Rabu, 26 Oktober 2011

Bayan Mufti Lutfi Yusuf Pada Pertemuan Jawa Barat

Assalamu’alaikum wa RahmatuLlahi wa Barakatuh

Setelah beliau memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw lalu membaca ayat Al Quran dan hadits Nabi Muhammad.

Hadirin yang di muliakan Allah SWT

Saat ini orang berusaha mencari hasil bumi. Nabi juga bersabda, manusia itu barang tambang sebagaimana barang tambang emas dan perak. Berbagai macam alat digunakan untuk menggali sumber daya alam. Dalam diri manusia juga ada potensi yang mahal. Jangan dikira dalam diri seorang preman atau orang-orang yang dianggap hina dalam masyarakat ternyata ada sesuatu yang sangat berharga. Satu-satunya cara untuk menggali kemuliaan manusia adalah dengan usaha dakwah.

Begitu rahimnya Allah kepada umat ini maka usaha dakwah diberikan kepada Nabi Muhammad dan para pengikutnya. Jalan hidup nabi adalah mengajak manusia untuk mengabdi kepada Allah dengan ‘bashirah’ (pandangan hati) dan ini adalah kerja Nabi dan orang yang beriman kepada nabi. Hasil pertama yang didapat jika seseorang yang berdakwah adalah dirinya dibersihkan dari kemusyrikan. Janganlah seseorang berkoar bahwa dirinya dengan belajar tauhid bertahun-tahun lalu bebas dari kemusyrikan, sekali-kali tidak jika orang tersebut belum berdakwah. Jangankan manusia biasa. Nabi Musa as belajar di tempat yang suci dan diajari langsung oleh Allah mengenai tauhid, tapi musa belum terbebas dari kemusyrikan. Ketika Musa ditanya, apa yang ada ditangan kananmu hai Musa? Ini tongkat saya banyak kegunaannya. Dan Musa gagal dalam ujian pertama walaupun baru belajar tauhid. Ujian kedua Allah perintahkan kepada Musa untuk membuang tongkatnya yang dia sangat cintai lalu tongkatpun berubah menjadi ular. Ujian ketiga ketika tongkat telah berubah menjadi ular, Allah perintahkan untuk mengambil ular tersebut. Tauhid tidak cukup dalam pengetahuan tauhid saja namun harus dibuktikan dengan perbuatan.

Allah akan memperbaiki keimanan Nabi Musa dengan menghantarkan Musa ke medan dakwah. Allah perintahkan Musa untuk berdakwah kepada Fir’aun. Setelah beberapa lama digembleng dalam dakwah. Saat Musa dikejar-kejar Firaun dan bala tentaranya. Di depan mereka ada lautan dan dibelakang mereka ada Firaun dan bala tentaranya. Pengikut beliau yang nota benenya hanya beribadah namun tidak berdakwah, ketika menghadapi situasi ini mereka mengatakan, wahai Musa celaka kita?? Pengikutnya yang selama 40 tahun belajar kepada Musa dan Mursyidnya adalah seorang Nabi namun keimanan mereka sangat lemat kepada Allah SWT.

Pengikutnya masih takut kepada makhluk.

Kalau seorang yang sudah tidak lagi dimedan dakwah, walau pun sekarang dia memakai sorban dan memelihara jenggot, namun nanti ketika akan ada cobaan bahwa yang demikian adalah teroris maka mereka akan melepas soban dan mencukur jenggot-jenggot mereka. Jika sekarang seorang wanita memakai purdah namun dia tidak lagi di medan dakwah lama-kelamaan purdah akan dia lepas. Seorang anak kecil di Francis yang hidup dalam medan dakwah di rumahnya. Di sekolahnya gurunya membujuk untuk melepas jilbabnya, namun dia tidak mau melepas jilbabnya. Lalu gurunya bertanya lagi keanak tersebut, bagaimana caranya agar kamu mau melepas jilbab. Anak itu berkata, ibu ambil pedang dan tebas leher saya hanya dengan cara yang demikian jilbab saya bisa terlepas.

Sedangkan Musa mengatakan ‘inna ma’iya Rabby sayahdiin’ –sesungguhnya bersama saya Rabb saya dan dia akan memberi petunjuk-. Pada saat tersebut Musa mampu melupakan tongkatnya yang bermanfaat ketika memakan ular-ular penyihir Firaun. Mampukah karkun untuk menafikan sesuatu yang ada pada dirinya dan hanya bergantung hanya kepada Allah.

Para pegiat dakwah hendaknya jangan menggantungkan dakwah dengan kebendaan. Jika kita diuji dengan dua pilihan antara jadwal jaulah dengan bisnis yang menghasilkan $1.500 yang cukup untuk keluar ke India Pakistan, dan Banglades. Kalau dia pilih bisnisnya dan meninggalkan jaulahnya, dengan berkeyakinan dengan uang itu dia bisa ke IPB itu bagaikan orang yang membeli alas kaki untuk berjalan tapi memotong kedua kakinya. (Maulana Yunus). Dia mengasakan dakwah dengan ‘bashar’ bukan dengan ‘bashirah’.

Seorang ulama di Indonesia yang selsai belajar di Madinah dan ikut dakwah. Lalu diteror oleh teman-temannya. Wahai ustadz kenapa kamu ikut orang-orang musyrik dan penuh dengan kebid’ahan. Ulama tersebut menjawab memang ada hal-hal tersebut dalam diri mereka namun saya yakin dengan janji Allah, orang-orang yang berjihad dijalan kami, pasti kami akan tunjukan jalan-jalan hidayah.

Memang ketika baru memulai dakwah, kesyirikan masih ada dalam diri-diri orang yang berjalan di jalan dakwah, namun selama mereka menjadikan dakwah sebagai jalan hidup mereka sedikit-sedikit Allah akan membersihkan memusyrikan dari diri mereka.

Dalam dakwah tidak boleh berpecah belah. Dalam taklim boleh berbeda-beda. Silakan anda belajar ke Madinah, Mesir, Lirboyo, Temboro, Magelang, ke Banten silakan. Perbedaan dalan hokum fiqih adalah rahmat. Ada ucapan seorang yang mengatakan sesuatu yang membuat saya tercengang ketika mendengarnya dan mungkin anda akan tercengang pula, yaitu : jika ada seorang Alim yang menginginkan mengumpulkan umat semua dalan satu madzhab itu tidak akan terjadi dan Allah tidak akan Ridha. Allah ingin sunnah Nabi Muhammad tetap terjaga hingga hari Kiamat. Nabi pernah shalat subuh dengan qunut dan tanpa qunut. Jika umat ini hanya dikumpulkan dalam madzhab yang tidak menggunakan qunut, maka sunah Nabi shalat subuh dengan qunut akan hilang.

Rasulullah Shalat di Mina dan di Makkah waktu haji di qasar menjadi dua rakaat, demikian juga Abu Bakar, dan Umar. Lalu ketika Utsman menjadi Amirul Hajj beliau shalat empat rakaat, lalu Abdullah bin Mas’ud mengkritik Utsman dengan memberitahu bahwa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar telah shalat qasar dua rakaat. Namun Abdullah bin Mas’ud tetap shalat berjamaah dengan Utsman sebanyak empat rakaat di depan murud-muridnya. Setelah selesai shalat murid-muridnya bertanya, wahai guru kenapa kamu mengkritik Utsman namun engkau ikut shalat empat rakaat. ‘alkhilafu ‘asyad’ perpecahan itu lebih berat lagi. Sedangkan Rasulullah bersabda untuk mengikuti sunnah Nabi dan sunnahnya 4 khulafaur rasyidin al mahdiyyin. Mengikuti Utsman juga termasuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw.

Jangan mencoba-coba menghina SHAHABAT Nabi saw. Imam Malik berfatwa orang yang menghina dan membenci shahabat adalah KAFIR. Jangan bersahabat dengan mereka, jangan terkesan dengan buku-buku mereka yang menghina shahabat.

Seorang bertanya kepada Abdullah bin Mubarak ra. mana yang lebih mulia antara Umar bin Abdul Aziz rah.a dengan Muawiyah ra. Dijawab, debu-debu yang menempel dihidung keledai Muawiyah ketika berjalan bersama Rasulullah tidak bisa dibandingkan dengan amalan Umar bin Abdul Aziz.

Tabiin tidak bisa menyamai shahabat. Shahabat tidak bisa menyamai Nabi. Walaupun ada seorang tabiin yaitu, Uwaisy Alqarni yang memerintahkan Umar untuk meminta doa kepadanya jika bertemu. Namun kemuliaan Uwaisy tidak bisa menyamai kemuliaan shahabat.

Begitu juga kita tidak boleh menghina Alqamah yang terhalang mengucapkan LaailahaillaAllah karena ibunya tersinggung dengan perbuatannya. Karena kemuliaan Alqamah tidak bisa dibandingkan dengan tabiin dan seterusnya.

Syaikh Ilyas ditanya orang. Kerja yang kamu buat sekarang ini banyak melalaikan hak makhluk, bagaimana ini? Dijawab, betul. Saya akui kerja yang saya galakan sekarang ini banyak mengurangi hak makhluk, tapi dengan seorang mengambil usaha ini dengan sebab usahanya banyak orang-orang yang dahulunya melalaikan hak makhluk setelah mendapat hidayah dia menjadi orang-orang yang menunaikan hak makhluk.

Semua kelalaian yang dilakukan dai dalam menjalankan usaha dakwah semuanya akan dibayar oleh Allah SWT. Orangtua di akhirat menuntut anaknya yang dai karena waktunya kurang dalam berbakti kepada kedua orangtuanya disebabkan usaha dakwah yang ia perjuangkan. Allah akan menawarkan kepada orangtua tersebut maukah kalian memaafkan anakmu dan akan aku masukkan kalian berdua ke dalam surga?

Jangan berpecah belah dalam dakwah.

Taklim dibuat untuk menopang dakwah.

Ibadah dibuat untuk menopang dakwah.

Dzikir dibuat untuk menopang dakwah.

Khidmat dibuat untuk menopang dakwah.

Sekarang ini banyak orang yang ibadah dan banyak orang yang tahajud. SBY tahajud, Amin Rais tahajud, Hamzah Haz tahajud, petani tahajud, karyawan tahajud, namun ibadah yang benar adalah ibadah –tahajud- untuk persiapan dakwah. Jangan tahajud untuk uang, bisnis lancar, ingin jadi presiden, dan lain-lain.

Keanehan dunia jika karkun tidak tahajud, keanehan berikutnya jika karkun masbuk, dan parahnya lagi jika karkun masih merokok. Malaikat tidak akan datang kepada orang yang tahajud yang mulutnya berbau rokok.

source : http://imanyakin.wordpress.com/2011/07/19

Bayan Mufti Lutfi Yusuf Pada Musyawarah Indonesia

- Bantu Agama Allah Atau Bantu Muslim -

Ada dua kiat menghadirkan Nusrotullah karena tidak ada satupun yang bisa kita selesaikan tanpa pertolongan Allah SWT. Bahkan Nabi SAW menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak dzikir bacaan “La Haula Wala Quwwata Illa Billah” (tidak ada kekuatan selain kekuatan Allah). Ini maksudnya apa ? Maksudnya adalah tidak ada satu kekuatan kita untuk melakukan ketaatan ataupun menghindari kemaksiatan selain dari pertolongan Allah. Begitupula kita sebagai hamba yang sangat berhajat kepada pertolongan Allah diwajibkan atas kita membaca doa sebanyak 17 kali dalam satu hari “Iyyakana Budu wa Iyyaka nashta’in” (Kepadamulah aku menyembah dan memohon pertolongan).

Allah menjanjikan kepada siapa Nusrotullah / pertolongan Allah akan diberi :

1. Firman Allah SWT : Intansurrulloha yansurkum :

“Barangsiapa membantu agama Allah pasti Allah akan membantu kalian”

2. Sabda Nabi SAW : Wallahu fi ainil abdi makana abduhu fi aunil akhi :

“Allah akan membantu seorang hamba selama hambanya membantu saudaranya tersebut.”

Ada 2 kerja yang bisa mendatangkan pertolongan Allah tersebut :

1. Membantu Agama Allah

2. Membantu Saudara Kita

Waktu Ijtima di Pakistan, datanglah seorang pemain kricket yang terkenal diantara negara-negara commonwealth (jajahan ingris), namanya Imron. Pemain kaya karena hasil olah raganya. Imran ini pergi menghadap Maulana Saad, sampai akhirnya ditasykil oleh Maulana Saad untuk pergi di jalan Allah. Namun si pemain cricket ini mengatakan bahwa dia tidak punya waktu dikarenakan kesibukannya. Sebaliknya dia mengatakan bahwa walaupun dia tidak mempunyai waktu tapi dia sudah banyak menyisihkan hartanya di sedekahkan untuk pembangunan mesjid, madrasah, dan panti asuhan yatim piatu, dsb. Jadi dia merasa harta yang dia dapatkan sudah dia sisihkan untuk kebaikan umat islam. Lalu apa jawaban dari Maulana Saad :

“Wahai Imron kamu sudah berbuat membantu umat Islam tapi kamu belum membantu agama islam.”

Ini beda antara membantu umat Islam dan membantu agama Islam, contohnya :

1. Panti Asuhan Yatim Piatu ini dibangun untuk memelihara ummat islam

2. Mesjid dibuat bagus2, pasang kipas, kasih karpet ini agar umat islam nyaman ibadahnya. Padahal Masjid Nabi SAW sendiri cuman terbuat dari pelepah kurma dan pasir tidak ada kipas dan karpet. Sebenarnya tanpa mesjidpun kita bisa sholat. Di Sudan mesjid cuman dipatok dengan batu. Untuk apa ada mesjid ini untuk Ummat islam.

3. Madrasah dibangun agar bisa memberi kenyamanan bagi ummat islam untuk belajar.
Dijaman Nabi SAW mereka belajar dibawah-bahan pohon tidak ada madrasah di jaman Nabi SAW.

Inilah yang menjadi pertanyaan bagi Maulana Saad :

“Kamu memang sudah membantu umat Islam namun apa yang sudah kamu kerjakan untuk agama Islam ?”

Mendapatkan pertanyaan seperti ini si Imron ini terkejut, karena baru kali ini ada ulama yang bertanya seperti itu. Sekarang banyak orang yang sudah merasa membantu agama Islam padahal belum, ini dikarenakan yang mereka lakukan adalah untuk membantu umat Islam, bukan agama Islam. Kita tidak boleh menafikan apa yang orang sudah lakukan untuk umat Islam, karena semuanya juga berpahala jika dilakukan. Dari membangun masjid, madrasah, panti asuhan, semuanya ini akan mendatangkan pahala.

Namun janji Allah adalah “Barangsiapa membantu agama Allah maka Allah akan bantu dia” Janji Allah yang pertama ini adalah bagi yang membantu agama Allah baru Allah akan bantu kita. Bagaimana membantu agama Allah ini adalah dengan dakwah yaitu berangkat 3 hari, 40 hari, dan 4 bulan fissabillillah, dengan harta dan diri sendiri.

Kita berkumpul disini dari seluruh propinsi untuk memikirkan kepentingan dakwah atau agama. Kita berkumpul disini tidak untuk bermusyawarah memikirkan bagaimana membangun masjid, ataupun membangun madrasah, ataupun membangun panti asuhan, ataupun kita angkat senjata untuk membantu teman kita berperang di sana, tidak ini bukan tujuan kita bermusyawarah di sini. Itu nanti musyawarah lain. Tapi yang kita pikirkan disini adalah membantu agama Allah yaitu bagaimana agama wujud, agama dapat tersebar, dan rombongan-rombongan dakwah dapat diberangkatkan.

Untuk memahami ini jangankan kita diantara para sahabatpun juga terjadi perbedaan yang cukup menyolok untuk memahami perkara ini. Terjadi perbedaan yang keras antara satu orang sahabat melawan argument seluruh sahabat. Apalagi kita-kita ini yang berusaha untuk memahami. Menjelang Nabi SAW meninggal dunia satu hari sebelumnya Nabi SAW memberikan bayan hidayah kepada rombongan Usamah bin Zaid RA untuk menghadapi tentara Romawi yang akan menyerang kota Madinah. Berangkat petang itu juga, sebelumnya berkemah di tempat namanya al jurk. Namun keesokan harinya Nabi SAW wafat. Atas permintaan Ummu Aiman, ibu daripada Usamah, maka rombongan di tarik balik untuk menghadiri pemakaman Nabi SAW. Setelah Khalifah baru diangkat 3 hari setelah Nabi SAW meninggal, terdengar kabar bahwa :

1. Pasukan Romawi di perbatasan sudah siap untuk menyerang

2. Nabi Palsu dengan bala tentaranya 40.000 orang juga akan menyerang Madinah.

3. Orang Munafiq mulai menentang kebijakan2 yang ada

4. Orang yahudi mulai menghasut di dalam kota Madinah

5. Munculnya banyak orang murtad sebanyak 100.000 orang (padahal ulama2 besar dan sahabat2 masih ada)

6. Orang tidak mau membayar zakat

Apa keputusan Abu Bakar RA sebagai khalifah baru yaitu :

1. Rombongan Usamah RA segera diberangkatkan untuk menghadapi Romawi
2. Menyiapkan Rombongan Khalid bin walid dan Wahsyi untuk menghadapi Nabi palsu.
3. Memerintahkan Umar RA membawa rombongan bergerak sekeliling Madinah
Sehingga yang tertinggal hanya Abu Bakar RA sendiri di Madinah tanpa penjagaan. Para sahabat bingung, karena kok aneh betul ini caranya. Pemikiran para sahabat RA, kalau Madinah kosong, nanti bisa dibunuh istri2 Nabi SAW, bayi-bayi juga juga bisa dibunuh, serigala-serigala yang biasa datang di malam hari bisa memakan mayat-mayat mereka nanti. Maka mereka semua tidak paham perintah amirul mukminin, di otak mereka kita harus mempertahankan Madinah bukan membahayakannya. Tapi apa kata Abu Bakar RA, “Tidak, saya tidak akan merubah daripada perintah Rasullullah SAW, Usamah tetap harus berangkat.” Inilah perbedaan yang terjadi diantara sahabat RA. Mayoritas sahabat RA ini yakin dengan hidupnya umat islam ini yaitu umatnya dijaga, istri2 Nabi SAW dijaga, bayi2 penerus generasi dijaga, maka Islam akan mudah dikembangkan dan Islam pasti akan terpelihara.

Tapi Abu Bakar RA justru pemikirannya berbeda. Abu Bakar RA berkeyakinan jika Islam ini di jaga maka umat Islam akan terjaga, tetapi para Sahabat RA berpikir jika umat islam dijaga maka islam akan terpelihara.

Note dari Penulis :

Ketika itu yang orang-orang fikirkan adalah keselamatan orang-orang islamnya, padahal yang harus dirisaukan adalah bagaimana menyelamatkan agamanya terlebih dahulu. Begitupula yang dilakukan Nabi SAW ketika perang Badr, bahkan sampai Nabi SAW berdoa untuk kemenangan karena jika umat islam hancur di peperangan Badr ini maka habislah islam dari muka bumi. Inilah yang difikirkan Abu Bakar RA yaitu mengirimkan seluruh rombongan untuk menyelamatkan islam. Inilah perbedaan fikir yang mencolok antara satu orang sahabat ini melawan fikir sahabat-sahabat yang lain. Disini ada perbedaan pendapat diantara sahabat yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semuanya.

Abu Bakar RA menyelesaikan masalah dengan menggunakan 2 prinsip :

1. Prinsip Taqwa :

“Saya tidak rela agama berkurang di jaman kekhalifahan saya ini walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat di leher hewan qurban.”

Takwa ini maksudnya adalah Sempurna Amal. Jadi atas dasar prinsip ini, Abu Bakar RA tidak rela dijamannya agama ini berkurang sedikitpun walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat leher hewan korban. Fikirnya Abu Bakar RA ini adalah bagaimana agama dapat sempurna diamalkan oleh umat islam ketika itu. Inilah prinsip yang digunakan untuk menghadapi orang-orang islam yang tidak mau membayar zakat. Jadi mereka diancam akan diberantas jika mereka tidak mau membayar zakat.

2. Prinsip Tawakkal :

“Keluarkan semua laki-laki untuk pergi di jalan Allah. Nanti biar Allah yang menjaga Ummul mukminin, keluarga nabi,bayi-bayi, dan wanita-wanita di madinah.”

Abu Bakar RA lebih rela melihat keluarga Nabi dalam bahaya, dibanding harus melihat agama dalam bahaya. Jadi bagi Abu Bakar RA, derajat Agama ini lebih utama dibanding keluarga Nabi SAW dan ummat islam itu sendiri. Ini sama dengan percakapan Nabi SAW dengan jibril. Ketika itu Jibril AS bertanya kepada Nabi Saw,”wahai Muhammad lebih mulia mana aku atau dirimu ?” Nabi Muhammad Saw menjawab, “Lebih mulia aku karena engkau diutus untuk aku.” Benar kata jibril, lalu jibril bertanya lagi, “Lebih mulia mana engkau atau agama islam ?”, Nabi Saw menjawab, “Lebih mulia islam, karena aku ditus untuk islam.” Agama lebih penting untuk diselamatkan dibandingkan ummat itu sendiri. Abu Bakar RA, mengirimkan semua laki-laki keluar dijalan Allah dan berserah diri kepada Allah atas keadaan di Madinah inilah Tawakkalnya Abu Bakar RA. Prinsip ini yang digunakan untuk menghadapi orang murtad, nabi palsu, dan musuh islam yang mau menyerang madinah dari luar.

Bahkan Umar RA yang terkenal pemberani karena perbedaan pendapat ini, dimarahi oleh Abu Bakar RA. “Wahai Umar RA, kenapa kamu menjadi seorang pemberani seperti ketika masih kafir dan sekarang setelah dalam islam kamu menjadi seperti seorang pengecut.” Maka digebuk umar oleh Abu Bakar RA. Jika Umar RA seorang pemberani berpikir seperti seorang pengecut bagaimana jadinya dengan yang lain, akan makin banyak pengecut2 yang lain.

Note Mubayin :

Percuma jadi karkun, sebelum jadi karkun kelihatan berani, tapi setelah jadi karkun lebih banyak pembenarannya : “Kita harus hikmah” katanya. Ini pengecut namanya.

Marah ketika itu Abu Bakar RA melihat Umar “Apa kamu ini umar pemberani dijaman Jahiliah tetapi pengecut dijaman Islam”. Jika Umar seperti ini bagaimana sahabat2 RA yang lain menyikapinya. Abu Bakar RA tidak ingin Umar RA menjadi seorang pengecut. Digampar ketika itu Umar RA oleh Abu Bakar RA. Namun karena tempelengan Abu Bakar RA ini berdasarkan Taqwa, tiba-tiba terhenyak Umar RA seperti orang baru terjaga dari mimpi. Umar RA dari tempelengan tersebut seakan-akan melihat cahaya, Umar tersentak dan berkata,“benar engkau wahai Abu Bakar”, langsung pergi dia dengan rombongannya.

Ketika Islam dijaga, maka pertolongan Allah akan datang :

1. Pasukan Romawi mengundurkan diri

2. Nabi Palsu bisa dibunuh oleh wahsyi ( dengan lembing yg sama membunuh paman Nabi SAW) ketika itu Wahsyi sujud syukur karena bisa membayar dosa dengan lembing yang sama.

3. Begitulah Wahsyi dengan kebanggaan dapat membayar dengan lembing yang sama membunuh orang yang paling Nabi SAW cintai yaitu Hamzah RA, dia juga membunuh orang yang dibenci Nabi SAW yaitu Nabi Palsu, Usamah Al Kahzab laknatullah alaih. Maka kita juga harus seperti itu, dulu sebelum jadi karkun suka main judi dan mabuk-mabukan, maka setelah jadi karkun kita datang ke tempat yang sama ajak teman-teman yang dulu kepada Allah. Kita harus berani dan dan bangga seperti wahsyi menebus kesalahannya yang dulu. Jangan seperti orang yang dulu berani sebelum ikut dakwah, kelahi dimana-mana buat kebathilan, sekarang setelah jadi karkun malah loyo alasannya “Hikmah”. Ini percuma jadi karkun.

Jadi ketika Pasukan Usamah berangkat untuk menghadang, rombongan Khalid dan Wahsyi juga berangkat, lalu rombongan Umar RA keliling Madinah, apa yang terjadi ? pasukan Romawi ketakutan, mereka berpikir andaikata sedemikian banyak rombongan yang diberangkatkan berarti yang didalam kota madinah lebih banyak lagi. Akhirnya pasukan Romawi tidak berani menyerang Madinah.

Catatan Penulis :

Disinilah terdapat 2 perbedaan pemikiran dan menyangkut kepada masalah keimanan. Dimana Abu Bakar RA yakin jika semua pergi di jalan Allah, maka nanti Allah akan selesaikan semua masalah : orang murtad, nabi palsu, yang tidak mau bayar zakat, dan pasukan romawi yang sudah siap menyerang. Hanya dalam waktu tempo 3 hari saja setelah semua pergi di jalan Allah akhirnya masalah terselesaikan : Madinah tetap aman, 100.000 orang murtad masuk islam lagi, orang membayar zakat lagi, Nabi palsu dapat ditumpas, dan Pasukan Romawi mundur. Jadi risaunya Abu Bakar RA ini adalah Islamnya atau Agamanya dulu, bukan orang-orang Islamnya. Hari ini ada pemikiran seperti yang terjadi ketika sahabat berbeda pendapat dahulu. Sekarang kebanyakan kita ini risaunya adalah orang-orang islamnya, seperti orang islam ada yang dibunuh, diperkosa, diperangi, hak-haknya dirampas, kekurangan makan, miskin keadaannya, pengungsi-pengungsi, ini boleh saja. Tetapi seharusnya yang lebih penting lagi adalah risau atas islamnya. Akibat islamnya tidak dijaga, sehingga Allah tidak menjaga ummat islam. Ini karena islam itu sendiri sudah diacuhkan oleh orang islam. Kita lihat hari ini orang islam kebanyakan tidak sholat, mesjid kosong. Sholat berjamaah di masjid sudah tidak diacuhkan oleh umat saati ini. Lalu sunnah-sunnah Rasullullah SAW sudah ditinggalkan oleh orang islam, bahkan dianggap aneh bagi yang mengamalkannya. Kehidupan orang islam sudah seperti kehidupan orang yahudi dan nasrani, tidak ada bedanya dengan cara-cara atau kehidupan orang kafir, sulit dibedakan mana yang beriman dan mana yang kafir. Semua kehidupan sunnah Nabi SAW sudah ditinggalkan oleh ummat islam itu sendiri. Tetapi begitu terjadi musibah, semua orang berpikir sama, “Apa dosa saya ? Kenapa ini bisa terjadi, musibah seperti ini ? Kenapa Allah tidak tolong kita ?”. Ummat islam diusir, dibunuh, dijajah, diperkosa hak-haknya, tetapi fikirnya hanya diri mereka sendiri saja (“Apa dosa saya ?”). Padahal jemaah-jemaah dakwah sudah datang mengajak kepada sunnah, kembali kepada amal Nabi SAW, amalkan islam, taat pada perintah Allah.

Walaupun perkara-perkara ini sudah didengar berkali-kali, tetapi tetap saja sama tidak ada peningkatan amal. Ditaskil, diminta untuk keluar di jalan Allah tidak mau, maka itulah akibatnya, musibah banyak datang. Tetapi fikirnya “Apa dosa saya ?”. Islamnya sudah kita tinggalin, kita acuhkan, tetapi ketika musibah tiba-tiba datang tidak terpikir amal-amal kita yang buruk, bahkan bertanya, “Kenapa Allah tinggalkan kita ? kenapa Allah tidak tolong kita?”
Inilah perbedaan antara pergerakan kita dengan pergerakan-pergerakan lainnya. Gerak kita ini adalah gerakan untuk membantu agama Allah. Sedangkan organisasi-organisasi dunia ini kita tidak boleh menafikan perjuangan mereka. Mereka juga bergerak memberikan manfaat untuk membantu umat Islam, sedangkan kita bergerak untuk membantu agama Islam. Kita harus yakin ketika islam kita bantu untuk ditegakkan maka umat islam akan dijaga oleh Allah Swt.

Inilah maksud kedatangan kita kemari dari seluruh propinsi yaitu kita bermusyawarah bagaimana membantu agama Allah :

1. Kita duduk disini untuk berfikir bersama-sama bagaimana mengeluarkan rombongan sebanyak-banyaknya untuk membantu agama Allah. Kita dengar kargozary, kita bentangkan takazanya, lalu kita siapkan diri kita untuk ambil bagian. Pertolongan Allah akan datang kepada saya ketika saya bantu agama Allah, maka saya keluar berangkat.

2. Kita berfikir dan bermusyawarah bagaimana kita membantu saudara kita. Apa yang kita bantu ? keperluan dan kebutuhannya itu baik, tapi yang penting bagaimana kita bisa bantu dia mendekatkan diri kepada Allah. Syekh Abdul Wahab, Masyeikh Pakistan, katakan :

3. ”Orang yang cinta kepada Allah tapi dia tidak mau membantu saudaranya untuk cinta kepada Allah, dan mengusahakan agar bagaimana Allah cinta pada saudaranya tersebut, maka Allah tidak akan cinta kepada dia. Walaupun orang ini adalah seorang ahli dzikir dan ahli ibadah”

Contoh :
Untuk itu kita bantu saudara kita dari daerah-daerah lain. Alhamdullillah saat ini makasar sedang mengalami peningkatan dan kemajuan dalam amalan Dakwah. Justru kalau kawan2 di makasar hanya berpikir untuk daerahnya saja maka Allah tidak akan bantu. Di Manado begitu juga sedang mengalami kemajuan, kalo hanya memikirkan daerah saja tidak mau memikirkan daerah lain, maka pertolongan Allah tidak akan datang ke Menado. Justru Allah akan bantu suatu propinsi jika propinsi itu membantu daripada kerja agama di propinsi yang lain. Allah akan bantu saya kalau saya bantu saudara saya, maka saya akan bantu saudara saya. Begitu juga mengenai musholla saya. Saya ingin mushola saya makmur, maka kita harus bantu mushola2 disekitar tempat saya. Ketika kita dan orang2 maqomi ditempat kita memikirkan bagaimana memakmurkan mushola2 disekitar maqomi kita untuk hidup 5 amalan dan keluar 3 hari ataupun 40 hari, maka Allah akan bantu memakmurkan musholla kita. Begitu juga dengan negara kita, kalu kita ingin maqomi di Indonesia ini maju maka kita harus memikirkan dan mengirimkan rombongan ke negara lain, maka nanti Allah akan bantu maqomi di negara Indonesia ini.

Allah berjanji dalam Al Quran :

“Wahai Muhammad Allah tidak akan menyiksa mereka (penduduk kota mekkah) selama engkau masih disana. Ataupun Allah tidak akan menyiksa mereka selama mereka beristighfar.”

1. Tidak akan disiksa selama masih ada Nabi SAW diantara mereka penduduk tempatan

2. Tidak akan disiksa selama masih ada istighfar

Jadi Allah tidak akan mengirimkan bala, musibah, bencana kepada suatu kaum selama masih ada Rasul ditengah-tengah mereka, atau mereka mau mengucapkan istighfar. Kekuatan yang bisa mengantisapasi bala dan musibah jika ada orang2 tertentu yang mumpunyai kedekatan khusus dengan Allah SWT. Cukup dengan doa mereka bisa mendatangkan hujan, menghancurkan suatu wilayah, dan lain-lain. Namun ini hanya orang-rang tertentu saja, pribadi-pribadi perorangan, seperti para Anbiya AS dan para Waliullah, sedikit sekali. Namun secara umum untuk ummat Allah berikan kekuatan kerja yaitu istighfar, inipun juga mampu menahan Bala atau Musibah yang akan turun. Istigfar umat ini, tobat yang utama, di dalam Al Quran dijelaskan adalah tobat ketika meninggalkan kerja dakwah.

Beberapa orang datang ke Syaikh Maulana Ilyas Rah.A, mereka berkata kepada Maulana Ilyas, “Syaikh antum ini wali.” Ini asbab hebatnya kerja dan gerak beliau dalam Dakwah. Namun apa kata Maulana Ilyas Rah.A, “Bukan, saya ini bukan wali, tetapi yang wali itu adalah kerja dakwah ini.” Jadi Maulana Ilyas tidak ingin membawa umat ini kepada pengkultusan, tetapi lebih ingin mengarahkan umat ini kepada kerja dakwah. Kita tidak menafikan adanya orang-orang tertentu yang mempunyai level kedekatan dengan Allah seperti para Aulia, tetapi ini sedikit sekali, tidak semua orang bisa mencapai level ketaatan seperti itu. Itulah namanya orang-orang pilihan Allah. Namun untuk yang secara umum agar umat ini dapat menjadi dekat dengan Allah, maka Allah berikan ummat ini kerja dakwah yang bisa membuat ummat ini diwalikan semua oleh Allah Swt. Di dalam tarekat-tarekat, mereka mempunyai mursyid yang mempunyai kelebihan-kelebihan tersendiri dalam doa. Namun dalam kerja dakwah ini tidak ada yang seperti itu, yang paling utama dalam kerja dakwah ini adalah kerja itu sendiri.

Satu rombongan didalamnya ada ulama, hafidz quran, yang didalamnya ada mantan perampok, pemabok, dan penjudi. Ketika keluar semuanya pakai sorban dan gamis. Ketika sampai di Madura, semuanya dipeluk orang, diciumin tangannya. Si ulama ketika makan dapat ayam panggang, maka si preman yang satu rombongan tadi dapat juga. Kenapa mereka sama-sama dimuliakan padahal yang satu ulama dan yang satu lagi preman ? Ini asbab kerja dakwah, di dalam kerja ini mereka di muliakan. Bukan karena pribadi-pribadi mereka, kalau karena pribadi na’udzubillah pribadi si preman. Tetapi asba kerja dakwah inilah ada preman dimuliakan. Sebaliknya jika datang masyeikh kita, misalnya maulana Saad, ke jakarta untuk urusan dunia, bisnis misalnya, beli batu bara. Kira-kira apakah mereka akan mendapat perlakuan yang sama ? tidak mungkin. Jadi dalam kerja ini bukan pribadinya yang dimuliakan oleh Allah Swt, tetapi kerjanya dalam dakwah. Kalau kita letakkan diri kita ini dalam kerja dakwah, maka kita akan di muliakan oleh Allah Swt. Namun jika kita lepas dari kerja ini maka tidak ada kemuliaan.

Meiji Mehrob, masyeikh pakistan, almarhum, pernah berkata kepada orang-orang ketika di jalan Allah, “Kalian tau di Nizzammuddin itu ada seorang wali, kalian datang kesana dan minta doa kepada dia.” Ini karena di daerah tersebut pengkultusan terhadap seorang wali untuk minta air agar di doakan dan diberi kesembuhan dan keberkahan suatu hal yang biasa. Singkat cerita puluhan orang tertaskyl untuk datang ke markaz nizzammuddin bertemu syekh Ilyas. Sampai di Nizammuddin, melihat orang-orang datang, yang dipikir syekh Ilyas untuk berangkat fissabillillah. Ternyata setelah ditafakkud oleh syekh Ilyas, para taskilan meiji mehrob ini hanya terseyum dan tertawa kecil saja, karena tujuan mereka datang untuk minta doa saja kepada syekh Ilyas. Mendengar hal ini seperti Maulana Ilyas marah lalu memanggil Meiji Mehrob. Syekh Ilyas berkata kepada Meiji Mehrob, “Kamu ini telah merusak kerja dakwah pada hari ini, kamu telah mengarahkan mahluk kepada mahluk.” Jadi arahkan orang-orang ini kepada kerja bukan kepada pribadi-pribadi. Contoh : “Mari pak kita ke Banjarmasin, disana ada ust. Luthfi, itu pembesar dakwah.” Atau “Mari pak kita ke temboro, disana ada Kyai Udzairon, itu pembesar dakwah”. Ini yang mentaskyl orang dengan cara seperti ini adalah pengrusak-pengrusak dakwah.

Kita tidak mentaskyl orang kepada pribadi tetapi pada kerja, apalagi jadi jurkam, ini lebih goblok lagi. Mentaskyl kepada ulama dan orang sholeh aja tidak boleh dalam kerja ini apalagi dalam pribadi-pribadi lain daripada itu.

Syekh Ilyas katakan azas kerja dakwah ini ada 3 :

1. Ikhlas

2. Ijtimaiyat

3. Musyawarah

Jika kita jaga asas ini ada dalam diri kita maka Allah akan pelihara kita. Jadi orang yang kerja karena keikhlasan ini enak. Kenapa ini karena Ikhlas. Apa itu ikhlas ? ketika dipuji dia tidak bangga dan ketika dihina dia tidak kecil hati. Dulu waktu awal kerja dakwah ini yang datang ke markaz hanya 10 orang. Sehingga pada waktu itu semangat untuk mentaskyl orang masih terjaga. Ujian keikhlasan mulai datang ketika orang berbondong-bondong ambil bagian dalam kerja dakwah ini. Sekarang di malam markaz yang hadir sekitar 3000 orang. Maka asbab banyaknya orang yang hadir, sekarang orang ke markaz ada yang mau cari calon mertua, ada yang mau jual topi, ada yang buka travel, dan lain-lain. Orang ikhlas ini terjaga, jika dia terjaga maka kerja inipun akan terjaga. Nabi SAW bersabda :

“Makaana Lillahi da’ma watoshola” artinya : sesuatu yang diniatkan karena Allah akan berlanjut (tersambung terus dan tidak akan terputus).

“Wamakana yughoirubihi inkhota wal fatwa” Artinya : sesuatu yang dikerjakan karena selain Allah maka akan terputus (lepas begitu saja)

Kekuatan dalam kerja dakwah ini bukan terletak pada pribadinya tetapi pada ijtimaiyat (bersama-sama).

Contoh : Lidi ini terbuat dari pelepah kelapa bukan dari emas. Namun jika lidi ini bersatu bisa memberikan manfaat, seperti membersihkan. Namun jika lidi ini dari emas tapi tidak bersatu, kira-kira bisa gak membersihkan ruangan yang kotor ? tidak mungkin. Walaupun kita kasih satu minggu untuk bersihkan ruangan tidak akan bisa. Walaupun lidi ini dari pelepah kelapa tapi karena bersatu bersama-sama maka dalam satu jam ruangan ini bisa dibersihkan.
Dalam falsafah Fiqih, air ini ada 3 macam :

1. Air Mutlak : air yang suci dan mensucikan, bisa untuk diminum dan untuk wudhu
2. Air Musta’mal : air kurang dari 2 Qulah/216 Ltr, suci, bisa diminum tapi tidak bisa untuk wudhu
3. Air Mutannajjis : air kena najis atau kena kotoran, tidak bisa diminum, dan tidak suci.

Air yang kena percikan wudhu ini jadi musta’mal, jika kena kotoran jadi mutannajis. Namun jika air musta’mal ini dikumpulkan dalam jumlah besar hingga melebihi dua qullah, sehingga air musta’mal ini menjadi air mutlak kembali. Bahkan air mutlak jika cuman satu gelas maka untuk kebersihan paling hanya bisa digunakan untuk kencing saja, tetapi jika untuk membersihkan ketika buang air besar tidak cukup. Musta’mal jika dikumpulin dalam jumlah besar maka bisa digunakan untuk membersihkan sekian banyak kotoran. Bahkan air mutannajis satu ember dikencingin anaknya, mau dibuang gak ada iar lagi, diminum juga gak bisa. Akhirnya orang ini membawa air ini ke bak yang besar melebihi dua qullah dituangkan lalu diambil lagi satu ember, maka air ini jadi apa ? air tersebut jadi mutlak lagi. Bahkan ketika air musta’amal ini digabungkan dalam jumlah besar dipakai mandi dicempulingin santri-santripun masih mutlak jatuhnya. Air mutlak satu gelas ini seperti satu orang hafidz atau ustadz, hafal hadits-hadits, tapi karena dia bergerak sendirian, untuk bisa menyadarkan satu orang bencong aja, atau pemabuk, atau penjudi, ini susah. Beda dengan kita-kita ini yang musta’mal, kadang-kadang siwak nabi, lain waktu pakai siwak firaun (rokok), kadang-kadang baca Quran, tapi lain waktu kebanyakan baca koran, seperti musta’mal. Namun jika yang musta’mal ini dikumpulkan bersama-sama secara Ijtimaiyat, maka hasilnya bisa dahsyat.

Suatu ketika Maulana Yusuf diejek-ejek ulama-ulama, “Maulana kenapa kerja dakwah ini banyak melibatkan orang-orang bodoh, mantan penjahat, dan mantan ahli maksiat.” Lalu Maulana Ilyas tantang ulama ini, “Tuan disitu ada bencong dan pemabuk lagi kumpul-kumpul coba kamu ajak ke mesjid.” Ketika ulama ini datangin mereka, responnya hanya tertawa terkekeh kekeh saja orang-orang itu. Intinya ulama ini gagal mengajak mereka ke mesjid. Lalu Maulana Yusuf panggil rombongan khuruj kumpulan orang-orang mewat yang musthamal ini untuk mentaskil tongkrongan bencong-bencong dan pemabuk ini ke mesjid. Apa yang terjadi ? ternyata setelah di targhib mereka semua yang ditongkrongan itu berangkat masuk mesjid. Baru ulama ini faham tentang faedah orang-orang musthamal ini jika berkumpul dalam rombongan dakwah. Bahkan diantara kita ada yang mutannajis, mungkin dulunya ada yang pernah membunuh, namun karena bergabung bisa membersihkan daripada teman-temannya yang lain. Ada rombongan diminta untuk mentaskyl tongkrongan penjudi, sampai disana langsung dipeluk, targhib sebentar semuanya akhirnya masuk mesjid. Bahkan yang mutannajis bisa juga memberikan manfaat jika bergabung. Ini pentingnya Ijtimaiyat.

Sama seperti daun, jika daun ada hubungan dengan ranting, ranting berhubungan dengan cabang, lalu cabang berhubungan dengan batang, dan batang berhubungan dengan akar, dan akar berhubungan tanah, maka walaupun matahari yang menyinari daun tidak akan layu, kena angin tidak akan jatuh, kena air jadi bersih. Ini karena apa ? karena ada hubungan ijtimaiyat. Namun jika daun ini terpisah dari ijtimaiyat, terputus dari ranting, batang, akar, dan tanah, maka kena matahari akan jadi layu, kena angin jadi terbang, kena air hujan jadi busuk. Kalau pribadi-pribadi per orangan ini punya hubungan dengan mahalah tiap hari, lalu dari mahalah aktif di halaqoh, dari halaqoh hadir di malam markaz, dan malam ijtimaiyat lainnya seperti musyawarah propinsi, musyawarah indonesia, lalu dia hadir di musyawarah indonesia tiap 2 tahun di nizammudin, bahkan kalu dia ada rejeki dia juga hadir di haji kumpul bersama masyeikh tiap 2 tahunnya. Walaupun ada hujan, matahari panas, akan tetap kuat dia selama dalam ijtimaiyat. Namun jika dia bergerak sendiri-sendiri, bahkan jadi jurkam, maka akan kacau dan rusak dia.

Musyawarah, yang terakhir. Kita jauh-jauh kemari untuk musyawarah. Banyak orang hadir dalam ijtimaiyat, hadir dalam temboro, hadir di markaz, tapi tidak mau musyawarah, gerak sendiri, ini rusak. Justru dengan musyawarah akan membuat dia kuat. Keberhasilan dalam musyawarah bukan karena usulnya diterima, bukan, tetapi keberhasilan dalam musyawarah ketika kita mau menerima keputusan dari musyawarah. Dalam gerakan lain partai-partai berhasil ketika usulnya diterima, tetapi di gerakan kita tidak seperti itu, melainkan ketika kita siap menerima daripada hasil keputusan musyawarah. Ketika kita bermusyawarah dengan Masyaikh kita, Maulana Ahmad Lath beliau katakan untuk menjaga keutuhan markaz dalam setiap musyawarah hilangkan tiga perkara dalam diri kita di setiap markaz. :
1.Keluarkan Ghoirullah dari hati kita.

Contoh : gubernur atau presiden datang ke markaz, silahkan kita terima dan kita harus senang. Tapi kalau gubernur atau presiden pelukannya masuk hati ini kacau. Begitu juga Jibril datang, senang kita tapi jibril masuk hati ini kacau. Jangan ada perasaan takut dalam hati kita. Sekalipun itu jin ifrit, ataupun preman sekalipun silahkan saja datang, asal jangan sampai masuk hati. Suatu ketika seorang preman datang hendak mau membunuh Nabi SAW, Umar tangkap sudah hampir mau dibunuh oleh Umar RA, tapi apa kata Nabi SAW, “Umar lepaskan dia, dekatkan dia kepada saya.” Asbab ini si preman tadi masuk islam. Jadi jangan ada perasaan takut ataupun kesan di hati kita.

2. Hilangkan kepentingan pribadi dalam dakwah, yang ada kepentingan Ijtimaiyat.

Dalam musyawarah kepindahan markaz, si fulan menolak dengan alasan markaz sekarang berkah kalu pindah bisa menghilangkan keberkahan. Namun masalahnya bukan karena markaznya tapi dia punya kepentingan tokonya ada disebelah markaz yang sekarang, kalu pindah bisa bankrut tokonya. Ini kacau namanya. Begitu juga sebaliknya mendukung kepindahan markaz karena di markaz yang baru tokonya udah siap berdiri. Ini namanya konflik kepentingan, ini bisa mengacaukan.

3. Hilangkan Suudzhon setelah selesai musyawarah.

Ketika sudah diputuskan dalam musyawarah kita jaga husnudzon, kita terima semua hasil keputusan musyawarah dengan baik. Insya Allah jika ketiga perkara ini ada Allah akan pelihara kita dalam kerja ini.

Demikian yang harus kita lakuan disini, bahwa kita berniat bermusyawarah secara Ijtimaiyat untuk kepentingan agama islam. Bagaimana kehadiran kita disini dapat membantu agama islam. Insya Allah kita niat amalkan.

source : http://imanyakin.wordpress.com/2011/07/22/

Selasa, 25 Oktober 2011

Hudhayfa Ibnul Yaman - Seteru Kemunafikan, Kawan Keterbukaan

Penduduk kota Madain berduyun-duyun keluar untuk menyambut kedatangan wali negeri mereka yang baru diangkat serta dipilih oleh Amirul Mu’minin Umar ra. Mereka pergi menyambutnya, karena lamalah sudah hati mereka rindu untuk bertemu muka dengan shahabat Nabi yang mulia ini, yang telah banyak mereka dengar mengenai keshalihan dan ketaqwaannya, begitu pula tentang jasa-jasanya dalam membebaskan tanah Irak.

Ketika mereka sedang menunggu rombongan yang hendak datang, tiba-tiba muncullah di hadapan mereka seorang laki-laki dengan wajah berseri-seri. Ia mengendarai seekor keledai yang beralaskan kain usang, sedang kedua kakinya teruantai ke bawah, kedua tangannya memegang roti serta garam sedang mulutnya sedang mengunyah.

Demi ia berada di tengah-tengah orang banyak dan mereka tahu bahwa orang itu tidak lain dari Hudhayfa Ibnul Yaman, maka mereka jadi bingung dan hampir-hampir tidak percaya. Tetapi apa yang akan diherankan? Corak kepemimpinan bagaimana yang mereka nantikan sebagai pilihan Umar? Hal itu dapat difahami, karena baik di masa kerajaan Persi yang terkenal itu atau sebelumnya, tak pernah diketahui adanya corak pemimpin semulia ini.

Hudhayfa meneruskan perjalanan sedang orang-orang berkerumun dan mengelilinginya. Dan ketika dilihat bahwa mereka menatapnya seolah-olah menunggu amanat, diperhatikannya air muka mereka, lalu katanya, "Jauhilah oleh kalian tempat-tempat fitnah!" Ujar mereka, "Di manakah tempat-tempat fitnah itu wahai Abu Abdillah?" Ujarnya, "Pintu rumah para pembesar!" Seorang di antara kalian masuk menemui mereka dan mengiakan ucapan palsu serta memuji perbuatan baik yang tak pernah mereka lakukan!"

Suatu pernyataan yang luar biasa di samping sangat mena’jubkan! Dari ucapan yang mereka dengar dari wali negeri yang baru ini, orang-orang segera beroleh kesimpulan bahwa tak ada yang lebih dibencinya tentang apa saja yang terdapat di dunia ini, begitupun yang lebih hina dalam pandangan matanya daripada kemunafikan. Dan pernyataan ini sekaligus merupakan ungkapan yang paling tepat terhadap kepribadian wali negeri baru ini, serta sistem yang akan ditempuhnya dalam pemerintahan.

Hudhayfa Ibnu Yaman memasuki arena kehidupan ini dengan bekal tabi’at istimewa. Di antara ciri-cirinya ialah anti kemunafikan dan mampu melihat jejak dan gejalanya walau tersembunyi di tempat-tempat yang jauh sekalipun. Semenjak ia bersama saudaranya, Shafwan, menemani bapaknya menghadap Rasulullah SAW dan ketiganya memeluk Islam, sementara Islam menyebabkan wataknya bertambah terang dan cemerlang, maka sungguh, ia menjaganya secara teguh dan suci, serta tulus dan gagah berani dan diapndangnya sifat pengecut, bohong dan kemunafikan sebagai sifat yang rendah dan hina.

Ia terdidik ditangan Rasulullah SAW dengan kalbu terbuka tak ubah bagai cahaya shubuh, hingga tak suatupun dari persoalan hidupnya yang tersembunyi. Tak ada rahasia terpendam dalam lubuk hatinya, seorang yang benar dan jujur, mencintai orang-orang yng teguh membela kebenaran, sebaliknya mengutuk orang-orang yang berbelit-belit dan riya, orang-orang culas bermuka dua!

Ia bergaul dengan Rasulullah SAW dan sungguh, tak ada lagi tempat baik di mana bakat Hudhayfa ini tumbuh subur dan berkembang sebagai halnya di arena ini, yakni dalam pengkuan agama Islam, di hadapan Rasulullah SAW dan di tengah-tengah golongan besar kaum perintis dari shahabat-shahabat Rasulullah SAW. Bakatnya ini benar-benar tumbuh menurut kenyataan, hingga ia berhasil mencapai keahlian dalam membaca tabi’at dan airmuka seseorang. Dalam waktu selintas kilas, ia dapat menebak airmuka dan tanpa susah payah akan mampu menyelidiki rahasia-rahasia yang tersembunyi serta simpanan yang terpendam.

Kemampuannya dalam hal ini telah sampai kepada apa yang diinginkannya, hingga Amirul Mu’minin Umar r.a. yang dikenal sebagai orang yang penuh dengan inspirasi, seorang yang cerdas dan ahli, sering juga mengandalkan pendapat Hudhayfa, begitu pula ketajaman pandangannya dalam memilih tokoh dan mengenali mereka. Sungguh Hudhayfa telah dikaruniai fikiran jernih, menyebabkannya sampai pada suatu kesimpulan, bahwa dalam kehidupan ini sesuatu yang biak itu adalah yang jelas dan gamblang, yakni bagi orang yang betul-betul menginginkannya. Sebaliknya yang jelek ialah yang gelap atau samar-samar, dan karena itu orang yang bijaksana hendaklah mempelajari sumber-sumber kejahatan ini dan kemungkinan-kemungkinannya.

Demikianlah Hudhayfa r.a terus menerus mempelajari kejahatan dan orang-orang jahat, kemunafikan dan orang-orang munafiq. Berkata ia, "Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah SAW tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan, karena takut akan terlibat di dalamnya. Pernah kubertanya, 'Wahai Rasulullah, dulu kita berada dalam kejahiliyahan dan diliputi kejahatan, lalu Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini, apakah dibalik kebaikan ini ada kejahatan?' 'Ada', ujarnya. 'Kemudian apakah setelah kejahatan masih ada lagi kebaikan?' tanyaku pula. 'Memang, tetapi kabur dan bahaya.' 'Apakah bahaya itu?' 'Yaitu segolongan ummat mengikuti sunnah bukan sunnahku, dan mengikuti petunjuk bukan petunjukku. Kenalilah mereka olehmu dan laranglah.' "

'Kemudian setelah kebaikan tersebut masihkan ada lagi kejahatan?' tanyaku pula. 'Masih,' ujar Nabi, 'Yakni para tukang seru di pintu neraka. Barangsiapa menyambut seruan mereka, akan mereka lemparkan ke dalam neraka!' Lalu kutanyakan kepada Rasulullah, 'Ya Rasulullah, apa yang harus saya perbuat bila saya menghadapi hal demikian?' Ujar Rasulullah, 'Senantiasa mengikuti jama’ah kaum muslimin dan pemimpin mereka!' 'Bagaimana kalau mereka tidak punya jama’ah dan tidak pula pemimpin?' 'Hendaklah kamu tinggalkan golongan itu semua, walau kamu akan tinggal dirumpun kayu sampai kamu menemui ajal dalam keadaan demikian!'

Nah, tidakkah anda perhatikan ucapannya, "Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah SAW tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan, karena takut akan terlibat di dalamnya." Hudhayfa Ibnu Yaman menempuh kehidupan ini dengan mata terbuka dan hati waspada terhadap sumber-sumber fitnah dan liku-likunya demi menjaga diri dan memperingatkan manusia terhadap bahayanya. Dengan demikian ia menganalisa kehidupan dunia ini dan mengkaji pribadi orang serta meraba situasi. Semua masalah itu diolah dan digodok dalam akan fikirannya lalu dituangkan dalam ungkapan seorang filosof yang ‘arif dan bijaksana.

Berkatalah ia, "Sesungguhnya Allah Ta’ala telah membangkitkan Muhammad SAW, maka diserunya manusia dari kesesatan kepada kebenaran, dari kekafiran kepada keimanan. Lalu yang menerima mengamalkannyalah, hingga dengan kebenaran itu yang mati menjadi hidup, dan dengan kebatilan yang hidup menjadi mati! Kemudian masa kenabian berlalu, dan datang masa kekhalifahan menurut jejak beliau, dan setelah itu tiba zaman kerajaan durjana."

Di antara manusia ada yang menerima, baik dengan hati maupun dengan tangan serta lisannya, maka merekalah yang benar-benar menerima yang haq. Dan di antara mereka ada yang menentang, baik dengan hati maupun dengan tangan serta lisannya, maka merekalah yang benar-benar menentang yang haq. Dan di antara mereka ada yang menentang dengan hati dan lisannya tanpa mengikut sertakan tangannya, maka golongan ini telah meninggalkan suatu cabang dari yang haq.

Dan apapula yang menentang dengan hatinya semata, tanpa mengikut sertakan tangan dan lisannya, maka golongan ini telah meninggalkan dua cabang dari yang haq. Dan adapula yang tidak menentang, baik dengan hati maupun dengan tangan serta lisannya, maka golongan ini adalah mayat-mayat bernyawa.

Ia juga berbicara tentang hati, dan mengenai kehidupannya yang beroleh petunjuk dan yang sesat, katanya, "Hati itu ada empat macam: Hati yang tertutup, itulah dia hati orang kafir. Hati yang dua muka, itulah dia hati orang munafiq. Hati yang suci bersih, di sana ada pelita yang menyala, itulah dia hati orang yang beriman. Dan hati yang berisi keimanan dan kemunafikan. Tamsil keimanan itu adalah laksana sebatang kayu yang dihidupi air yang bersih, sedang kemunafikan itu tak ubahnya bagai bisul yang diairi darah dan nanah. Maka mana di antara keduanya yang lebih kuat, itulah yang menang."

Pengalaman Hudhayfa yang luas tentang kejahatan dan ketekunannya untuk melawan dan menentangnya, menyebabkan lidah dan kata-katanya menjadi tajam dan pedas. Hal ini diakuinya kepada kita secara ksatria, katanya, "Saya datang menemui Rasulullah SAW, kataku padanya, 'Wahai Rasulullah, lidahku agak tajam terhadap keluargaku, dan saya khawatir kalau-kalau hal itu akan menyebabkan saya masuk neraka.' Maka ujar Rasulullah SAW, 'Kenapa kamu tidak beristighfar?' 'Sungguh, saya beristighfar kepada Allah tiap hari seratus kali.' " Nah inilah dia Hudhayfa musuh kemunafikan dan shahabat keterbukaan. Dan tokoh semacam ini pastilah imannya teguh dan kecintaannya mendalam. Demikianlah pula halnya Hudhayfa, dalam keimanan dan kecintaannya. Disaksikannya bapaknya yang telah beragama Islam tewas di perang Uhud, dan ditangan srikandi Islam sendiri yang melakukan kekhilafan karena menyangkanya sebagai orang musyrik.

Hudhayfa melihat dari jauh pedang sedang dihujamkan kepada ayahnya, ia berteriak, "Ayahku.. ayahku... Jangan ia ayahku.." Tetapi qadla Allah telah tiba. Dan ketika kaum muslimin mengetahui hal itu, merekapun diliputi suasana duka dan sama-sama membisu. Tetapi sambil memandangi mereka dengan sikap kasih sayang dan penuh pengampunan, katanya, "Semoga Allah mengampuni tuan-tuan, Ia adalah sebaik-baik Penyayang."

Kemudian dengan pedang terhunus ia maju ke daerah tempat berkecamuknya pertempuran dan membaktikan tenaga serta menunaikan tugas kewajibannya. Akhirnya peperanganpun usailah dan berita tersebut sampai ke telinga Rasulullah SAW. Maka disuruhnya membayar diyat atas terbunuhnya ayahanda Hudhayfa (Husail bin Yabir) yang ternyata ditolak oleh Hudhayfa ini dan disuruh membagikannya kepada kaum muslimin. Hal itu menambah sayang dan tingginya penilaian Rasulullah terhadap dirinya.

Keimanan dan kecintaan Hudhayfa tidak kenal lelah dan lemah, bahkan juga tidak kenal mustahil. Sewaktu perang Khandaq, yakni setelah merayapnya kegelisahan dalam barisan kafir Quraisy dan sekutu-sekutu mereka dari golongan Yahudi, Rasulullah SAW bermaksud hendak mengentahui perkembangan terakhir di lingkungan perkemahan musuh-musuhnya.

Ketika itu malam gelap gulita dan menakutkan, sementara angin topan dan badai meraung dan menderu-deru, seolah-olah hendak mencabut dan menggulingkan gunung-gunung sahara yang berdiri tegak ditempatnya. Dan suasana di kala itu mencekam hingga menimbulkan kebimbangan dan kegelisahan, mengundang kekecewaan dan kecemasan, sementara kelaparan telah mencapai saat-saat yang gawat di kalangan para shahabat Rasulullah SAW.

Maka siapakah ketika itu yang memiliki kekuatan apapun kekuatan itu yang berani berjalan ke tengah-tengah perkemahan musuh di tengah-tengah bahaya besar yang sedang mengancam, menghantui dan memburunya, untuk secara diam-diam menyelinap ke dalam, yakni untuk menyelidiki dan mengetahui keadaan mereka? Maka Rasulullah yang memilih di antara para shahabatnya, orang yang akan melaksanakan tugas yang amat sulit ini, dan tahukah anda, siapa kiranya pahlawan yang dipilihnya itu? Itulah Hudhayfa Ibnu Yaman.

Ia dipanggil oleh Rasulullah SAW untuk melakukan tugas, dan dengan patuh dipenuhinya. Dan sebagai bukti kejujurannya, ketika ia mengisahkan peristiwa tersebut dinyatakannya bahwa ia mau tak mau harus menerimanya. Hal itu menjadi petunjuk, bahwa sebenarnya ia takut menghadapi tugas yang dipikulkan atas pundaknya serta khawatir akan akibatnya. Apalagi bila diingat bahwa ia harus melakukannya dalam keadaan lapar dan timpaan hujan es, serta keadaan jasmaniah yang amat lemah, sebagai akibat pengepungan orang-orang musyrik selama satu bulan atau lebih.

Dan sungguh, peristiwa yang dialami oleh Hudhayfa malam itu, amat mena’jubkan sekali. Ia telah menempuh jarak yang terbentang di antara kedua perkemahan dan berhasil menembus kepungan, lalu secara diam-diam menyelinap ke perkemahan musuh. Ketika itu angin kencang telah memadamkan alat-alat penerangan fihak lawan hingga mereka berada dalam gelap gulita, sementara Hudhayfa ra telah mengambil tempat di tengah-tengah prajurit musuh itu.

Abu Sufyan, yakni panglima besar Quraisy, takut kalau-kalau kegelapan malam itu dimanfaatkan oleh mata-mata kaum muslimin untuk menyusup ke perkemahan mereka. Maka iapun berdirilah untuk memperingatkan anak buahnya. Seruan yang diucapkan dengan keras kedengaran oleh Hudhayfa dan bunyinya sebagai berikut, "Hai segenap golongan Quraisy, hendaklah masing-masing kalian memperhatikan kawan duduknya dan memegang tangan serta mengetahui siapa namanya."

Kata Hudhayfa, "Maka segeralah saya menjabat tangan laki-laki yang duduk di dekatku, kataku kepadanya, 'Siapa kamu ini?' Ujarnya, 'Si Anu anak si Anu.' Demikianlah Hudhayfa mengamankan kehadirannya di kalangan tentara musuh itu hingga selamat. Abu Sufyan mengulangi lagi seruan kepada tentaranya, katanya, "Hai orang-orang Quraisy, kekuatan kalian sudah tidak utuh lagi, kuda-kuda kita telah binasa, demikian juga halnya unta."

"Bani Quraidhah telah pula mengkhianati kita hingga kita mengalami akibat yang tidak kita inginkan. Dan sebagaimana kalian saksikan sendiri, kita telah mengalami bencana angin badai, periuk-periuk berpelantingan, api menjadi padam dan kemah-kemah berantakan. Maka berangkatlah kalian sayapun akan berangkat." Lalu ia naik ke punggung untanya dan mulai berangkat, diikuti dari belakang oleh tentaranya. Kata Hudhayfa, "Kalau tidaklah pesan Rasulullah SAW kepada saya agar saya tidak mengambil sesuatu tindakan sebelum menemuinya lebih dulu, tentulah saya bunuh Abu Sufyan itu dengan anak panah."

Hudhayfa kembali kepada Rasulullah SAW dan menceritakan keadaan musuh, serta menyampaikan berita gembira itu. Barangsiapa yang pernah bertemu muka dengan Hudhayfa dan merenungkan buah fikiran dan hasil filsafatnya serta tekunnya untuk mencapai ma’rifat, tak mungkin akan mengharapkan daripadanya sesuatu kepahlawanan di medan perang atau pertempuran.

Tetapi anehnya dalam bidang inipun Hudhayfa melenyapkan segala dugaan itu. Laki-laki santri yang teguh beribadat dan pemikir ini, akan menunjukkan kepahlawanan yang luar biasa di kala ia menggenggam pedang menghadapi tentara berhala dan pembela kesesatan. Cukuplah sebagai bukti bahwa ia merupakan orang ketiga atau kelima dalam deretan tokoh-tokoh terpenting pada pembebasan seluruh wilayah Irak. Kota-kota Hamdan, Rai dan Dainawar, selesai pembebasannya di bawah komando Hudhayfa.

Dan dalam pertempuran besar Nahawand, di mana orang-orang Persi berhasil menghimpun 150 ribu tentara, Amirul Mu’minin Umar memilih sebagai panglima Islam Nu’man bin Muqarrin, sedang kepada Hudhayfa dikirimnya surat agar ia menuju tempat itu sebagai komandan dari tentara Kufah. Kepada para pejuang itu Umar mengirimkan surat, katanya, "Jika kaum muslimin telah berkumpul, maka masing-masing panglima hendaklah mengepalai anak buahnya, sedang yang akan menjadi panglima besar ialah Nu’man bin Muqarrin. Dan seandainya Nu’man tewas, maka panji-panji komando hendaklah dipegang oleh Hudhayfa, dan kalau ia tewas pula maka oleh Jarir bin Abdillah."

Amirul Mu’minin masih menyebutkan beberapa nama lagi, ada tujuh orang banyaknya yang akan memegang pimpinan tentara secara berurutan. Dan kedua pasukanpun berhadapanlah. Pasukan Persi dengan 150 ribu tentara, sedang Kaum Muslimin dengan 30 ribu orang pejuang, tidak lebih. Perang berkobar, suatu pertempuran yang tak ada tolak bandingnya, perang terdasyat dan paling sengit dikenal oleh sejarah.

Panglima besar kaum muslimin gugur sebagai syahid, Nu’man bin Muqarrin tewaslah sudah. Tetapi sebelum bendera kaum muslimin menyentuh tanah, panglima yang baru telah menyambutnya dengan tangan kanannya, dan angin kemenanganpun meniup dan menggiring tentara maju ke muka dengan semangat penuh dan keberanian luar biasa. Dan panglima yang bru itu tiada lain dari Hudhayfa Ibnul Yaman. Bendera segera disambutnya, dan dipesankannya agar kematian Nu’man tidak disiarkan, sebelum peperangan berketentuan. Lalu dipanggilnya Na’im bin Muqarrin dan ditempatkan pada kedudukan saudaranya Nu’man, sebagai penghormatan kepadanya.

Dan semua itu dilaksanakannya dengan kecekatan, bertindak dalam waktu hanya beberapa saat, sedang roda peperangan berputar cepat, kemudian bagai angin puting beliung ia maju menerjang barisan Persi sambil menyerukan, "Allahu Akbar, Ia telah menepati janji-Nya, Allahu Akbar, telah dibela-Nya tentara-Nya". Lalu diputarlah kekang kudanya ke arah anak buahnya, dan berseru, "Hai ummat Muhammad SAW, pintu-pintu surga telah terbuka lebar, siap sedia menyambut kedatangan tuan-tuan, jangan biarkan ia menunggu lebih lama, Ayolah wahai pahlawan-pahlawan Badar, Majulah pejuang-pejuang Uhud, Khandaq dan Tabuk." Dengan ucapan-ucapannya itu Hudhayfa telah memelihara semangat tempur dan ketahanan anak buahnya, jika tak dapat dikatakan telah menambah dan melipat gandakannya. Dan kesudahannya perang berakhir dengan kekalahan pahit bagi orang-orang Persi, suatu kekalahan yang jarang ditemukan bandingannya.

Sabiluna Online, Last Revised : Selasa, 22 Maret 2100 1

Zubair Ibnul Awwam - Seorang Bernilai Seribu Orang

Antara Thalhah dan Azzubair adalah dua serangkai. Bila yang seorang disebut maka yang kedua pun disebut. Mereka sama-sama beriman pada tahun yang sama dan wafat dalam tahun yang sama pula. Kedua-duanya tergolong kesepuluh orang yang "mubasyarin bil jannah".

Awal Masuk Islam
Azzubair masuk Islam dalam usia lima belas tahun dan ia hijrah dalam usia delapan belas tahun sesudah menderita penganiayaan dan siksaan bertubi-tubi karena mempertahankan keimanannya. Pamannya sendirilah yang menyiksanya. Azzubair digulung ke dalam tikar, lalu kakinya digantung diatas dan dibawah kepalanya ditaruh api yang membara. Pamannya berkata, "Kembali kamu kepada penyembahan berhala !" Tapi Azzubair menjawab, "Saya tidak akan kembali kafir lagi sama sekali."

Keberanian Azzubair
Ibnu Asakir telah mengeluarkan dari Said bin Al-Musaiyib, dia berkata: Orang pertama yang menghunus pedangnya fi sabilillah ialah Azzubair bin Al-Awwam ra. Pada suatu hari, sedang dia sibuk dengan kerjanya, tiba-tiba terdengar olehnya desas-desus bahwa Rasulullah SAW telah dibunuh orang. Azzubair tidak membuang waktu lagi, lalu mengambil pedangnya keluar mencari-cari sumber berita itu. Di tengah jalan dia bertemu dengan Rasulullah SAW sedang berjalan, wajahnya tertegun. Rasulullah SAW lalu bertanya: Mengapa engkau wahai Zubair, terkejut? Jawabnya: Aku dengar berita, bahwa engkau telah dibunuh orang! Rasulullah SAW juga terkejut, lalu berkata: Kalau aku dibunuh orang, maka apa yang hendak engkau buat? Jawab Azzubair: Aku akan menantang semua orang Makkah, karena itu! Rasulullah SAW lalu mendoakan segala yang baik-baik baginya.

Ibnu Asakir dan Abu Nuaim memberitakan dari Urwah bahwa Azzubair bin Al-Awwam pernah mendengar bisikan syaitan yang mengatakan bahwa Muhammad SAW telah dibunuh dan ketika itu Azzubair baru saja berusia dua belas tahun. Azzubair lalu mengambil pedangnya, dan berkeliaran di lorong-lorong Makkah mencari Nabi SAW yang ketika itu berada di daerah tinggi Makkah, sedang di tangan Azzubair pedang yang terhunus. Apabila dia bertemu dengan Nabi SAW Beliau bertanya: Kenapa engkau dengan pedang yang terhunus itu hai Zubair? Dia menjawab: Aku dengar engkau dibunuh orang Makkah. Rasulullah SAW tersenyum, lalu bertanya lagi: Apa yang hendak engkau perbuat, jika aku terbunuh? jawab Azzubair: Aku akan menuntut balas akan darahmu kepada siapa yang membunuhmu! Rasulullah SAW lalu mendoakan bagi Azzubair dan bagi pedangnya, kemudian menyuruhnya kembali saja. Maka itu dianggap sebagai pedang pertama yang terhunus fii sabilillah. (Kanzul Ummal 5:69; Al-Ishabah 1:545)

Peperangan pertama antara Syirik dan Iman
Azzubair adalah prajurit dakwah yang menyandang senjata untuk melawan orang-orang yang menghendaki gugurnya dakwah Islamiah selagi dalam kandungan. Kepahlawanannya telah tampak pertama kali pada waktu perang Badar. Dalam peperangan itu, pasukan Quraisy menempatkan pendekarnya dibarisan terdepan yang dipimpin oleh Ubaidah bin Said Ibnul Aash. Dia dikenal sebagi seorang yang paling berani, paling pandai dalam menunggang kuda dan paling kejam terhadap lawan. Kaum Quraisy sengaja menempatkannya di barisan terdepan untuk menantang pahlawan-pahlawan berkuda kaum muslimin. Azzubair segera memandang kearah Ubaidah. Ternyata seluruh tubuhnya berbalut senjata (baju besi) sehingga sulit ditembus dengan senjata. Yang tampak dari Ubaidah hanya kedua matanya saja. Azzubair berpikir bagaimana caranya mengalahkan musuhnya yang berbaju besi itu dan ia menemukan cara yang jitu. Setelah siap, Azzubair terjun kemedan tempur dan terjadilah perang tanding yang seru sekali. Dalam dua kali putaran Azzubair mengarahkan lembingnya kemata Ubaidah dan berhasil menusuk kedua mata itu sampai kebelakang kepalanya. Ubaidah, pendekar Quraisy itu berteriak dan jatuh tersungkur tanpa gerak. Menyaksikan terbunuhnya Ubaidah yang tragis ini, barisan kaum musyrikin ketakutan. Lembing milik Azzubair kemudian diminta oleh Rasulullah SAW. Lembing itu kemudian berada ditangan Abubakar, Umar, Utsman, Ali dan Abdullah ibnu Azzubair meminta lembing itu untuk disimpannya. Terbunuhnya pendekar Quraisy Ubaidah menambah semangat juang Umat Islam dalam setiap peperangan dan mereka selalu dapat memenangkannya.

Azzubair Pada Masa Peperangan
Yunus menyebut dari Ibnu Ishak, bahwa Talhah bin Abu Talhah Al-Abdari, pembawa bendera kaum Musyrikin pada hari Uhud telah mengajak perang tanding, tetapi tiada seorang pun yang mau keluar menemuinya. Maka Azzubair bin Al-Awwam ra. keluar untuk menghadapinya. Mereka berdua bertarung sampai Azzubair melompat ke atas untanya, dan menariknya jatuh ke atas tanah, dan di situ dia bertarung dengan Talhah, sehingga akhirnya Azzubair dapat mengalahkan Talhah dan membunuhnya dengan pedangnya. Lantaran itu Rasulullah SAW telah berkata: Tiap-tiap Nabi ada pengiringnya, dan pengiringku ialah Azzubair. Kemudian Beliau berkata lagi: Kalau Azzubair tidak keluar melawannya, niscaya aku sendiri yang akan keluar dan melawannya, karena melihat banyak orang yang tidak sanggup melawannya. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 4:20)

Yunus memberitakan lagi dari Ibnu Ishak yang berkata: Pada hari pertempuran Khandak, telah keluar Naufal bin Abdullah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi seraya mengajak untuk lawan tanding. Maka segera keluar menghadapinya Azzubair bin Al-Awwam ra. dan melawannya sehingga dia dapat membelah tubuh musuhnya menjadi dua, sehingga pedangnya menjadi tumpul. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 4:107)

Ibnu Jarir telah mengeluarkan dari Asma binti Abu Bakar ra. dia berkata: Telah datang seorang Musyrik yang lengkap dengan senjatanya, dia lalu mendaki di sebuah tempat yang tinggi, seraya berteriak: Siapa yang mau bertanding dengan aku! Rasulullah SAW berkata kepada seseorang di situ: Boleh engkau bertanding dengan dia? Jawab orang itu: Jika engkau suruh, hai Rasulullah! Maka tiba-tiba Azzubair menjengukkan dirinya, maka dia dilihat oleh Rasulullah SAW seraya berkata kepadanya: Hai putera Shafiyah! Bangun menghadapinya! Azzubair ra. segera mendatangi musuh itu dan mendaki bukit hingga tiba di puncaknya. Mereka lalu berduel, sehingga kedua-duanya berguling-guling dari atas bukit itu. Lalu Rasulullah SAW yang dari tadi melihat peristiwa itu, berkata: Siapa yang tersungkur ke bawah bukit itu, dialah yang akan mati. Maka masing-masing Nabi SAW dan kaum Muslimin mendoakan supaya yang jatuh dahulu itu si kafir. Maka benarlah si kafir itu yang jatuh dulu, manakala Azzubair jatuh ke atas dadanya, lalu si kafir itu mati. (Kanzul Ummal 5:69)

Baihaqi memberitakan dari Abdullah bin Azaubair ra. dia berkata: Pada hari pertempuran Khandak, aku masih kecil dan aku dikumpulkan dengan kaum wanita dan anak-anak kecil di tempat yang tinggi, dan bersama kami ialah Umar bin Abu Salamah. Kerap Umar membenarkan aku menaiki bahunya untuk melihat apa yang terjadi di bawah sana. Aku melihat ayahku mengayunkan pedangnya ke kanan dan ke kiri, pendek kata siapa saja yang coba mendekatinya, dihabisinya dengan pedangnya. Pada waktu petang, datang ayahku ke tempat kami untuk menjenguk, lalu aku berkata kepadanya: Ayah! Aku lihat engkau berperang pada hari ini, dan apa yang engkau lakukan tadi! Ayahku menjawab: Engkau lihat apa yang ayah buat, duhai anakku? Jawabku: Ya. Dia lalu berkata lagi: Aku lakukan untuk mempertahankanmu, demi ayah dan ibuku! (Al-Bidayah Wan-Nihayah 4:107)

Bukhari telah mengeluarkan dari Urwah ra. bahwa para sahabat Rasulullah SAW berkata kepada Azzubair ra. pada hari pertempuran di Yarmuk: pimpinlah kami untuk menerobos barisan musuh, kami akan ikut di belakangmu! Azzubair menjawab: Nanti kalau aku menggempur mereka, kamu akan duduk di belakang saja. Jawab mereka: Tidak, kami akan sama-sama menggempur! Maka Azzubair pun menerobosi barisan musuh serta menggempur mereka, dan tidak ada seorang pun bersamanya ketika itu, lalu dia kembali lagi ke barisannya, sedang lehernya penuh luka-luka oleh pukulan musuh. Ada dua bekas luka di situ, yang satu adalah dari bekas kena pukulan di hari Badar. Berkata Urwah r.a.: Aku pernah memainkan tempat bekas luka itu ketika aku kecil, dan ketika itu Abdullah juga masih kecil, umurnya sepuluh tahun, lalu ayah kami Azzubair mengajaknya naik di atas kuda, kemudian diserahkannya kepada orang lain. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 7:11)

Rasulullah SAW sangat mencintai Azzubair
Rasulullah SAW merasa bangga terhadap Azzubair, dan ia bersabda : "Setiap nabi mempunyai pengikut pendamping yang setia(Hawari) dan hawariku adalah Azzubair ibnul Awwam." Kecintaan Rasulullah SAW kepada Azzubair bukan hanya disebabkan ia anak bibi Rasulullah SAW tetapi karena Azzubair memang seorang pemuda yang setia, ikhlas, jujur, kuat, berani,murah tangan dan telah menjual diri dan hartanya kepada ALLAH. Dia adalah seorang pengelola perdagangan yang berhasil dan hartawan, tapi hartanya selalu diinfakan untuk perjuangan Islam.

Yang pertama Menyambut Panggilan Jihad
Bila diserukan "Hayo berjihad fi Sabilillah", maka ia akan segera menjadi orang pertama yang datang menyambut seruan itu. Oleh karena itulah Azzubair selalu mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah SAW. Selama hidupnya ia tidak pernah absen berjihad. Ketika kaum muslimin mengepung perbentengan bani Quraidah yang kokoh dan sulit dikuasai, Azzubair bersama Ali bin Abi Thalib menyerbu dengan memanjat benteng itu sehingga kaum muslimin dapat memasuki dan menguasai benteng tersebut. Begitu pula kesigapan Azzubair dalam menyambut seruan jihad pada perang Alahzaab dan peperangan lainnya sehingga bila Rasulullah SAW melihatnya, Beliau tersenyum ridho dan gembira, seraya bersabda : :Tiap nabi mempunyai kawan dan pembela setia(Hawari) dan di antara hawariku adalah Azzubair.". Azzubair tercatat dalam rombongan yang pernah hijrah ke negeri Habasyah sebelum hijrah ke Madinah.

Seorang Bernilai Seribu Orang
Ketika Amru Ibnul Aash meminta bala bantuan tentara kepada Amirul Mukminin, Umar Ibnul Khattab untuk memperkuat pasukan memasuki negeri Mesir dan mengalahkan tentara Romawi yang kala itu menduduki Mesir, Umar Ra mengirim empat ribu prajurit yang dipimpin oleh empat orang komandan dan ia juga menulis surat yang isinya : Aku mengirim empat ribu prajurit bala bantuan yang dipimpin empat orang sahabat yang terkemuka dan masing-masing bernilai seribu orang. Tahukah anda siapa empat orang komandan itu ?, mereka adalah Azzubair Ibnul Awwam, Ubadah Ibnu Assamit, Almiqdaad Ibnul Aswad dan Maslamah bin Mukhallid." Ketika menghadapi benteng Babilion, kaum muslimin sukar membuka dan menguasainya. Azzubair Ra memanjati dinding benteng dengan tangga. Lalu ia berseru " Allahu Akbar" dan disambut dengan kalimat tahuid oleh pasukan yang berada diluar benteng. hal ini membuat pasukan musuh gentar, panik dan meninggalkan pos-pos pertahanan mereka sehingga Azzubair dan kawan-kawannya bergegas membuka pintu gerbang maka tercapailah kemenangan yang gilang gemilang pada kaum muslimin.

Wafatnya Azzubair Ra
Ketika terjadi pertempuran hari "Aljamal" antara pasukan yand dipimpin Siti Aisyah Ra dengan pasukan Ali Ra, Azzubair bertemu dengan Ali dan menyatakan dirinya tidak lagi memihak dan akan berusaha mendamaikan kedua pasukan itu. Setelah itu maka diapun pergi. Tetapi dia dibuntuti oelh beberapa orang yang menginginkan berlanjutnya fitnah dan perang. Azzubair ditikam ketika sedang menghadap Allah (dalam keadaan menunaikan shalat).

Lilik Yuliantara - Milis Padhang Mbulan
Sahabat Nabi, Last Revised : Senin, 11 April 2100 1

Senin, 24 Oktober 2011

Hiduplah Seimbang, Islam Larang Umatnya Beribadah Berlebihan

Oleh: Jauhar Ridloni Marzuq *)

Dikisahkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa suatu hari istri Utsman bin Madz’un datang kepada istri Rasulullah dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Istri Rasulullah pun berkata kepadanya, “Kenapa kamu terlihat seperti ini, bukankah tidak ada orang Quraisy yang lebih kaya daripada suamimu?” Istri Utsman bin Madz’un menjawab, “Saat ini keadaan itu sudah tak tersisa lagi! Ketika malam hari dia (Utsman bin Madz’un) menghabiskannya dengan shalat malam, sedangkan siangnya dia selalu berpuasa.”

Tak lama setelah itu, Rasulullah SAW masuk ke rumah. Istri Utsman pun menceritakan keadaan ini kepada beliau. Rasulullah kemudian menemui Utsman bin Madz’un lalu bertanya, “Wahai Ustman bin Madz’un, tidakkah kamu menjadikanku sebagai contoh?”

“Ada apa wahai Rasulullah, sehingga engkau berkata demikian?” ujar Utsman balik bertanya.

“Apakah kamu selalu puasa pada siang hari dan menghabiskan malammu dengan shalat malam?” Rasul kembali bertanya.

“Iya, saya sungguh melakukannya, wahai Rasulullah,” jawab Utsman.

“Jangan kamu lakukan itu,” sabda Nabi kepadanya. “Sesungguhnya matamu memilki hak atasmu, tubuhmu memiliki hak atasmu dan keluargamu juga memiliki hak atasmu. Maka shalatlah dan tidurlah. Dan puasalah lalu berbukalah.” (HR Bukhari).

Riwayat di atas adalah salah satu keistimewaan ajaran Islam yang menganjurkan kepada Kaum Muslim untuk selalu hidup seimbang. Seimbang antara ibadah dan bekerja, seimbang antara ruh dan raga, seimbang antara akal dan hati, dan lain sebagainya. Islam melarang umatnya untuk berlebihan dalam membatasi gerak hidup (tafrith) sehingga mengharamkan kenikmatan-kenikmtan yang Allah halalkan.

Atau sebaliknya, terlalu longgar (ifrath) seakan-akan semua hukum adalah halal, sehingga berlaku sekehendak hatinya dan membolehkan segala cara.

Islam adalah agama fitrah, dan fitrah manusia selalu menginginkan keseimbangan. Dengan keseimbanganlah alam alam raya ini selalu berjalan teratur. “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?..” (Al-Mulk [67]: 3). Keseimbangan inilah yang menjadi ruh dan inti ajaran Islam.

Dalam Surah Al-Jumuah ayat 9-10 Allah menggambarkan bagaimana seharusnya seorang Muslim menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Orang-orang Mukmin, dalam ayat tersebut, adalah mereka yang ketika telah tiba saatnya untuk beribadah, akan bergegas mengingat Allah dengan meninggalkan jual beli dan segala rutinitas dunia. Namun setelah usai menjalankan ibadah, mereka kembali menyebar ke penjuru bumi untuk mencari karunia dan rizki-Nya dengan tidak lupa untuk selalu berdzikir kepada-Nya. Mereka bersungguh-sungguh mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat, namun tidak pernah melupakan kehidupan dunia yang saat ini mereka jalani. Kepala mereka menengadahkan ke langit, namun kaki mereka tetap berpijak di bumi.

Dengan itulah Allah menjamin keberuntungan bagi mereka. Beruntung dalam hidup di dunia dengan mendapatkan karunia dan limpahan rizki-Nya dan kelak di akhirat mendapatkan ganjaran nikmatnya syurga. Wallau a’la wa a’lam. (Republika.co.id)

*) Mahasiswa Jurusan Tafsir dan Ulumul Quran Universitas al-Azhar Kairo.

Tolak Buka Aurat, Muslim Calon Dokter Didenda Pengadilan

STOCKHOLM (Berita SuaraMedia) - Seorang wanita Muslim dari Kista, utara Stockholm, yang ditolak lamarannya sebagai dokter gigi setelah menolak untuk mengenakan pakaian kerja berlengan pendek dengan alasan relijius, telah kalah dalam kasus diskriminasinya melawan Layanan Kesehatan Gigi Publik Swedia (Folktandvarden).

"Ini tidak dapat dimengerti," ujar wanita itu pada surat kabar The Local mengenai keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Distrik Stockholm.

Menyusul selesainya studi kedokteran gigi yang ditempuhnya pada bulan Januari 2008, wanita yang kini berusia 29 tahun itu melamar kerja di Folktandvarden.

Dalam proses penerimaan kerja, ia diberitahu bahwa organisasi itu mengharuskan personelnya untuk mengenakan baju berlengan pendek ketika merawat pasien.

Namun peraturan di tempat tersebut, yang diterapkan untuk alasan higienis, berbenturan dengan keyakinannya sebagai seorang Muslim, yang melarangnya membuka aurat di tempat umum.

Mencari sebuah solusi, ia mengatakan bersedia mengenakan lengan panjang yang dapat dilepas di atas baju lengan panjangnya.

"Kami menyerahkan bukti dari Socialstyrelsen (Dewan Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional) yang menunjukkan bahwa menggunakan lengan panjang lepasan ini memiliki tingkat higienitas yang sama," ujarnya.

Setelah Folktandvarden menolak kompromi itu, ia menuntut ganti rugi sebesar 150.000 kronor (USD 21.500), menuduh penolakan organisasi tersebut untuk mengakomodasi permintaannya menghindari pakaian kerja berlengan pendek sebagai sebuah diskriminasi agama.

Namun, pengadilan Stockholm memihak Foltandvarden, menemukan bahwa keputusan untuk tidak mempekerjakan wanita itu bukan sebuah diskriminasi.

Dalam keputusannya, pengadilan menyebutkan regulasi dewan kesehatan yang merekomendasikan personel layanan kesehatan untuk mengenakan baju berlengan pendek ketika memeriksa pasien.

"Bahkan jika itu berarti merugikan bagi kaum Muslim, Folktandvarden harus mengikuti panduan yang ada untuk kebersihan dasar dalam sistem kesehatan," tulis pengadilan dalam penilaiannya.

Pengadilan juga memerintahkan wanita itu untuk membayar denda sebesar 250.000 kronor sebagai biaya pengadilan Folktandvarden, sesuatu yang menurutnya tidak akan mudah dilakukan.

"Ini tidak dapat diterima. Saya sedang tidak bekerja sekarang dan tidak memiliki pemasukan," ujarnya, menambahkan bahwa saat ini ia dibiayai oleh ayahnya.

Wanita berusia 29 tahun mengatakan bahwa ia mempertimbangkan untuk mengajukan banding, namun masih belum memutuskannya. (rin/tl)

source : www.suaramedia.com

Selasa, 18 Oktober 2011

Anger, How a Muslim Deals With It

Anger is one of the evil whispers of Shaytaan, which leads to so many evils and tragedies, of which only Allaah knows their full extent. For this reason Islam has a great deal to say about this bad characteristic, and the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) described cures for this "disease" and ways to limit its effects, among which are the following:

(1) Seeking refuge with Allaah from the Shaytaan:

Sulayman ibn Sard said: "I was sitting with the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him), and two men were slandering one another. One of them was red in the face, and the veins on his neck were standing out. The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said, `I know a word which, if he were to say it, what he feels would go away. If he said "I seek refuge with Allaah from the Shaytaan," what he feels (i.e., his anger) would go away.'" (Reported by al-Bukhaari, al-Fath, 6/337)

The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said: "If a man gets angry and says, `I seek refuge with Allaah,' his anger will go away." (Saheeh al-Jaami' al-Sagheer, no. 695)

(2) Keeping silent:

The Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) said: "If any of you becomes angry, let him keep silent." (Reported by Imaam Ahmad, al-Musnad, 1/329; see also Saheeh al-Jaami', 693, 4027).

This is because in most cases, the angry person loses self control and could utter words of kufr (from which we seek refuge with Allaah), or curses, or the word of divorce (talaaq) which would destroy his home, or words of slander which would bring him the enmity and hatred of others. So, in short, keeping silent is the solution which helps one to avoid all that.

(3) Not moving:

The Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) said: "If any of you becomes angry and he is standing, let him sit down, so his anger will go away; if it does not go away, let him lie down."

The narrator of this hadeeth is Abu Dharr (may Allaah be pleased with him), and there is a story connected to his telling of it: he was taking his camels to drink at a trough that he owned, when some other people came along and said (to one another), "Who can compete with Abu Dharr (in bringing animals to drink) and make his hair stand on end?" A man said, "I can," so he brought his animals and competed with Abu Dharr, with the result that the trough was broken. [i.e., Abu Dharr was expecting help in watering his camels, but instead the man misbehaved and caused the trough to be broken]. Abu Dharr was standing, so he sat down, then he laid down. Someone asked him, "O Abu Dharr, why did you sit down then lie down?" He said: "The Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) said: . . ." and quoted the hadeeth. (The hadeeth and this story may be found in Musnad Ahmad, 5/152; see also Saheeh al-Jaami', no. 694).

According to another report, Abu Dharr was watering his animals at the trough, when another man made him angry, so he sat down . . . (Fayd al-Qadeer, al-Manaawi, 1/408)

Among the benefits of this advice given by the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) is the fact that it prevents the angry person from going out of control, because he could strike out and injure someone, or even kill - as we will find out shortly - or he could destroy possessions and so on. Sitting down makes it less likely that he will become overexcited, and lying down makes it even less likely that he will do something crazy or harmful. Al-'Allaamah al-Khattaabi, may Allaah have mercy on him, said in his commentary on Abu Dawud: "One who is standing is in a position to strike and destroy, while the one who is sitting is less likely to do that, and the one who is lying down can do neither. It is possible that the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) told the angry person to sit down or lie down so that he would not do something that he would later regret. And Allaah knows best." (Sunan Abi Dawud, with Ma'aalim al-Sunan, 5/141)

(4) Following the advice of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him):

Abu Hurayrah, may Allaah be pleased with him, reported that a man said to the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him), "Advise me." He said, "Do not become angry." The man repeated his request several times, and each time the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) told him, "Do not become angry." (Reported by al-Bukhaari, Fath al-Bari, 10/456)

According to another report, the man said: "I thought about what the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said, and I realized that anger combines all kinds of evil." (Musnad Ahmad, 5/373)

(5) Do not become angry and Paradise will be yours (a saheeh hadeeth, see Saheeh al-Jaami', 7374. Ibn Hijr attributed it to al-Tabaraani, see al-Fath 4/465):

Remembering what Allaah has promised to the righteous (muttaqeen) who keep away from the causes of anger and struggle within themselves to control it, is one of the most effective ways of extinguishing the flames of anger. One of the ahaadeeth that describe the great reward for doing this is: "Whoever controls his anger at the time when he has the means to act upon it, Allaah will fill his heart with contentment on the Day of Resurrection." (Reported by al-Tabaraani, 12/453, see also Saheeh al-Jaami', 6518).

Another great reward is described in the Prophet's words: "Whoever controls his anger at the time when he has the means to act upon it, Allaah will call him before all of mankind on the Day of Resurrection, and will let him choose of the Hur al-'Iyn whoever he wants." (Reported by Abu Dawud, 4777, and others. It is classified as hasan in Saheeh al-Jaami, 6518).

(6) Knowing the high status and advantages offered to those who control themselves:

The Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) said: "The strong man is not the one who can overpower others (in wrestling); rather, the strong man is the one who controls himself when he gets angry." (Reported by Ahmad, 2/236; the hadeeth is agreed upon). The greater the anger, the higher the status of the one who controls himself. The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said: "The strongest man is the one who, when he gets angry and his face reddens and his hackles rise, is able to defeat his anger." (Reported by Imaam Ahmad, 5/367, and classified as hasan in Saheeh al- Jaami', 3859)

Anas reported that the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) passed by some people who were wrestling. He asked, "What is this?" They said: "So-and-so is the strongest, he can beat anybody." The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) said, "Shall I not tell you who is even stronger then him? The man who, when he is mistreated by another, controls his anger, has defeated his own shaytaan and the shaytaan of the one who made him
angry." (Reported by al-Bazzaar, and Ibn Hijr said its isnaad is saheeh. Al-Fath, 10/519)

(7) Following the Prophet's example in the case of anger:

The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) is our leader and has set the highest example in this matter, as is recorded in a number of ahaadeeth. One of the most famous was reported by Anas, may Allaah be pleased with him, who said: "I was walking with the Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him), and he was wearing a Najraani cloak with a rough collar. A Bedouin came and seized him roughly by the edge of his cloak, and I saw the marks left on his neck by the collar. Then the Bedouin ordered him to give him some of the wealth of Allaah that he had. The Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) turned to him and smiled, then ordered that he should be given something." (Agreed upon. Fath al-Baari, 10/375)

Another way in which we can follow the example of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) is by making our anger for the sake of Allaah, when His rights are violated. This is the kind of anger which is praiseworthy. So the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) became angry when he was told about the imaam who was putting people off the prayer by making it too long; when he saw a curtain with pictures of animate creatures in `Aa'ishah's house; when Usaamah spoke to him about the Makhzoomi woman who had been convicted of theft, and he said "Do you seek to intervene concerning one of the punishments prescribed by Allaah?"; when he was asked questions that he disliked, and so on. His anger was purely for the sake of Allaah.

(8) Knowing that resisting anger is one of the signs of righteousness (taqwaa):

The righteous (al-muttaqoon) are those praised by Allaah in the Qur'aan and by His Messenger (peace and blessings of Allaah be upon him). Paradise as wide as heaven and earth has been prepared for them. One of their characteristics is that they (interpretation of the meaning) "spend (in Allaah's Cause) in prosperity and in adversity, [they] repress anger, and [they] pardon men; verily, Allaah loves al-muhsinoon (the good-doers)." [Aal `Imraan 3:134]

These are the ones whose good character and beautiful attributes and deeds Allaah has mentioned, and whom people admire and want to emulate. One of their characteristics is that (interpretation of the meaning) ". . . when they are angry, they forgive." [al-Shooraa 42:47]

(9) Listening to reminders:

Anger is a part of human nature, and people vary in their anger. It may be difficult for a man not to get angry, but sincere people will remember Allaah when they are reminded, and they will not overstep the mark. Some examples follow:

Ibn `Abbaas (may Allaah be pleased with him) reported that a man sought permission to speak to `Umar ibn al-Khattaab (may Allaah be pleased with him), then he said: "O son of al-Khattaab, you are not giving us much and you are not judging fairly between us." `Umar (may Allaah be pleased with him) was so angry that he was about to attack the man, but al-Hurr ibn Qays, who was one of those present, said: "O Ameer al-Mu'mineen, Allaah said to His Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) (interpretation of the meaning): `Show forgiveness, enjoin what is good, and turn away from the foolish' [al- A'raaf 7:199]. This man is one of the foolish." By Allaah, `Umar could go no further after al-Hurr had recited this aayah to him, and he a man who was careful to adhere to the Book of Allaah. (Reported by al-Bukhaari, al-Fath, 4/304).

This is how the Muslim should be. The evil munaafiq (hypocrite) was not like this when he was told the hadeeth of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) and one of the Companions said to him, "Seek refuge with Allaah from the Shaytaan." He said to the one who reminded him, "Do you think I am crazy? Go away!" (Reported by al- Bukhaari, al-Fath, 1/465). We seek refuge with Allaah from failure.

(10) Knowing the bad effects of anger:

The negative effects of anger are many; in short they cause damage to one's own self and to others. The angry person may utter words of slander and obscenity, he may attack others (physically) in an uncontrolled manner, even to the point of killing. The following story contains a valuable lesson:

`Ilqimah ibn Waa'il reported that his father (may Allaah be pleased with him) told him: "I was sitting with the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) when a man came to him leading another man by a rope. He said, `O Messenger of Allaah, this man killed my brother.' The Messenger of Allaah (peace and blessings of Allaah be upon him) asked him, `Did you kill him?' He said, `Yes, I killed him.' He asked, `How did you kill him?' He said, `He and I were hitting a tree to make the leaves fall, for animal feed, and he slandered me, so I struck him on the side of the head with an axe, and killed him.' . . ." (Reported by Muslim, 1307, edited by al-Baaqi).

Anger could lead to less than killing, such as wounding and breaking bones. If the one who caused the anger runs away, the angry person turns his anger in on himself, so he may tear his clothes, or strike his cheeks, or have a fit, or fall unconscious, or he may break dishes and plates, or break furniture.

In the worst cases, anger results in social disasters and the breaking of family ties, i.e., divorce. Ask many of those who divorced their wives, and they will tell you: it was in a moment of anger. This divorce results in misery for the children, regret and frustration, a hard and difficult life, all as a result of anger. If they had remembered Allaah, come to their senses, restrained their anger and sought refuge with Allaah, none of this would have happened. Going against the sharee'ah only results in loss.

The damage to health that results from anger can only be described by doctors, such as thrombosis, high blood pressure, tachycardia (abnormally rapid heartbeat) and hyperventilation (rapid, shallow breathing), which can lead to fatal heart attacks, diabetes, etc. We ask Allaah for good health.

(11) The angry person should think about himself during moments of anger:

If the angry person could see himself in the mirror when he is angry, he would hate himself and the way he looks. If he could see the way he changes, and the way his body and limbs shake, how his eyes glare and how out of control and crazy his behaviour is, he would despise himself and be revolted by his own appearance. It is well-known that inner ugliness is even worse than outer ugliness; how happy the Shaytaan must be when a person is in this state! We seek refuge with Allaah from the Shaytaan and from failure.

(12) Du'aa':

Du'aa' is always the weapon of the believer, whereby he asks Allaah to protect him from evil, trouble and bad behaviour and seeks refuge with Him from falling into the pit of kufr or wrongdoing because of anger. One of the three things that can help save him is: being fair at times of contentment and of anger (Saheeh al-Jaami', 3039). One of the du'aa's of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) was:

"O Allaah, by Your knowledge of the Unseen and Your power over Your creation, keep me alive for as long as You know life is good for me, and cause me to die when You know death is good for me. O Allaah, I ask You to make me fear You in secret and in public, and I ask You to make me speak the truth in times of contentment and of anger. I ask You not to let me be extravagant in poverty or in prosperity. I ask You for continuous blessings, and for contentment that does not end. I ask You to let me accept Your decree, and for a good life after death. I ask You for the joy of seeing Your face and for the longing to meet You, without going through diseases and misguiding fitnah (trials). O Allaah, adorn us with the adornment of faith and make us among those who are guided. Praise be to Allaah, the Lord of the Worlds."

source : http://www.muslimaccess.com/articles/misc/anger.asp