Surga atau neraka dunia ternyata dapat dicipta dan dipilih dalam sebuah rumah tangga. Semua tergantung cantiknya kerjasama antara sang pimpinan yaitu suami dengan para "rakyat"nya. Kelihaian suami dalam menyikapi serta menanggapi emosi permaisurinya yang kadang naik turun tergantung selera dan keadaan perasaan, sudah barang tentu turut menentukan keberlangsungan rumah tangga itu. Disinilah sebenarnya kesempatan bagi para laki- laki yang ingin menguji kualitas diri dalam kepemimpinan, pengayoman serta penguasaan, khususnya terhadap para istri mereka.
Ya, para istri yang sejatinya menjadi guru atas  kesabaran suami,  karena kemanjaan,serta kebandelan mereka. Jika para  suami menyikapinya  secara positif, maka bukan amarah yang akan mereka  tampilkan melainkan  perasaan kemakluman atas seorang wanita yang mereka  cintai, yang menjadi  ladang amal bagi mereka sebagai jembatan  pengabdian kepada Allah.
Bagaimana  seorang istri tidak bahagia mempunyai seorang suami yang  mempunyai  penguasaan diri yang cukup atas emosi, ego serta kelemahannya  sendiri.  Dan ajaibnya, suami mengemas semua itu dengan caranya yang  sangat laki-  laki, sehingga yang nampak adalah kekuatannya yang tidak  mungkin tidak,  akan melahirkan sebuah pujian. Istri adalah orang  terdekat suami, yang  mengetahui sebagian besar baik dan buruknya  mereka. Maka, Ketika suami  sudah dapat memukau dan menyejukkan hati  sang istri, maka orang terjauh  sekalipun akan menyayangi sang suami.  Apa gunanya bila mengutamakan  pandangan serta pendapat orang lain yang  mungkin tidak memberikan andil  penting dalam hidup para suami,  sedangkan kehadiran si suami sendiri  dirumah sama sekali tidak  menentramkan keluarga?. 
Senyum serta  keistiqomahan para suami untuk tetap bersikap ramah  dan menjaga lidah  serta tangan mereka dengan baik, sejatinya  menghadirkan rasa malu dari  para istri yang justru akan memaki diri  mereka sendiri karena keras  kepala mereka dalam sebuah kesalahan.  Seorang istri juga mempunyai  naluri untuk berbuat dan bersikap baik,  maka dari itu, ketika mereka  berbuat salah, sebenarnya mereka akan  secara sadar mengetahui dan  mengakui kesalahan tersebut. Namun mungkin  ego dan gengsi menahan tangan  dan mulut mereka untuk merendahkan diri  dan meminta maaf. Disinilah  pentingnya kebesaran hati seorang suami  untuk memaafkan pasangannya. Tak  perlu banyak kata, tak perlu banyak  action. Dengan tetap bersikap baik,  para suami akan sudah memperoleh  gelar kebesaran serta kewibawaannya  dihadapan sang istri. 
Subhanallah, siapa wanita didunia ini  yang tidak menginginkan suami  yang sangat penyayang dan sabar  menghadapinya. Bahkan lebih  memahaminya dari diri sang istri sendiri.  Betapa sangat dalam dan  berartinya nasehat dari seseorang yang dengan  penuh wibawa mengayomi  kemanjaan serta kebandelan. Sang istri akan  merasa bahwa suami adalah  separuh jiwanya karena yang paling memenuhi  kebutuhan batin atas  penghargaan orang lain adalah suaminya sendiri. Hal  ini tentu sangatlah  menyentuh dan benar- benar menyentuh hatinya. Dalam  diri istri muncul  kekaguman karena sama sekali tiada hadir amarah dari  suami. Hanya  pemakluman dan pengertian yang penuh kebijaksanaan serta  senyum tulus  yang meneduhkan, mendamaikan. Waktu seolah tiada masalah  ketika berlalu  hanya demi mendengarkan keluh kesah serta efek dari  kepenatan hidup  dari sang istri.
Yah begitulah pinta dari kaum para kaum hawa,  didengarkan. Mereka  bahkan lupa untuk berpikir penting atau tidak  keluhan mereka, yang  mereka tahu hanyalah ingin didengarkan. Mereka  mungkin tidak tahu, logik  atau tidak alasan kesedihan dan segala air  mata mereka, yang mereka  tahu hanya kebutuhan untuk dipahami. Dan Allah  memang sang maha  memahami, di beriNya keseimbangan hidup dalam jiwa  rapuh para wanita  dengan kekuatan hati, kewibawaan serta kebijaksanaan  laki- laki.
Maka  cukuplah para suami menyadari kekuatan mereka dalam  "pengasuhan"nya  terhadap sang istri. Surga dunia pun dapat mereka  ciptakan dalam  hangatnya kedamaian rumah tangga lewat kewibawaan dan  kebijaksanaan sang  nahkoda rumah tangga tersebut. Tak perlu caci maki,  teriakan atau pamer  kekuatan, karena semua itu justru akan  menghilangkan kebesaran anda  sebagai seorang pemimpin dirumah. Dan  seorang suami yang memuliakan  istrinya, tidak lain adalah memuliakan  dirinya juga, dihadapan Allah dan  para manusia di sekelilingnya. ***

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar