Senin, 26 Oktober 2009

Brigjen Pol Anton Bachrul Alam dan Nuansa Beda di Polda Jatim (2-Habis)

Suasana di Polda Jatim kini menjadi lebih religius. Tiap waktu salat, anggota bergegas menuju masjid untuk salat berjamaah. Situasi seperti itu menular ke polwil dan polres jajarannya.

*Kardono Setyorakhmadi, Surabaya*

---

*BRIPTU *Waluyo tampak bergegas. Bukan karena dipanggil komandannya. Tapi,
tapi siang itu dia hendak salat duhur berjamaah di Masjid Polda Jatim. Kebiasaan yang belum lebih dari dua minggu dilakoninya.

''Sekarang banyak temannya. Apalagi pahalanya lebih banyak,'' ucapnya.

Waluyo memang tak omong kosong. Kini, Masjid Polda Jatim menjadi semakin
makmur. Bila sebelumnya masjid tersebut hanya ramai saat salat Jumat, kini
nyaris tiap hari banyak anggota maupun warga sipil (yang kebetulan punya urusan di polda) salat duhur dan asar berjamaah di masjid itu.

''Yang dulu hanya satu saf, kini masjid selalu penuh,'' kata AKBP Noviar, koordinator sekretaris pribadi Kapolda Jatim. ''Itulah secara fisik perubahan yang kasatmata. Namun, yang tak kasatmata justru yang paling berubah,'' tambahnya.

Noviar kemudian menyebut hubungan antara sesama kolega. ''Terasa lebih
santun. Suasana pun terasa sejuk. Rasanya semakin sabar saja,'' ungkapnya.

Bahkan, kata dia, para *frontliner* (petugas di depan) pelayanan Polri mengaku bisa lebih bersabar ketika menghadapi masyarakat -yang kadang suka
cerewet tersebut.

"Bagaimana dengan keluarga polisi?" Seorang istri polisi yang berdinas di Polda Jatim bercerita, kini suaminya harus bangun dini hari, kemudian berangkat ke masjid polda untuk salat berjamaah. ''Jam empat saya *grayahi *(diraba-raba,
Red),* kok* sudah *nggak* ada. Ternyata, dia salat subuh berjamaah di masjid
polda,'' ungkap ibu yang tinggal di kawasan Ketintang tersebut.

Kapoda Jatim Brigjen Pol Anton Bachrul Alam mengaku meminta agar anggotanya
yang sudah punya ''hobi'' ke masjid mengajak temannya. ''Sebenarnya apa *sih
* yang membuat kita tak mau ke masjid? Di mana-mana ada masjid, pahalanya
lebih banyak, dan bisa menjadi alat interaksi sosial yang bagus,'' ucap jenderal polisi bintang satu tersebut bernada tanya.

Untuk bisa mengajak temannya salat berjamaah di masjid, Anton yakin itu hanya masalah komunikasi. ''Bisa dikomunikasikan yang enak,'' tuturnya.

Dia tetap yakin, bila *the man behind the gun*-nya sudah baik duluan, segalanya akan mengikuti. ''Bila secara mental sudah baik, saya yakin kinerja kami akan meningkat secara kualitatif. Tidak akan ada halangan apapun,'' tegas perwira tinggi yang lama berdinas di satuan lalu lintas tersebut.

Bukan hanya di lingkungan Mapolda Jatim. Spirit religiusitas tersebut juga terus menular ke jajarannya. Tak terkecuali ke Polwiltabes Surabaya. Di polwiltabes terbesar sejajaran Polda Jatim tersebut, spirit religiusitas juga diwarnai semangat pluralitas yang kental. Sebab, Kapolwiltabes Surabaya Kombes Pol Ronny Franky Sompie adalah kristiani.

''Saya sepenuhnya setuju, bila SDM-nya sudah baik, baiklah semua kinerjanya", urainya.

Untuk anak buahnya yang beragama Islam, Polwiltabes Surabaya mengadopsi
seperti yang dilakukan Mapolda Jatim. Yakni, khataman Alquran dan pembacaan
asmaul husna tiap selesai apel pagi.

Berbeda untuk yang kristiani. Untuk itu, Ronny mengaku turun langsung dalam
''pembinaan ketakwaan'' anak buahnya. Di seluruh jajarannya, Ronny menyatakan total anggotanya yang beragama Nasrani mencapai 250 orang.

''Sehari-hari pembinaan tersebut dilakukan di polres jajaran masing-masing", tuturnya.

Perbedaannya, bila yang beragama Islam melafalkan asmaul husna seusai apel
pagi, yang kristiani langsung mengucapkan doa Bapa kami.

Selain itu, tiap Jumat, bila kolega-koleganya yang beragama Islam melakukan
salat Jumat, yang beragama Kristen melakukan doa okuimene. ''Waktunya sama
dengan yang salat Jumat. Pukul 13.00 sudah selesai,'' jelas perwira dengan
tiga mawar di pundak tersebut.

Namun, pada Jumat terakhir dalam bulan itu, Ronny menyatakan mengumpulkan
semua pemeluk Kristen di Ruang Bhara Wira Sasana Mapolwiltabes Surabaya.
''Ini merupakan doa okuimene akbar,'' ungkapnya.

Dia menuturkan, dalam ajaran kristiani, ada yang namanya hukum kasih terhadap sesama. ''Itu kira-kira seperti *hablum minannas* dalam Islam,'' ujarnya.

Bila hubungan dengan sesama manusia sudah baik, kinerja pelayanan polisi
akan baik pula. ''Sebab, polisi selalu berinteraksi dengan masyarakat. Bila
sudah mampu berinteraksi dengan baik, tentu saja masyarakat akan puas,''
tegasnya.

Perubahan juga terjadi di Polwil Bojonegoro. Di ruang dinas Kapolwil kini
juga bertumpuk Alquran dengan berbagai warna sampul. ''Dulu jarang memang.
Tapi, sekarang setiap Kamis ada tahlilan dan Yasinan di rumah dinas saya,''
kata Kapolwil Bojonegoro Kombes Noer Ali yang mengaku peningkatan kegiatan
agama itu merupakan imbauan Kapolda.

Mereka yang tahlilan dan Yasinan adalah anggota Polwil Bojonegoro. Terkadang, anggota polres jajaran juga mengikuti kegiatan rohani tersebut.

Kegiatan agama di polwil tak hanya tahlilan dan Yasinan. Setiap hari kerja, Kapolwil juga meminta 30 anggotanya bergiliran melakukan salat subuh
berjamaah. Setelah salat subuh, mereka diajak membaca Alquran di ruang
kerjanya mulai pukul 05.00.

Setiap orang membaca satu juz, sehingga tiap hari mereka khatam Alquran.
''Makanya, ada banyak Alquran di meja ini,'' ceritanya. ''Itu sudah lebih
dari dua minggu kami lakukan,'' sambungnya.

Sebagian polwan juga sempat berjilbab seusai Kapolda berkunjung ke Bojonegoro. Namun, sebagian di antara mereka kini telah melepasnya. Noer Ali menuturkan, pemakaian jilbab itu hanya imbauan. Kondisi tersebut berbeda dari polwan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang sudah ada peraturan khusus.

''*Ya gak* ada masalah (polwan tidak berjilbab lagi), memang peraturan
seperti itu,'' imbuhnya. *(dilengkapi Tonny Ade Irawan dari Bojonegoro/nw)

http://jawapos. com/halaman/ index.php? act=detail& nid=57753
*

Kapolda Jatim “Anton Bachrul Alam : Saya Mendorong Anggota Jadi Lebih Religius”

Wawancara Kapolda Jatim Anton Bachrul Alam

Polda Jatim di bawah kepemimpinan Anda terlihat lebih religius. Komentar Anda?

Sebenarnya sederhana saja. Bila anggota tidak dekat dengan Allah, pasti akan banyak penyimpangan. Entah itu pelanggaran kewenangan ataupun masalah internal, seperti bunuh diri dan sebagainya.

Karena polisi mempunyai kewenangan paksa yang luar biasa, adalah sangat berbahaya bila secara mental polisinya sudah tidak benar. Bagaimana mau membersihkan, bila sapunya tidak bersih? Lagi pula pendekatan religius ini cocok dengan karakteristik masyarakat Jawa Timur.

Bagaimana Anda melihat karakteristik masyarakat Jawa Timur?

Saya membaca kearifan lokal masyarakat Jawa Timur adalah agama. Jadi, berkeliling masjid itu salah satu strategi saya dalam melakukan pengamanan.

Saya merasakan sendiri bahwa anggota di lapangan sudah cukup mudah membaur dengan masyarakat. Dengan Kapoldanya sendiri turun ke bawah, berkeliling dan berjumpa masyarakat, saya harapkan koordinasi pengamanan antara polisi-masyarakat jadi jauh akan lebih baik. Bila sudah lebih baik, daerah akan menjadi relatif lebih aman.

Namun, tak semuanya mengartikan seperti itu. Dengan langkah Anda ini, ada yang menyebut Anda sedang melakukan islamisasi di Polda Jatim. Apa nggak terlihat Anda overacting?

Ha ha ha… Saya kira tidaklah. Justru itu anggapan yang berlebihan. Memang benar, saya mendorong anggota untuk menjadi lebih religius. Tapi, tidak hanya Islam. Bagi yang beragama non-Islam, ya lebih religius sesuai agamanya. Jadi bukan islamisasi ini.

Contohnya, saya pernah bicara di hadapan 2.500 jemaat di Keuskupan Surabaya. Saya meminta ke Mgr Sutikno (Uskup Surabaya Vincentius Sutikno Wisaksono, Red) untuk membina mental anggota saya yang Kristiani. Saya titipkan kepada mereka.

Saya jamin, Polda Jatim tidak akan berubah menjadi sektarian. Polda tetap mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat dari semua agama. Bukan hanya yang beragama Islam. Bila saya mendorong anggota untuk lebih religius, itu semata-mata demi kebaikan masyarakat itu sendiri. Tak ada maksud tertentu di balik itu.

Ada yang nyeletuk, jangan-jangan gapura mau masuk Polda Jatim itu nanti Anda ubah menjadi kubah?

Ha ha ha ha… tidak. Sama sekali tidak ada rencana menggantinya dengan kubah. Beberapa waktu lalu, bagian depan pagar itu tiba-tiba jatuh. Mungkin dulu konstruksi pembangunannya yang kurang bagus atau bagaimana, hingga tiba-tiba rompal sendiri. Itu kami perbaiki dan saya jamin tetap sama bentuknya seperti sebelumnya.

Sekali lagi, saya memang menghendaki anggota saya religius. Karena tugas polisi memang amar ma’ruf nahi munkar -mendorong kebaikan dan memerangi kemungkaran. Tugas itu akan lebih lancar bila anggotanya dekat dengan Tuhan. Tapi, bukan berarti saya mengubah Polda Jatim menjadi Polda Islam Jatim. Saya minta masyarakat proporsional melihat hal ini.

Dengan kegiatan-kegiatan religius yang Anda imbau untuk dilaksanakan di Polda Jatim, apa tujuan Anda sebenarnya?

Begini, masyarakat selalu menginginkan figur polisi yang seperti malaikat. Artinya, selalu tersenyum, baik, melayani dengan baik dan tulus, dan bisa menjadi teladan. Bagaimana itu bisa didapat bila secara internal dan kejiwaan sendiri polisinya saja sudah tidak benar.

Makanya, menurut hemat saya, pembenahan paling utama dari perubahan paradigma Polri adalah dari jiwa polisinya sendiri. Dan, membuatnya menjadi religius adalah salah satu cara pembenahan itu.

Singkatnya, tujuan saya adalah menjadikan anggota saya menjadi lebih baik seperti yang diinginkan masyarakat. Lebih baik dalam hal kinerja dan terutama lebih baik dalam hal pelayanan ke masyarakat.

Apa pelanggaran atau perilaku anggota yang paling tidak Anda sukai?

Melayani masyarakat dengan buruk. Itu hal yang paling tidak saya suka. Bila menemuinya, saya pasti langsung menindaknya. Sebagian besar masyarakat yang datang ke polisi adalah dalam kondisi susah. Sudah susah, terus polisinya melayaninya tak benar pula.

Seorang polisi harus memuliakan tamunya. Itu sudah menjadi harga mati bagi saya. Untuk itu, kami sudah membangun sebuah website yang khusus untuk melayani komplain atau pengaduan dari masyarakat. Sekecil apa pun akan kami proses. Saya tidak main-main dalam hal pelayanan ke masyarakat. (kum)

Anton Bachrul Alam & Upaya Mengajak Polisi 'ke Jalan yang Benar'

Senin, 19 Oktober 2009 07:13 Irjen Anton Bachrul AlamSurabaya - Irjen Anton Bachrul Alam akan menempati pos barunya, staf ahli kapolri. Kapolda Jatim selanjutnya akan dijabat oleh Brigjen Pratiknyo yang sebelumnya Waka Baintelkam Mabes Polri.

Sejak menjabat pada 20 Februari 2009 lalu, Anton melakukan berbagai kebijakan dan terobosan yang berbeda dibanding kapolda-kapolda sebelumnya. Anton berupaya keras memperbaiki citra polisi dan mengedepankan unsur religinya.

Selang 3 hari menjabat sebagai kapolda, pria kelahiran Mojokerto 15 Agustus 1956 lalu langsung menelorkan kebijakan kepada seluruh anggotanya menjalankan salat lima waktu tepat waktu dan mengaji hingga khatam 30 juz.

Anton yang sering mengenakan sorban ini mengimbau kepada anggotanya, ketika mendengar adzan waktu salat, semua anggota khususnya yang beragama Islam diminta meninggalkan pekerjaannya selama 10 menit untuk menunaikan salat.

Sedangkan anggota yang beragama lain, diminta berkumpul di suatu tempat untuk menggelar doa sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

Selain meminta anggota salat lima waktu, kapolda juga menyeleksi 30 anggota yang bisa membaca Al-Quran dengan lancar dan tartil, untuk menghatamkan Al-Quran hingga 30 juz di ruang kerjanya.

Bahkan, di polres maupun polsek lansung menindaklanjuti dengan mengadakan siraman rohani bagi para tahanan.

Polwan Berjilbab

Perwira yang saat ini mempunyai 2 bintang di pundaknya itu, mengimbau anggota polwan untuk mengenakan jilbab. Menurutnya, tujuan mengenakan jilbab untuk mengajak anggotanya ke jalan yang benar karena dengan memakai jilbab, berarti menutup aurat seorang wanita.

Namun, Anton tetap mentoleransi kepada mereka yang tidak mengenakan jilbab. "Kan ada yang disuruh, tapi tidak mau. Mungkin itu belum saatnya," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bachrul Alam beberapa waktu lalu di Mapolda Jatim.

Perwira tinggi yang satu ini, juga berbeda dengan kapolda - kapolda sebelumnya. Semenjak menjabat sebagai Kapolda Jatim, Anton rajin melakukan pendekatan ke masyarakat dengan cara berkunjung ke masjid-masjid di Surabaya dan sekitarnya serta beberapa daerah ponpes di Jawa Timur.

Ketika melakukan kunjungan kerja ke suatu daerah dan mendengar adzan, Anton beserta rombongannya langsung berhenti sejenak di masjid terdekat dan menggelar salat berjamaah. Rajinnya beribadah yang dilakukan Anton menyebabkan warga di Jawa Timur menjuluki sebagai kapolda santri.

Di setiap waktu subuh, kapolda yang dikenal religius ini, juga sering keliling ke masjid-masjid dan mengikuti salat berjamaah. Beberapa waktu yang lalu, Kapolda juga menggelar kegiatan i'tikaf di Masjid Nurul Huda, kompleks Mapolda Jatim. Setiap anggota diminta I'tikaf di Masjid Nurul Huda selama 3 hari dan tidak diperkenankan pulang. I'tikaf tersebut juga diikuti jamaah dari luar anggota Polda Jatim.

Program Quick Win

Untuk meningkatakan pelayanan masyarakat, Anton juga meluncurkan program Quick Win. Program tersebut merupakan salah satu upaya memberikan pelayanan polisi kepada masyarakat yang cepat. Quick Win itu diterapkan di Polda Jatim serta kesatuan wilayah Polwil, Polwiltabes maupun Polres dan Polresta.

Program pelayanan Quick Win dapat ditemui masyarakat di kesatuan lalu lintas yakni, Samsat Corner, SIM Corner, Samsat Drive Thrue dan Safety Riding. Dengan adanya SIM Corner, masyarakat yang ingin memperpanjang SIM-nya tidak perlu antre lama lagi. Hanya kurang lebih 30 menit, SIM perpanjangan tersebut sudah jadi.

Di kesatuaan reserse kriminal di polda dan jajaran, polisi akan menangani kasus ringan paling lama 10 hari. Kategori sedang maskimal 20 hari dan kategori berat 30 hari. DTK

Subuh Bersama Ustadz Anton Bachrul Alam

Subuh terasa begitu dingin, karena malam harinya kota Banjarmasin diguyur hujan, meski tak begitu lebat namun hujan yang turun mulai waktu sholat Isya sampai saat sahur itu cukup membuat badan ini terasa tak ingin keluar dari dalam selimut. Namun adzan subuh sudah berkumandang, ’sholat lebih baik daripada tidur’. Sayapun bangun untuk mengambil air wudhu dan bergegas pergi ke masjid. Baru saja ketika hendak memasuki ruangan masjid, dari arah pintu gerbang masjid nampak iring-iringan mobil dan motor memasuki halaman masjid kami. Siapa yang datang ini? Karena tidak ingin ketinggalan menunaikan sholat sunat Rawatib sayapun tidak begitu memperhatikan lebih lanjut dan langsung mengambil tempat disalah satu shaf untuk melaksanakan sholat sunat.

Usai melaksanakan sholat sunat, ruangan masjid sudah dipenuhi oleh orang-orang berbaju gamis putih dan bersorban. Juga ada beberapa orang yang berpakaian dinas polisi. Ada satu pria yang langsung menarik perhatian saya, beliau adalah bapak Brigjen Polisi Anton Barchrul Alam, yang sejak bulan Mei 2008 lalu menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan. Alhamdulillah masjid kami yang sederhana ini akhirnya mendapatkan kunjungan dari seorang jenderal bintang satu juga. Sebelumnya memang sempat ada kabar bahwa bapak Kapolda Kalsel akan berkunjung subuh ramadhan pertama. Namun mungkin saat itu beliau ada acara lain hingga tidak dapat hadir, dan subuh ramadhan ke sebelas ini beliau baru mempunyai kesempatan berkunjung ke masjid kami.

Penampilan beliau begitu sederhana dengan baju gamis putih dan sorban, sama sekali tidak menunjukkan tampang seorang jenderal polisi bintang satu yang harus ditakuti. Namun sebaliknya beliau nampak begitu simpatik, begitu ramah dan berwibawa. Saya jadi teringat disalah satu koran daerah, saya pernah membaca di kolom pembaca, ada yang berkomentar bahwa, seorang polisi seperti bapak Brigjen Anton Bachrul Alam lah yang cocok untuk menjadi Kapolda Kalimantan Selatan, karena memang Kalsel cukup dikenal sebagai propinsi yang agamis. Melihat beliau subuh ini saya lebih suka memanggil beliau (jika diizinkan) dengan sebutan al ustadz Anton Bachrul Alam.

Ustadz Anton Bachrul Alam lahir pada tanggal 15 Agustus 1956 di Mojokerto, Jawa Timur. Masa kecil beliau boleh dibilang kurang begitu bahagia, beliau sempat dititipkan satu tahun bersama pakde beliau, saat ayahanda beliau menjalani sekolah sebagai seorang prajurit TNI. Setelah itu barulah beliau ikut bersama ayahanda beliau tugas di kota Ambon. Sejak kecil beliau bercita-cita ingin menjadi prajurit TNI AL. Namun entah kenapa Allah berkehendak lain, saat menjalani pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata, beliau dimasukan ke jurusan Akademi Kepolisian. Beliau juga keluarga memang sempat kecewa waktu itu, namun beliau iklhas dan pasrah menjalani apa yang menjadi pilihan Allah. Namun siapa sangka setelah 20 tahun bertugas sebagai seorang polisi, beliau mampu menjadi seorang jenderal.

Saya teringat ucapan beliau ketika memberikan ceramah usai sholat subuh tadi, meskipun beliau adalah seorang Kapolda, namun ternyata tidak semua tentang hal-hal yang benar telah beliau ketahui. Beliau menceritakan saat beliau ikut iktikab di masjid, beliau mempelajari banyak hal baru tentang kebenaran. Di kota Banjarmasin memang ada kelompok iktikab yang rutin melakukan iktikab keseluruh penjuru Kalsel, Indonesia bahkan negara lain. Kebetulan ayahanda mertua saya juga turut dalam kelompok iktikab tersebut, kelompok pengajian dan iktikab haji Lutfi, begitu biasa beliau menyebutnya. Selama beberapa tahun terakhir ini ayahanda mertua saya memang rutin sekali menjalani tugas iktikab diberbagai daerah. Alhamdulillah, hasilnyapun nampak terlihat jelas pada diri beliau, ketenangan, derajat yang lebih tinggi, dan dibebaskan dari semua kesukaran hidup. Terkadang saya merasa iri, ingin turut menjalankan iktikab juga namun karena kesibukan pekerjaan yang tidak mungkin bisa saya tinggalkan untuk beribadah dirumah Allah berhari-hari tanpa melakukan kegiatan lain, rasanya saat ini saya masih belum mampu melaksanakannya.

Sejak menjabat sebagai Kapolda Kalsel, ustadz Anton Bachrul Alam memang sangat rajin menyerukan kepada jajarannya untuk tidak ketinggalan sholat lima waktu, untuk pergi iktikab dan memperbanyak ibadah. Disamping itu beliau juga sholat berkeliling kota Banjarmasin, baik untuk bersilaturahim juga mengajak warga sekitar untuk terus mendekatkan diri kepada Allah. Karena kata beliau, semakin banyak warga yang selalu mengingat Allah, maka semakin ringan tugas polisi sebagai pengemban amanah untuk menjaga keamanan. Ibadah itu mencegah perbuatan mungkar.

Ada satu hal yang kini menjadi pertanyaan dalam hati saya, yaitu ketika beliau menyampaikan alasan kenapa beliau mengenakan sorban, bahwa ’sholat dua rakaat mengenakan sorban lebih baik dari sholat 70 rakaat tanpa mengenakan sorban.’ Sayapun tergerak untuk mengenakan sorban juga, namun saya ragu, karena saya bukanlah seorang ulama atau juga ustadz apakah saya pantas mengenakan sorban?

Saya pun mulai mencari literatur mengenai sorban ini dan saya terkejut sekali ketika menemukan kutipan hadits yang disampaikan ustadz Anton Bachrul Alam subuh tadi ternyata adalah hadits yang lemah bahkan palsu. Berikut hadits lengkapnya.

رَكْعَتَانِِ بِعِمَامَةٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بَلَا عِمَامَةٍ

“Sholat dua raka’at dengan memakai sorban lebih baik dibandingkan sholat 70 raka’at, tanpa sorban”. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthiy dalam Al-Jami’ Ash-Shoghir ()]

Hadits ini maudhu’ (palsu), sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (128), ‘Hadits ini palsu’. Selanjutnya, beliau juga komentari ulang hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (5699). Jadi bagaimana? apa yang menjadi dasar anjuran mengenakan sorban dan gamis? dan apakah orang yang bukan ulama atau ustadz boleh mengenakannya.

Akhirnya segudang pertanyaan saya itupun terjawab ketika saya berkunjung ke Majelis Rasulullah. Habib Munzir menjelaskan bahwa mengenakan sorban dan gamis adalah sunnah rasulullah nabi Muhammad saw. Dan mengerjakan apa yang disunnahkan akan membuat kita lebih dicintai oleh Allah swt. Dan semua orang muslim boleh mengenakannya. Waullahua’lam.

Alhamdulillah, satu ilmu lagi telah saya dapat dan semoga ilmu ini juga dapat berguna bagi kita semua. Amien.

http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=13687&lang=id#13687
http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=8&id=11750&lang=id#11750

Brigjen Pol Anton Bachrul Alam dan Nuansa Beda di Polda Jatim

Bangun Pukul 03.00, Sebulan Kunjungi 60 Masjid

Belum genap sebulan menjabat, Kapolda Jatim Brigjen Pol Anton Bachrul Alam sudah menjadi buah bibir. Dia berusaha mengubah citra polisi menjadi lebih religius. Seperti apa?

Kardono Setyorakhmadi, Surabaya

---

JARUM jam masih menunjukkan pukul 03.45 WIB. Namun, pada waktu sepagi itu, Anton Bachrul Alam sudah bersiap-siap. Mengenakan baju gamis putih lengkap dengan sorban, Anton sudah masuk ke mobil dinasnya.

''Ini sudah termasuk kerinan (kesiangan, Red). Biasanya, sebelum setengah empat, Bapak sudah siap,'' bisik seorang staf ADC (aide de camp, ajudan, Red) kepada Jawa Pos yang menyanggong di rumah Kapolda. Biasanya, imbuh ajudan itu, belum pukul 03.30, Anton sudah siap dan meluncur.

Padahal, selepas tengah malam Anton baru pulang ke rumah dinasnya di Jalan Bengawan. Sebab, malamnya ada rapat soal konsolidasi pengamanan pemilu dengan stafnya. ''Sudah biasa. Pulang di atas jam 24.00, namun pukul 03.00 sudah bangun. Itu sudah kebiasaan Bapak,'' katanya.

Ajudan yang tak mau disebut namanya itu mengatakan, boleh dikatakan, selain mencatat jadwal kegiatan Kapolda, ada satu pekerjaan lagi yang harus dia kerjakan. Apa itu? ''Mengumpulkan data semua masjid di Surabaya,'' tuturnya. Selama hampir empat minggu bertugas, Anton telah mengunjungi 60 masjid di Surabaya.

Anton memang punya kebiasaan unik. Yakni, mengunjungi semua masjid yang ada di tempatnya bertugas. Seperti pagi itu, Anton mengunjungi Masjid Al-Ikhlas, sebuah masjid kampung yang beralamat di Jalan Gadung. Menurut ajudannya, dari ratusan masjid yang ada di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, Anton telah mengunjungi sekitar 60 di antaranya.

Tentu saja kedatangan Anton disambut baik masyarakat setempat. Bahkan, Anton pun didapuk menjadi imam. ''Jarang-jarang ada pejabat yang mau berkunjung ke sini. Kapan lagi, Kapolda menjadi imam,'' kata Rustam, salah seoang warga. Usai salat Subuh, Anton pun "ditodong" memberikan taushiyah. Setelah itu, sejumlah jajanan pasar dan kopi krim hangat pun tersaji untuk menemani dialog singkat antara warga dan Anton. Kapolda pun memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menumpahkan uneg-uneg kepada polisi. Dialog itu akhirnya usai ketika Anton pamit untuk menjemput Wakapolri Komjen Pol Makbul Padmanegara di Bandara Juanda.

Anton sendiri mengatakan ada sejumlah alasan mengapa dirinya berkunjung ke masjid-masjid kampung. ''Pertama, untuk sebuah penghargaan kepada rumah Allah. Selama berdiri bertahun-tahun, banyak masjid kampung yang belum didatangi pejabat. Untuk membuat para pegiat yang memakmurkan masjid menjadi semangat, saya bersedia datang,'' ucap jenderal polisi bintang satu tersebut.

Yang kedua, sebagai salah satu metode pendekatan polisi dalam hal trust building. ''Masyarakat akan tahu bukti nyata bahwa pimpinan Polri tak segan-segan turun ke bawah untuk berdialog,'' tandasnya. Ini salah satu akselerasi polmas yang dilakukannya. Bila masyarakat sudah menerima kehadiran dirinya, Anton berharap bisa lebih mudah bagi anggotanya di bawah untuk masuk, membaur, dan menjadi mitra masyarakat.

Bila sudah tercipta kemitraan yang baik seperti itu, Anton yakin tak akan ada masalah dengan keamanan. ''Bila masyarakat bersatu dan di-back up polisi, daerah pun akan menjadi aman,'' kata pria kelahiran 15 Agustus 1956 tersebut.

Namun, tentu saja bukan karena dua alasan itu saja, Anton selalu mendatangi masjid untuk salat. Selama ini dia memang dikenal religius.

Sembilan tahun Anton selalu salat wajib di masjid. ''Saya tak salat di masjid bila berada di pesawat atau dalam kondisi yang tak memungkinkan untuk pergi ke masjid,'' urainya. Menurut perwira kelahiran Mojokerto 53 tahun silam tersebut, ke masjid sudah menjadi hobinya.

Yang juga membuat Anton menjadi dikenal adalah sejumlah perubahan di lingkungan kerjanya. Pertama, gerakan khataman Alquran. Setiap pagi di Mapolda Jatim ada 33 orang yang selalu berjaga dan melakukan khataman Alquran. Setiap satu orang membaca satu juz, dan tiga lainnya cadangan. Maka, dalam waktu tak lebih dari dua jam, setiap pagi Alquran selesai dibaca di Mapolda Jatim. ''Kami senang-senang saja, karena kantor menjadi lebih adem,'' ucap salah seorang perwira menengah yang tak mau disebut namanya mengomentari gerakan khataman Alquran tersebut.

Bukan itu saja. Anton juga mengimbau jajarannya untuk melafalkan asma'ul husna setiap usai apel pagi. Maka, kini bukanlah hal yang aneh bila melihat banyak polisi yang komat-kamit menghafal 99 nama Allah tersebut. ''Saya tak menginstruksikan, tapi saya mengimbau saja. Mau dilaksanakan atau tidak, kembali ke kebijakan satuan wilayah masing-masing,'' tutur mantan Wakadiv Humas Mabes Polri tersebut.

Selain itu, dia minta agar para polwan tak sungkan-sungkan lagi mengenakan jilbab. Anton berpendapat, berbusana muslimah tak menjadi halangan bagi polwan untuk melaksanakan tugas. ''Memang belum ada aturannya. Tapi, saya kira di lingkungan Polda Jatim tak ada masalah terkait antara kinerja dan busana muslim. Jadi, bagi saya, silakan saja bagi para polwan untuk mengenakan jilbab,'' tandas perwira yang lama berdinas di satuan lalu-lintas tersebut.

Anton mengatakan, salah satu hal yang ingin dicapainya adalah menjadikan anggota lebih religius. ''Bila anggota dekat dengan Tuhannya, dia pasti dilindungi. Karena menjaga keamanan adalah sebuah amanat, tentu saja harus ada dalam lindungan Allah. Bila sudah seperti itu, semuanya akan berjalan lancar,'' jelasnya.

Religiusitas Anton memang tak diperoleh dengan tiba-tiba. Menurut dia, titik balik religiusitasnya terjadi sekitar 2000. ''Usai saya pulang haji pertama,'' ucapnya. Setelah pulang haji, Anton merasakan dorongan yang sangat kuat untuk berubah lebih religius. ''Salat yang awalnya biasa-biasa saja, menjadi bagus. Yang jarang mengaji, menjadi tiap hari mengaji. Yang tak pernah salat malam, menjadi salat malam. Dan, saya selalu ingin tiap salat di masjid,'' tandasnya.

Justru Anton mengaku selama naik haji pertama itu, dia tak mengalami pengalaman religius yang eksotis. ''Bahkan, saya merasa ibadah haji saat itu kurang sempurna,'' urainya. Di Padang Arafah -yang konon merupakan tempat pertemuan antara Adam dan Hawa setelah diturunkan ke bumi- Anton mengaku tak berdoa sama sekali. ''Saya tak tahu bahwa Padang Arafah adalah tempat yang diyakini orang yang berdoa di sana lebih mustajabah (gampang dikabulkan, Red). Malah saya tidur-tiduran saat berada di Padang Arafah,'' kenangnya, kemudian tersenyum.

Namun, entah mengapa, begitu pulang, Anton merasakan desakan tak tertahankan untuk berubah. ''Dan, Alhamdulillah, jadilah saya seperti sekarang ini,'' tuturnya. (nw)

Sumber: Jawa Pos