupun yang menziarahi Makam Syaikh Ilyas Rah A, tak ada targhib / anjuran, apalagi diharuskan untuk ziarah ke makam Syaikh Ilyas Rah A. Kebanyakan mereka pergi ke Nizamuddin 40 hari tetapi selama itu tak ada program ziarah makam seperti kebanyakan orang yang adakan ziarah ke wali-wali. Bahkan banyak yang pergi ke sana sampai pulang tak tahu tempat makam Syaikh Ilyas Rah A termasuk penulis yang pernah datang ke sana tak ada yang mau tunjuki dimana makam itu. Wallahi!! Tuan-tuan buktikanlah!! Datang ke sana, kalian akan tahu jawabannya bahwa mereka bukan kepada masyaikh mereka tetapi mereka taat kepada Rasulullah saw untuk meneruskan kerja mereka. Berbeda dengan para pencemooh yang suka menggunakan lisan Syaikh mereka dalam keburukan akhlaq. Menurut Syaikh anu, anu…jemaah tabligh sesat. Jadi mereka kutip omongan syaikh bukan dalam kebaikan, sedang jemaah tabligh ikut dalam kebaikan kepada masyaikh mereka.

Sumber : http://imanyakin.wordpress.com.

Langitan Akui Pakistan Pusat Ahli Hadits

Ada sebagian kalangan yang bertanya mengenai kitab fadhilah Amal termasuk pengarangnya Maulana Zakariyah Al Kandahlawi. Namun salah satu tulisan yang dimuat resmi pada website PP Langitan ini menunjukkan bahwa Pakistan diakui sebagai salah satu pusat ahli hadits.

Abu Izza

Mendengar nama Pakistan, mungkin langsung tergambar dalam pikiran kita satu negara yang dipenuhi pasukan perang, pertikaian, kekerasan, kemiskinan, dan imej-imej mengerikan lainnya. Atau mungkin juga sebaliknya. Tergambar orang-orang berkaliber internasional semacam Muhammad Iqbal, DR. Fazlur Rahman, DR. Ziauddin Sardar, Maududi, ataupun Prof. Abdus Salam. Dalam edisi ini, A.Harun Al Rosyid salah seorang anggota redaksi Kakilangit menceritakan pengalamannya belajar di Pakistan.

Menghirup Udara Pakistan
Setelah mendapatkan berbagai masukan tentang pengkajian hadits di beberapa tempat, akhirnya saya putuskan untuk mendalami hadits di India. Sebab, sebagaimana kata seorang ustadz dari Malang, alumni Sayyid Muhammad Makkah, untuk saat ini India-lah tempat pengkajian hadits paling pesat, tepatnya di Deoband. Bahkan Sayyid Muhammad pun dulu pernah belajar di sana. Hanya saja, mendapatkan visa India bukanlah hal yang mudah. Maka beliau sarankan untuk pergi ke Pakistan terlebih dahulu, sebab perolehan visanya relatif lebih mudah daripada India. Dari sana, mungkin bisa minta bantuan ulama yang pernah belajar di India. Beliau juga memberikan informasi bahwa di Pakistan ada seorang ulama besar alumni Deoband bernama Syaikh Binnuri. Hanya sayangnya, tidak diketahui di Pakistan bagian mana beliau tinggal. Dari petunjuk singkat ini, saya berusaha mencari info tentang orang yang bisa mencarikan jalur mudah ke Pakistan. Setelah melalui berbagai usaha, akhirnya saya bertemu dengan Rusydan, seorang pelajar asal Magetan yang sudah beberapa tahun belajar di Pakistan. Saat itu, ia pulang liburan Ramadlan. Maka, pada bulan Pebruari 1997, kami berdua terbang menuju Karachi Pakistan.

Setelah enam jam di atas pesawat, kami pun menginjakkan kaki di Qa’id A’zam International Air Port. Saat itu sekitar pukul 21.00 waktu setempat. Dinginnya udara sisa-sisa musim dingin masih terasa menusuk tulang sumsum. Pakistan memang termasuk negara yang memiliki empat musim. Pada musim dingin, di Pakistan utara (propinsi Sarhad) biasa diselimuti salju tebal. Sedangkan bagian selatan (propinsi Sindh dan sebagian Balochistan) adalah wilayah yang penuh dengan gurun pasir tandus dan gunung-gunung batu.Lahan pertanian dan perkebunan kebanyakan hanya didapati di Punjab dan sebagian Balochistan. Namun gandum, padi dan buah-buahan selalu melimpah. Beras pernah diekspor ke Indonesia. Sedangkan buah-buahan secara mencolok muncul bergiliran seiring dengan pergantian musim. Anggur hijau, pir, kurma dan tin pun menjadi makanan biasa di sana.

Sopir Hafal Al Quran
Temanku memangil taksi untuk mengantarkan kami ke sebuah jami’ah di daerah New Town. Ada beberapa pelajar Indonesia di sana. Selama perjalanan, Rusydan ngobrol dengan sopir dengan bahasa Urdu yang satu kata pun tidak aku mengerti. “Eh! Sopirnya ternyata hafizh Qur-an,” kata temanku. Ah, mana mungkin, pikirku. “Kamu nggak percaya, ya? ” tanyanya memahami ketidakyakinanku. “Di Pakistan sini, orang hafal Qur-an bukan sesuatu yang aneh. Sopir hafizh, dokter hafizh, insinyur hafzh, pedagang hafizh, bahkan pemain olah raga pun ada yang hafizh. Nanti kalau kamu sudah tingal di sini, kamu akan tahu semua,” katanya meyakinkan.

Asalkan Diangkat sebagai Pegawai
Hampir semua jami’ah swasta di anak benua India (India, Pakistan dan Bangladesh) mempunyai kurikulum yang sama. Hal ini bisa dipahami, sebab semua jami’ah tersebut bersumber pada satu sumber yang sama, yaitu Darul ‘Ulum Deoband. Pada kelas-kelas dasar ditekankan ilmu alat; nahwu-sharaf, ushul fiqh dan mantiq di samping fiqh, tafsir dan hadits. Masa belajar diakhiri dengan program Daurah Hadits yang materinya adalah Kutubussittah ditambah Al Muwatha dan beberapa kitab hadits lain.

Karena kesamaan kurikulum antar jami’ah inilah, jami’ah-jami’ah di Pakistan memliki kekuatan tawar-menawar dengan pemerintah. Mereka membentuk Wifaqul Madaris (semacam Kopertis atau RMI di Indonesia) sebagai wadah yang meyatukan jami’ah-jami’ah di seluruh Pakistan. Wifaq inilah yang mengadakan ujian nasional dan mengeluarkan ijazah kelulusan yang diakui pemerintah dan disetarakan dengan S-2 tanpa ujian penyetaraan.

Pemerintah pernah berkeinginan untuk mengatur kurikulum jami’ah-jami’ah di Pakistan. Maka dengan sangat bijaksana wakil para ulama memberikan jawaban, “Dengan kurikulum yang ada ini kami menyiapkan anak didik kami untuk taat kepada Allah dan masuk surga. Kalau kami menerima kurikulum pemerintah, apakah pemerintah bisa menjamin bahwa anak didik kami akan diterima semua sebagai pegawai pemerintah?” Dan pemerintah pun mengurungkan niatnya.

Selain itu, para pengelola jami’ah berprinsip bahwa anak didik tidak semestinya dibebani biaya pendidikan, bahkan biaya akomodasi dan makan pokok sehari-hari. Sehingga setiap jami’ah akan menanggung kebutuhan makan dan tempat tinggal. Bahkan ada beberapa jami’ah yang memberikan uang saku pada pelajarnya. Pada awal mula berlangsungnya kegiatan jami’ah, para ulama pengelola lah yang mengeluarkan biaya tersebut dari kantong mereka. Selanjutnya, bila kredibilitasnya sudah bisa dipertanggungjawabkan di masyarakat, masyarakat lah yang akan menyelesaikan urusan finansial. Mereka terbiasa untuk menyerahkan infaq, shadaqah dan zakat mereka kepada pengelola jami’ah.

Dilihat dari kuriklum, system pengajaran di sana nampak dirancang sedemikian rupa untuk menyiapkan alumni yang memiliki daya nalar tinggi. Sejak tahun ke-2 mantiq (logika) sudah mulai diperkenalkan. Warna Mazhab Hanafi –yang dikenal sebagai Mazhab Ahlu Ra’yi- nampak kental di sini. Setelah enam tahun diberi pondasi ushul fiqh dan mantiq, barulah Hadits dan Ilmu Hadits diperdalam.

Sistem seperti ini memiliki pengruh besar pada kretifitas para ulamanya. Walaupun masa belajar hanya delapan tahun, namun materi keilmuan yang didapatkan cukup sebagai modal dasar dan motivator pengembangan ke depan. Sehingga, dari sistem pendidikan ini, lahir sederetan ulama berkaliber internasional, terutama di bidang hadits. Sebutlah misalnya, Syaikh Anwar Syah Kasymiri, Syaikh Khalil Ahmad Saharanfuri, Syaikhul Hadits Muhammad Zakariyya Kandhlawi, Syaikh Muhammad Yusuf Kandhlawi, dan Syaikh Yusuf Binnuri rahimahummullah.

Sejuta Hafizh
Masyarakat Pakistan mempunyai kebiasaan untuk memasukkan anak-anak mereka ke kuttab (semacam TPA di masjid-masjid) untuk menghafal Al Qur-an. Pada umumnya jenjang ini ditempuh sebelum memasuki pendidikan dasar. Sehingga anak-anak berumur 7-10 tahun telah mengkhatamkan hafalan Al Qur-an bukanlah pemandangan aneh. Kemungkinan inilah salah satu faktor tingginya daya serap otak orang-orang sana secara umum.

Selain itu, masyarakat memiliki minat tinggi terhadap buku bacaan agama. Hingga sopir taksi pun terkadang berdebat masalah hadits shahih dan dlaif. Maka tak salah bila orang menilai India Pakistan sebagai pusat studi hadits terbaik saat ini.

Sumber: http://langitan.net/?p=61