Semua  manusia di bumi ini mempunyai cita-cita yang sama yaitu bagaimana hidup  di dunia ini bahagia. Semua manusia mempunyai cita-cita dan tujuan yang  sama dari yang kaya, miskin, sehat, sakit, dikota, ataupun didesa,  yaitu ingin hidup bahagia. Untuk bisa mendapatkan kebahagiaan ini ada 2  asbab yang ditempuh manusia :
I. Al Asbab Ad dzohiroh Asbab-asbab yang nampak :
Dari  pakaian, makanan, rumah, transportasi, keluarga, jabatan, status  sosial, dan asbab-asbab materi kebendaan yang lainnya. Secara Dzohir  memang bisa memberikan kebahagiaan, tetapi tidak mutlak jaminannya.  Asbab ini bisa juga menjadi asbab datangnya kesusahan. Contoh : Manusia  membeli mobil mewah karena bisa memuaskan nafsu keinginan yang  harapannya adalah datangnya kebahagiaan. Tetapi dengan mobil yang sama  manusia bisa mendapatkan kesusahaan dan penderitaan. Seperti biaya  perawatan yang mahal artinya lebih berat lagi mencari uang untuk  menutupi biaya. Bahkan dengan mobil yang sama manusia bisa menderita  bila terjadi kecelakaan yang bahkan dapat merengut nyawanya.
II. Al Asbab Al Ghoibiyah Asbab-asbab yang tidak nampak :
Inilah  yang menjadi asbab kebahagiaan yang hakiki, yang sebenarnya, yaitu  dengan Iman dan Amal. Semua amalan agama ini datangnya dari Allah, maka  jaminan kebahagiaannya adalah mutlak kepastiannya. Dibalik  perintah-perintah Allah ini ada pertolongan Allah. Jadi inilah asbab  mutlak datangnya kebahagiaan. Walaupun dia secara dzohir tidak memiliki  apa-apa, tetapi jika dia mau beriman dan beramal maka pasti dan pasti  dia akan bahagia, dan pasti Allah akan tolong dia. Contoh : Nabi  ditawari gunung emas oleh Allah tetapi ditolak Nabi dan Nabi SAW lebih  memilih amalan sabar dan syukur. Padahal kondisi dzohiriah Nabi SAW  sangat memprihatinkan seperti 3 hari tidak makan, 2 bulan tidak mengepul  asap di dapur, dll. Ini karena beliau SAW yakin kunci kebahagiaan ini  ada dibalik amal-amal agama bukan pada kebendaan.
Al  Asbab Ad Dzohiroh sangat bergantung pada Al asbab al ghaibiyah untuk  bisa mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan. Sedangkan asbab ghaibiyah  tidak bergantung kepada asbab dzohiriyah untuk mendatangkan kebahagiaan  yang sempurna. Asbab dzohir yang sempurna terlihat dimata manusia, tanpa  asbab ghaibiyah, tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan sedikitpun.  Contohnya seperti Firaun, Qorun, Namrud LA yang memiliki kesempurnaan  asbab dzohiriyah, namun karena mereka tidak mempunyai asbab al  ghaibiyah, maka mereka sengsara dunia dan akherat. Beda dengan para  Anbiya AS dan para Sahabat RA yang secara asbab dzohiriyah mereka nampak  sangat kekurangan, tetapi mereka adalah orang-orang yang bahagia dunia  dan akherat asbab sempurnanya asbab ghaibiyah mereka. Nabi SAW bagi  beliau sudah biasa tidak makan 3 hari berturut-turut, tidak pernah  menyimpan makanan untuk hari esok, atau 2 bulan asap tidak mengepul di  dapur beliau SAW, tidur hanya beralaskan anyaman daun kurma sehingga  berbekas pada kulit dan pipi beliau SAW. Namun walaupun begitu para  ulama sepakat bahwa Nabi SAW adalah orang yang paling bahagia di dunia  dan di akherat. Ini dikarenakan Iman dan Amalan, asbab al ghoibiyah,  beliau yang sempurna.
Pernah  suatu ketika 2 utusan romawi datang untuk melihat kehidupan pimpinan  umat islam yang berhasil menaklukkan dataran Persia dan Romawi sebagai  bangsa terkuat secara asbab dzohiriyah saat itu. Ketika mereka sampai di  madinah ketika itu utusan ini yang pertama kali ditanyakan adalah  kehebatan asbab-asbab dzohiriyah yang dimiliki pemimpin orang islam  ketika itu. Seperti dimana raja kalian, dimana kerajaannya, namun orang  islam ketika itu membantah bahwa pemeimpin mereka bukanlah raja dan  tidaklah memiliki kerajaan yang dimaksudkan oleh utusan tersebut. Mereka  tidak mempunyai raja yang dilayani tetapi seorang khalifah yang  melayani ummatnya, tidak ada istana tempat resmi pejabat pemerintahan,  tetapi yang ada hanya mesjid tempat para sahabat sering berkumpul. Lalu  dihantarlah utusan tersebut menghadap khalifah Umar RA yang ketika itu  tertidur dibawah pohon hanya dengan bermodal tongkat. Umar pulas  tertidur setelah beronda keliling kampung tidak ada yang menjaganya,  tidak ada satpam, anjing, pengamanan, yang ada hanya Allah di hati Umar  RA.. Maka terkejutlah utusan tersebut melihat keadaaan umar RA seorang  penakluk bangsa yang besar dibandingkan dengan Raja mereka. Ini Umar  seorang pemimpin penakluk 2/3 dunia bajunya bertambal-tambal, tidur  tidak ada yang menjaga, beralaskan bumi beratapkan langit, tidak  mempunyai pengawal dan kerajaan, namun tidur dengan tenang dan nyenyak.  Sementara Rajanya mempunyai lemari baju yang banyak, tidur dikasur yang  empuk, dikawal ribuan tentara, tidur di istana yang megah, tetapi hidup  selalu dalam ketakutan, tidak ada ketenangan, dan tidak bisa tidur  nyenyak. Umar yang miskin dari asbab adzhohiriyah tetapi sempurna asbab  al ghaibiyahnya maka ketenangan dan kebahagian telah datang padanya.  Sedangkan si Raja yang sempurna asbab adzhohiriyah tetapi kosong dari  asbab al ghoibiyah maka yang datang kepadanya adalah ketidak tenangan  dan penderitaan. Inilah perbedaan diantara mereke berdua seorang Umar RA  dan si Raja Romawi. Umar karena sempurna asbab al ghaibiyahnya Allah  masukkan kekayaan ke dalam hatinya sehingga hatinya menjadi kaya seperti  kayanya dzohirnya seorang raja.
Tidak  ada satu nabipun yang menganjurkan kaumnya untuk kerja lembur banting  tulang buat mengurusi dunia untuk bisa mencapai kebahagiaan dengan  membangun pabrik, meluaskan sawah, memperbesar toko, memperbaiki  perdagangan, dan asbab dzohiriyah lainnya. Tetapi semua Nabi AS mengajak  kaumnya hanya kepada Allah dengan jalan menyempurnakan keyakinan dan  asbab-asbab ghaibiyah untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna. Jika  asbab ghaibiyah ini sempurna maka kebutuhan akan asbab dzohiriyah akan  berkurang. Ini dikarenakan ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki akan  datang melalui asbab ghaibiyah bukan dengan asbab dzahiriyah. Jika asbab  ghaibiyah sempurna diamalkan maka asbab dzahiriyah akan datang, namun  ketika itu kebutuhan akan asbab dzahiriyah akan berkurang. Sebagaimana  di jaman sahabat ketika harta ghanimah datang melimpah ruah ke  pintu-pintu rumah para sahabat tetapi semuanya tidak ada yang  menyimpannya dibagi-bagikan hingga habis. Ini karena asbab ghaibiyah  sempurna diamalkan sehingga kebutuhan akan dzohiriyah berkurang.
Dalam mahfum firman Allah :
“  Siapa yang dipagi hari dari kamu beriman, sedangkan mereka berbadan  sehat, dan mempunyai tempat tinggal. Walaupun kamu hanya satu hari makan  dan tidak ada jaminan makan untuk esok harinya, maka dia seakan-akan  telah mendapatkan dunia beserta seluruh isinya. Hidup bagaikan  mendapatkan mimpi para raja.”
Seseorang  datang kepada Nabi SAW mengadukan masalah kelebihan orang kaya yang  mampu melampaui mereka dalam beramal karena harta mereka. Semua sahabat  yang miskin fikirnya adalah bagaimana caranya berprestasi dalam beramal  bersaing mengalahkan prestasi amal orang kaya. Disini Nabi SAW tidak  menganjurkan para sahabat yang miskin untuk mencari duit yang banyak  atau menyempurnakan asbab-asbab dzohiriyah lainnya, tetapi yang  diberikan oleh Nabi SAW adalah amalan lagi. Mereka diberi amalan tasbih,  tahmid, takbir sebanyak 33 kali, jika disempurnakan dengan tahlil maka  dosa-dosamu akan diampuni, dan tidak ada yang bisa melebihi amalan ini  kecuali bagi mereka yang mengamalkannya juga. Lalu mereka pergi  mengamalkan. Namun keesokan harinya mereka kembali lagi kepada Nabi SAW  mengeluh perkara yang sama disebabkan yang kaya ikut mengamalkan apa  yang mereka amalkan. Tetapi apa kata Nabi SAW, “Beruntung orang-orang  yang telah Allah lebihkan amalnya.” Ini karena mampu tidaknya beramal  seseorang bukan karena kemampuan tetapi karena kasih sayang Allah  sehingga Allah tolong dia untuk bisa beramal.
Jika  orang yang mempunyai asbab ghaibiyah dengan sempurna bertemu orang  dengan asbab dzahiriyah yang sempurna, pasti Allah akan menangkan orang  yang sempurna asbab ghaibiyahnya dibanding dengan orang yang sempurna  asbab dzahiriyahnya saja. Seperti ketika perang Badr, sahabat hanya  mempunyai asbab ghaibiyah saja ketika itu yaitu Yakin yang sempurna  kepada Allah, Do’a dan Sunnah Nabi SAW. Maka ketika itu kaum kafir yang  hanya mempunyai asbab dzohiriyah saja dan jauh lebih siap dibandingkan  dengan pasukan sahabat, mampu di porak porandakan oleh para sahabat  dengan bantuan Allah Ta’ala. Sahabat perang di Badr dalam keadaan lapar  sehingga melempar tombakpun tidak kuat. Namun ketika tombak terlempar,  walaupun tidak kena atau meleset, tetapi banyak musuh yang terbunuh  ketika dilewati oleh tombak tersebut. Ada sahabat yang berpedangkan  hanya dari ranting , tetapi sekali tebas dengan ranting tumpul puluhan  kepala orang kafir terpisah dari badan mereka.
Allah berfirman mahfum :
“ Bukan kamu yang melempar, tetapi kamilah yang melempar. Bukan kamu yang membunuh tetapi kamilah yang membunuh mereka.”
Inilah  pertolongan yang Allah berikan kepada mereka yang sempurna asbab  ghaibiyahnya. Siapa yang membunuh ? Allah, siapa yang memberi kemenangan  ? Allah. Inilah kekuasaan Allah, jika Allah sudah menentukan hasil  siapa yang mampu merobah dan menghalanginya. Allah berkuasa dan  kekuasaannya tanpa batas, dan tidak ada satu mahlukpun yang mampu  membatasi kekuasaan Allah walaupun seluruh mahluk dari jin, manusia,  malaikat berkumpul untuk membatasi kekuasaan Allah. Orang yang hanya  mempunyai asbab dzohir saja tanpa ada asbab ghaibiyah maka hidupnya akan  seperti sarang laba-laba gampang hancur. Kelihatannya sukses dan bisa  mendatangkan kebahagiaan dengan menangkap nyamuk, semut, dan kebutuhan  lainnya, padahal sekali pukul dengan sapu bisa langsung hancur  berantakan. Begitulah rapuhnya dan lemahnya kehidupan orang yang hanya  melengkapi asbab dzohiriah saja.
Ketika  Nabi SAW hendak hijrah ke madinah, Nabi SAW bilang kepada Ali RA bahwa  nanti mereka akan bertemu kembali di madinah. Padahal ketika itu jiwa  mereka sedang terancam akan dibantai oleh pasukan khusus orang kafir  quraish terdiri dari 100 orang pendekar-pendekar tangguh yang mengepung  rumah Nabi SAW. Ketika itu justru Ali RA tidak ada rasa takut karena  yakin dengan perkataan Nabi SAW bahwa mereka akan bertemu kembali di  madinah, dan mereka tidak akan mati malam itu. Bagaimana Nabi SAW  menyelesaikan masalah malam itu yaitu dengan asbab ghaibiyah, dengan  amal, dengan membaca surat yasin. Sehingga Allah datangkan rasa kantuk  kepada para pendekar itu. Walaupun ada satu orang yang dibiarkan terjaga  oleh Allah, namun orang tersebut tidak mampu melakukan apa-apa bahkan  membangunkan temennya sekalipun ketika Nabi SAW dan Abu Bakar melintasi  mereka. Lalu Nabi SAW diperintahkan Allah Ta’ala bersembunyi di goa thur  ketika di kejar oleh 100 pendekar pembunuh bayaran kaum quraish. Ketika  itu Nabi SAW melihat Abu Bakar RA menangis, sehingga beliau SAW menegur  Abu Bakar RA untuk tidak takut. Abu Bakar RA menjawab yang dia takuti  bukan keselamatannya tetapi yang ditakutinya adalah keselamatan Nabi  SAW. Lalu apa kata Nabi SAW : “Sukakah kamu jika ada 2 orang yang  ketiganya adalah Allah. Janganlah takut karena Allah bersama kita.”  Disini Allah hendak memberi pelajaran bahwa Allah kuasa membangun tembok  baja di depan goa, atau mengirimkan ribuan malaikat untuk melindungi  Nabi SAW, atau mendatangkan burung ababil seperti ketika melawan  Abrahah, tetapi Allah pilih sarang laba-laba yang lemah untuk  mengalahkan 100 kopasusnya orang-orang Quraish. Ini karena Allah hendak  menunjukkan betapa lemahnya manusia dan logikanya. Bahkan ketika itu  pasukan tersebut tidak mampu menundukkan kepalanya untuk melihat kebawah  goa yang tertutupi sarang laba-laba. Inilah yang akan terjadi jika  manusia hanya mengandalkan akalnya atau logikanya saja, maka orang  seperti ini akan membuat banyak kesalahan dan jauh dari petunjuk Allah.  Mereka fikir, “Tidak mungkin Nabi SAW ada di dalam goa, karena goa ini  tertutupi oleh sarang laba-laba, jika dia ada di dalam pasti sarang ini  sudah hancur.” Inilah lemahnya logika manusia dan hebatnya kekuasaan  Allah.
Dalam  suatu riwayat kisah sahabat, pernah ada sahabat yang dikirim ke negeri  Cina untuk buat dakwah disana. Lalu didapati oleh para sahabat ini bahwa  orang cina berdagang beras dengan takaran yang tidak betul dicampur  dengan debu agar lebih berat. Orang cina tempatan berdagang dengan cara  menipu. Lalu para sahabat ini membeli beras tersebut, membersihkannya,  dan dijual kembali dengan harga yang semestinya dan takaran yang benar.  Para pedagang cina berkata kepada para sahabat ini, “Bagaimana kalian  bisa beruntung jika cara dagang kalian seperti itu.” Ini karena yang  dicari sahabat adalah keberkahan dari perdagangan yang jujur dan adil  sesuai yang diperintahkan Allah Ta’ala. Inilah yang diyakini sahabat  bukannya perdagangan, toko, beras, uang, yang memberi kehidupan kepada  mereka, tetapi Allahlah yang memberi rizki dan kehidupan kepada mereka.  Asbab cara mereka yang jujur dan adil ini dalam berdagang membuat para  sahabat ini menjadi terkenal, sehingga dipanggil ke kerajaan oleh sang  raja. Lalu para sahabat ini memberi dakwah kepada sang raja tentang  keadilan dan kejujuran dalam berdagang. Asbab dakwah sahabat ini, Raja  mengeluarkan Kepres atau surat keputusan bahwa yang boleh berdagang  hanya orang islam saja. Asbab ini banyak orang cina berbondong-bondong  masuk islam, sehingga nampaklah perubahan dari cara berdagang mereka  ketika itu menjadi perdagangan yang islami. Dagang berdasarkan ketaatan  kepada Allah inilah yang mendatangkan keberkahan dan pertolongan Allah.
Jika  orang beriman ini sempurna ketaatannya kepada Allah maka alam akan  berkhidmat kepada mereka. Di dalam hadits Qudsi Allah berfirman  mahfumnya Allah akan buat suasana yang membantu hambanya. Matahari  terang disiang hari agar manusia bisa bekerja, hujan hanya turun dimalam  hari agar pertanian dan alam dapat mendatangkan keberkahan pada  manusia. Hujan tidak akan turun disiang hari agar manusia tidak  kesulitan untuk bekerja, dan tidak ada halilintar yang memberikan  perasaan takut kepada manusia. Semuanya akan dibuat mudah oleh Allah  buat manusia. Alam akan berkhidmat kepada manusia jika dia beriman  dengan benar dan beramal dengan sempurna. Sebagaimana dijaman Sahabat  RA, para sahabat mampu menundukkan alam, dan alam berubah-ubah  tergantung keinginan sahabat. Seperti minta hujan disiang terik maka  turunlah hujan di kebunnya saja, jalan diatas air, mengeluarkan air dari  tanah, menghentikan gempa dengan kakinya, menghidupkan yang mati, dan  lain-lain. Ini semua karena mereka sempurna iman dan amalnya sehingga  alampun tunduk pada mereka.
Allah berfirman mahfum :
“  Seandainya penduduk suatu negeri beriman kepada kami, maka kami akan  datangkan rizki dari atas dan dari bawah mereka. Tetapi mereka ingkar  sehingga mereka kami adzab.”
Jadi  sebelum kita mati kita targetkan Iman ini agar kita bisa meninggal  membawa kesempurnaan Iman. Bagaimana kita targetkan selemah lemahnya  Iman atau Iman ini minimal seperti yang Allah mau yaitu dapat taat  kepada Allah selama 24 Jam. Dan bagaimana ketinggian Iman kita dapat  mencapai taraf atau derajat Iman para sahabat yaitu ketika Iman ini  sudah tidak terkesan pada segala keadaan dan segala sesuatu selain  Allah. Suatu ketika Abu Hurairoh RA di jamu oleh pendeta dalam suatu  hidangan makan. Ketika makan roti yang dipegang Abu Hurairoh ini  terjatuh, lalu Abu Hurairoh membersihkannya dan dimakan kembali karena  menurutnya ini sunnah. Namun melihat hal itu seseorang menegur Abu  Hurairoh untuk tidak melakukan itu seperti orang yang tidak pernah makan  saja dan memalukan derajat orang islam. Mendengar teguran itu Abu  Hurairoh marah dan berkata: “Mengapa aku harus meninggalkan sunnah  kekasihku dan mengikuti orang yang bodoh itu.” Inilah keimanan dan  keyakinan sahabat terhadap sunnah, mereka rela dipermalukan daripada  harus meninggalkan sunnah Nabi SAW.
Bagaimana  kisah sahabat Abdullah ibnu atha’ alias Abu Hanzalah, ketika menjadi  tawanan raja romawi, Abu Hanzalah diminta untuk meninggalkan keimanannya  dengan imbalan akan diberikan separuh dari kerajaannya. Namun apa kata  Abu Hanzalah : “Walaupun engkau berikan seluruh kerajaanmu kepadaku maka  aku tidak akan meninggalkan islam walaupun hanya sekejap mata.” Melihat  hal itu sang Raja menjadi marah sehingga memerintahkan algojonya untuk  memanah Abu Hanzalah kecuali jika dia mau meninggalkan keislamannya.  Lalu apa kata Abu Hanzalah : “Aku lebih baik mati dalam keadaan beriman  daripada harus hidup dalam keadaan kafir.” Melihat hal ini maka sang  Raja tidak kehabisan akal, sehingga memerintahkan prajuritnya untuk  menyiapkan tungku panas yang besar untuk menakuti Abu Hanzalah. Para  orang-orang muslim yang menjadi tawanan tersebut digilir diceburkan  kedalam tungku yang panas dan menjadi syahid. Namun ketika giliran Abu  Hanzalah tiba, dia malah menangis. Sang Raja berpikir akhirnya Abu  Hanzalah menyerah juga dan mau meninggalkan keislamannya. Ketika ditanya  mengapa Abu Hanzalah menangis, dia menjawab : “Aku menangis bukan  karena takut mati, tetapi aku menangis karena hanya mempunyai satu  nyawa. Andai kata nyawaku sebanyak bulu dibadanku maka aku akan ceburkan  semuanya kedalam tungku panas ini.” Mendengar jawaban ini sang raja  terkejut dan terkagum melihat keteguhan Iman Hanzalah RA. Atas  kekagumannya ini sang Raja hanya meminta Hanzalah untuk menyium  keningnya saja. Abu Hanzalah bersedia melakukannya dengan syarat asal  raja bersedia membebaskan seluruh orang islam yang menjadi tawanan.  Inilah Iqromul Musliminnya sahabat kepada kawan-kawannya. Mendengar  kargozari tentang Abu Hanzalah, maka saat itu umar mewajibkan para kaum  muslimin untuk mencium jidad Abu Hanzalah dimulai dari umar RA sendiri.
Nabi  Ibrahim AS ketika diancam mati dengan kobaran Api, Iman beliau tidak  bergeming, walaupun itu dengan tawaran bantuan dari malaikat, tetap Nabi  Ibrahim AS tidak terkesan. Nabi Ibrahim AS hanya terkesan dengan  bantuan Allah saja dan tidak tertarik dengan bantuan mahluk walaupun itu  dari malaikat. Kita hari ini tidak ada yang mengancam dan tidak ada  yang menawarkan keduniaan Iman kita mudah tergoyah jika melihat cara  hidup orang kafir. Di desa rajin ibadah, lalu ke kota terkesan suasana,  sibuk kerja, lalai dari amal, terbawa suasan maksiat, akhirnya jadi  ahlul maksiat. Asbabnya karena telah meninggalkan perintah Allah  terutama sholat.
Hari  ini asbab Ad Dzohiroh kita jauh lebih baik dari jaman para sahabat,  namun sahabat asbab Al Ghoibiyah jauh lebih baik dari kita. Karena kita  jauh dari Al Asbab Al Ghoibiyah maka akhlaq kita tidak sebaik bahkan  jauh dari qualitas akhlaqnya sahabat RA. Kemerosotan akhlaq ini nampak  karena kita telah meninggalkan jalannya para sahabat dalam  menyempurnakan asbab Al Ghoibiyah. Berapa banyak hari ini kita berutang  tetapi berapa banyak yang mau memikirkan pembayarannya, dan bagaimana  nasib si pemberi utang jika hutangnya tidak di bayar. Sudah berjanji  tidak ditepati bisanya bikin susah orang. Kita harus jadikan diri kita  seorang mukmin yang berguna dan seorang mukmin yang tangguh, tidak  cengeng sedikit-sedikit mengeluh. Minimal kita harus jadikan diri kita  tidak menyusahkan orang lain. Hari ini karena nafsu kita besar,  keinginan kita banyak sehingga kita tidak bahagia. Ada satu mobil pingin  dua. Ada satu rumah pingin dua, dan seterusnya. Orang seperti ini tidak  akan pernah puas dan tidak akan pernah bahagia. Sahabat dapat kepala  kambing sangking bahagianya tidak melupakan dirinya terhadap  tetangganya. Bukannya ingin lebih tetapi malah memberi seluruhnya kepada  tetangganya yang lebih membutuhkan. Inilah kesempurnaan Iman dan  Kebahagiaan sahabat.
Jadi  perjuangan kita hari ini adalah bagaimana Al Asbab Al Ghoibiyah  sempurna diamalkan oleh diri kita, keluarga kita, dan ummat diseluruh  alam. Mengapa hari ini masalah manusia tidak selesai-selesai ini bukan  karena ekonomi, politik, teknologi, tetapi karena manusia jauh dari  agama. Ketika Nabi SAW diutus, semua masalah manusia selesai hanya  dengan asbab kalimat : “Ya ayyu hannas qullu La Illaha Illallah Tuflihu :  wahai manusia ucapkan tiada tuhan selain Allah maka kamu akan bahagia”.  Hari ini kenapa teknologi, ekonomi, pertanian, perdagangan dapat maju ?  ini karena manusia meluangkan waktu dan sungguh-sungguh menekuninya.  Ingin menjadi Sarjana tetapi tidak ada waktu untuk kuliah bagaimana bisa  ? ingin punya anak tetapi tidak mau kawin bagaimana bisa ? Begitu juga  dengan Iman dan Amal. Jika kita ingin Iman dan Amal kita sempurna maka  kita harus luangkan waktu. Allah berfirman mahfum : “Orang yang beriman  tidak akan ragu-ragu berjuang di jalan Allah, dan merekalah orang-orang  yang benar.” 
Ustadz Najib, Mesjid Jami Kebun Jeruk, Jakarta, Bayan Markaz, Kamis, 20 Februari 2003
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar