Secara
 khusus, saya memohon kepada para mubaligh agar ikhlas dalam setiap 
ceramah, tulisan, dan amal perbuatannya. Allah memberi pahala yang besar
 terhadap amal shalih yang dilakukan dengan ikhlas, walaupun amalan itu 
ringan. Sebaliknya, amal shalih tanpa keikhlasan tidak akan berpengaruh 
di dunia dan tidak akan menghasilkan pahala di akhirat. Rasulullah saw. 
bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak memandang tubuhmu dan bentuk rupamu, tetapi Dia memandang hatimu." (Muslim - At-Targhib).
Rasulullah saw. pernah ditanya mengenai arti iman, beliau menjawab, "Artinya ikhlas." Di dalam kitab At-Targhib banyak
 ditulis riwayat tentang ikhlas, sebagaimana disebutkan dalam suatu 
riwayat, bahwa ketika Mu'adz r.a. diutus ke Yaman sebagai hakim, ia 
meminta nasihat kepada Nabi saw.. Kemudian beliau bersabda, "Dalam 
setiap amalmu, jagalah keikhlasan, karena dengan keikhlasan, walaupun 
amal itu sedikit akan mencukupi." Hadits lainnya menyebutkan, "Allah 
hanya akan menerima amal seorang hamba-Nya yang dilandasi dengan 
keikhlasan." Sebuah hadits Qudsi menyebutkan:
"Akulah
 Yang Mahakaya dari seluruh sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu 
perbuatan yang menyekutukan-Ku, akan Aku serahkan ia kepada sekutunya." 
Dalam riwayat lain disebutkan, "Aku terlepas darinya, dan baginya apa 
yang ia lakukan." (Muslim - Misykat).
Sebuah hadits menyebutkan, "Pada hari Kiamat akan terdengar pengumuman di padang
 Mahsyar, 'Barangsiapa yang menyekutukan Allah dalam amalannya, 
hendaklah ia menuntut pahala dari sekutu itu, karena Allah tidak 
menghendaki satu sekutu pun bagi-Nya.'" Sebuah hadits lain menyebutkan:
"Barangsiapa
 shalat karena riya (ingin dilihat orang lain), sungguh ia telah syirik.
 Barangsiapa berpuasa karena riya, sungguh ia telah syirik. Dan 
barangsiapa bersedekah karena riya, sungguh ia pun telah syirik." (Ahmad
 - Misykat).
Apabila
 seseorang beramal tanpa keikhlasan, yakni bukan untuk mencari ridha 
Allah tetapi berniat memamerkannya agar dihargai oleh manusia, secara 
tidak langsung ia telah menyekutukan Allah, sehingga seluruh amalnya 
tidak akan diterima oleh Allah swt.. Amal itu hanya akan sampai kepada 
orang yang ia harapkan pujian dan penghargaannya. Sebuah hadits 
berbunyi:
"Sesungguhnya
 orang yang pertama akan diadili pada hari Kiamat adalah orang yang 
telah mati syahid, ia akan dihadapkan kepada Allah. Maka Allah 
memperlihatkan kenikmatan-Nya dan ia pun mengakui kenikmatan itu. Allah 
bertanya, "Apa yang kamu perbuat dengannya? Ia menjawab, "Aku berperang 
karena-Mu sehingga aku mati syahid." Allah berfirman, "Kamu dusta! Kamu 
berperang karena ingin disebut pahlawan, dan itu telah kamu dapatkan." 
Maka diperintahkan agar orang itu diseret dengan dijungkir  kemudian
 dicampakkan ke neraka. Kemudian seseorang yang belajar dan mengajar 
ilmu agama dan suka membaca Al-Quran dihadapkan kepada Allah, maka Allah
 memperlihatkan kenikmatan-Nya dan ia pun mengenal nikmat tersebut. 
Allah bertanya, "Apa yang kamu perbuat dengannya?" Jawabnya, "Aku 
belajar dan mengajar ilmu dan membaca Al-Quran karena Engkau." Allah 
berfirman, "Kamu dusta! Kamu belajar dan mengajar agar disebut ulama, 
dan kamu membaca Al-Quran agar disebut qari, dan itu telah kamu 
dapatkan." Maka diperintahkan agar orang itu diseret dengan dijungkir 
lalu dicampakkan ke neraka. Dan terakhir adalah seseorang yang 
dikaruniai kekayaan oleh Allah. Maka Allah memperlihatkan kenikmatan-Nya
 dan ia pun mengenal kenikmatan itu. Lalu Allah bertanya, "Apa yang 
telah kamu perbuat dengan kekayaanmu itu?" Ia menjawab, "Aku tidak 
membiarkan satu jalan pun yang patut diberi infak kecuali aku infakkan 
hartaku karena Engkau." Allah berfirman, "Kamu dusta! Kamu berbuat 
demikian agar disebut dermawan dan kamu telah mendapatkannya!" Maka 
diperintahkan agar orang itu diseret dengan dijungkir lalu dicampakkan 
ke neraka." (Muslim - Misykat).
Oleh
 sebab itu, sangat penting bagi para mubaligh agar selalu bertujuan 
mencari ridha Allah dalam menyampaikan kegiatannya dan dalam menyebarkan
 agama dengan mengikuti sunah Rasulullah saw.. Jangan sampai beramal 
untuk mencari ketenaran, mencari nama, atau agar dihargai orang lain. 
Jangan biarkan niat-niat tersebut ada di dalam hati kita. Jika terlintas
 dalam pikiran kita seperti itu, segeralah membaca, "Laa haula wala 
quwwata illa billah," dan beristighfarlah sebagai upaya untuk 
memperbaiki diri kita.
Dengan
 kelembutan kasih sayang Allah, kebenaran Rasul-Nya, dan keberkahan 
Kalam-Nya, saya memohon semoga Allah memberikan taufik kepada saya dan 
para pembaca untuk dapat berbakti kepada agama-Nya sedaya upaya kita 
dengan ikhlas. Amin. 
Source : JamaahTablighOnline 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar