Ketika kita menikah dengan seseorang,secara langsung kitapun harus " menikahi" keluarga besarnya juga. Suasana baru pun didapatkan. Dua hati yang disatukan, berarti pula dua pasang orang tua, dan dua keluarga besar. Jika kita mencintai pasangan kita, maka disana ada konsekuensi bahwa kitapun harus mencintai apa yang dicintainya.
Sayangnya, banyak orang yang mengidentifikasi bahwa hubungan mertua dan menantu biasanya adalah seperti air dan minyak. Hal ini dikarenakan para mertua yang sering melakukan invasi wilayah yang tak seharusnya, dan atau sebaliknya. Ujung- ujungnya semua masalah akan terselesaikan dengan konflik.
Namun.... sejenak mari kita merenungkan, betapa suami yang baik yang telah kita miliki sekarang adalah sedikit banyak "hasil kreasi" dari mertua kita. Kekurangan dan kelebihan para suami kita adalah hasil dari tangan- tangan mulia itu. Beliau telah bersusah payah mendidik, melahirkan dan membesarkan suami kita, namun ketika dewasa beliau "dituntut" dengan rela melepaskan anak kesayangannya tersebut lengkap dengan semua hasil baiknya untuk dipersembahkan kepada kita. Memang sangat manusiawi ketika seseorang tumbuh dewasa, maka dia harus memulai hidupnya sendiri. Namun, suami kita bukan hanya dibesarkan oleh alam secara alamiah, sekali lagi, tangan mulia para mertua yang telah melakukannya dengan baik.
Ketika kita menempatkan diri pada posisi orang lain, insyaallah akan lebih mudah untuk kita melegakan hati untuk menerima bagaimanapun kondisi orang lain tersebut. Solusi jitu yang lain adalah, tetaplah berlaku baik kepada para mertua atau bahkan mungkin lebih baik. Karena orang baik akan selalu diterima dimanapun tempat dan kondisinya.
Subhanallah, masih kah kita mengingat hubungan baik antara Rasulullah dengan mertuanya abu Bakar. Beliau berdua adalah sangat karib, Al Amin dan As sshidiq. Dan pengikat manis hubungan mereka berdua adalah Aisyah Radhiyallaahu 'Anhu. Tidak ada orang yang lebih memahami beliau dari kalangan Laki- laki melebihi Abu bakar, begitupun sebaliknya. Maka tak heran ketika 'Amr ibn Al 'Ash Radhiyallaahu 'Anhu bertanya kepada Sang nabi "Yaa Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?. Beliau menjawab, " Aisyah". Lalu 'Amr ibn Al 'Ash mengkhususkan kepada yang laki- laki, "Kalau dari jenis laki- laki- laki?", beliau menjawab dengan mantap, "Ayahnya".
Selain itu, pujian dan sanjungan pun sering beliau berikan untuk sang mertua, 'Umar ibn Al Khatab, ayah dari Ummul Mu'minin Hafshah, "Demi Allah, jika 'Umar memilih melewati suatu jalan, tidak ada pilihan lain bagi syaitan kecuali memilih jalan yang lain".
Berbesar hatilah sejenak untuk mengesampingkan segala kekurangan para mertua kita, Berbesar hatilah sejenak untuk mengesampingkan segala emosi atas kondisi mereka. Berbesar hatilah sejenak untuk mengesampingkan segala alasan kita atas apapun hal yang menyebabkan sulit bagi kita untuk dapat mencintai mereka. Pinjamlah kalbu pasangan kita untuk melihat dan menilai mereka. Sebagaimana kita yang mempunyai kewajiban berbakti kepada orang tua kita, pun pasangan kita mempunyai tugas yang sama.
Berikanlah pula bantuan kepada pasangan kita sekiranya memang sulit baginya untuk berbakti dengan tulus kepada orang tua kita. Terkadang memang sangat sulit. Namun ini adalah jalan mulia, jalan yang hanya orang- orang luar biasa yang memilihnya.
Dua hati yang disatukan, berarti pula dua pasang Orang tua, dan dua keluarga besar. Jika kita mencintai pasangan kita, maka disana ada konsekuensi bahwa kitapun harus mencintai apa yang dicintainya. Disanapun akan timbul hasrat dicintai oleh orang- orang yang mencintainya. Subhanallah, Betapa indah jika kita menggabungkan ibadah bakti kita kepada mereka dengan rasa cinta kepada pasangan kita...
Sumber : http://m.voa-islam.com/news/article/2011/05/19/14780/orang-tuamuorang-tuakuorang-tua-kita/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar