Dari Perhelatan Akbar Jamaah Tabligh di Serpong
Kegiatan Besar yang Menghindari Ekspose Media
SM/Hartono Harimurti LOKASI PERHELATAN : Sejumlah peserta meninggalkan lokasi perhelatan akbar Jamaah Tabligh di sebuah tanah lapang, kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Minggu (19/7).(30) |
Sebuah perhelatan besar digelar 17-20 Juli di kawasan Serpong, Banten. Di situ berkumpul ratusan ribu orang yang menamakan dirinya anggota Jamaah Tabligh. Siapa sebenarnya mereka dan apa yang dilakukan selama digelarnya acara itu?
MAAF. Itulah kata yang sering muncul dari mulut petugas yang berada di Posko Khirosah di tempat perhelatan akbar Jamaah Tabligh di sebuah tanah lapang seluas 200 ha di kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Minggu (19/7) lalu. Perkataan dengan nada santun tersebut mereka katakan ketika Suara Merdeka mencoba memperoleh informasi lebih jauh tentang kegiatan akbar tersebut dan hal-hal yang terkait teknis seperti jumlah anggota Jamaah Tabligh yang hadir, siapa tokoh nasional yang diundang, hasil-hasil pertemuan akbar, dan sebagainya.
”Maaf pak, kami memang tidak ingin riya’. Jadi kami tidak ingin mempublikasikan kegiatan kami di koran dan televisi. Biarlah nanti masyarakat mengetahui sendiri kegiatan silaturahmi pengikut ‘usaha dakwah’ ini, karena kami insya Allah akan bersilaturahmi ke masjid-masjid yang ada di tengah masyarakat,” kata petugas yang mengaku bernama Abu Jihad itu.
Jika melihat begitu banyaknya jumlah bus, metromini, minibus, sedan biasa sampai sedan mewah, sepeda motor sampai sepeda onthel yang terparkir rapi di lokasi tersebut, belum lagi mereka yang datang berjalan kaki atau naik ojek, maka bisa diperkirakan jumlah yang hadir mencapai ratusan ribu orang atau jauh lebih banyak daripada yang hadir pada saat kampanye akbar pasangan SBY-Boediono di Stadion Utama Gelora Bung Karno beberapa waktu lalu.
”Mungkin hampir sejuta orang mas, tapi saya nggak tahu persisnya, karena kita datang kesini cuma mikir, cuma usahakan, iman kokoh di hati kita,” kata Anwar, anggota Jamaah Tabligh asal Malang, Jawa Timur.
Dia yang ”keceplosan bicara” merupakan staf pengajar di PTN favorit di Malang. Anwar mengaku, walaupun dihadiri anggota yang sangat besar jumlahnya serta dihadiri tokoh-tokoh nasional seperti Jusuf Kalla, bukan itu yang membesarkan pertemuan ini. ”Kita semua meyakini kebesaran sebuah pertemuan adalah bila di dalamnya membesarkan kebesaran Allah dan pentingnya dakwah untuk iman umat manusia. Kami ingin besar di mata Allah, bukan dinilai besar oleh mahluk-mahluknya. Kami juga tidak ingin membuat kami besar, kami istiqomah dakwah saja, biar Allah yang membesarkan kami,” paparnya.
Dalam setiap perhelatan akbar yang disebut ijtima’ tersebut, menurutnya, tidak ada perbedaan status sosial siapa yang datang. Bila presiden sekalipun, maka dia tidak akan diberi tempat duduk di VVIP dan harus duduk berbaur dengan jamaah, karena menjunjung tinggi prinsip semua sama di mata Allah, kecuali mereka yang bertakwa.
Ciri khas
Dari pengamatan Suara Merdeka, anggota Jamaah Tabligh mengenakan pakaian yang hampir seragam, seperti baju koko sampai dengan gamis yang panjang, celana panjang di atas mata kaki, kopiah putih, ada yang dilengkapi dengan sorban, dan sebagian besar memelihara jenggot.
Dari tampilan yang seragam ini, ternyata mereka datang dari status sosial berbeda. Hal ini terlihat dari beraneka kendaraan yang membawa mereka untuk hadir di acara tersebut. Deretan sedan dari BMW, Mercedes sampai Toyota Vios, juga SUV seperti Range Rover, Ford Escape, Toyota Fortuner sampai Daihatsu Terios berbaur dengan dengan Hijet dan bus butut, bahkan sampai sepeda onthel. ”Jangan difoto Pak, ini kebesaran dunia,” pinta sorang petugas di Khirosah saat Suara Merdeka akan memfoto hal yang menarik ini.
Kesan pertama masyarakat awam tentunya merasa asing bahkan ”seram” dengan kehadiran mereka. Namun demikian mereka tidak ekslusif dan berusaha untuk membaur dengan menyebarkan dakwah. Hal ini terlihat saat di warung kopi yang terletak dekat lokasi pertemuan akbar mereka. ”Assalamu’alaikum, Mas. Saya Junaidi asal Natuna, Riau, saya masih lemah iman, ikut ‘usaha dakwah’ ini untuk memperbaiki diri dan iman. Kita ikut saja biar Allah yang memberi kepahaman,” katanya kepada Suara Merdeka.
”Agar paham usaha ini, Mas bisa ikut ’usaha dakwah’ ini, kita khuruj, keluar di jalan Allah 3 hari saja. Semoga nanti dipahamkan Allah,” tambahnya.
Mendengar kata ‘keluar di jalan Allah’, teringatlah dengan kata-kata yang sering dikatakan almarhum Bangun Sugito atau dikenal dengan Gito Rollies. Ditanya apakah Gito ikut usaha dakwah ini, Junaidi hanya berkata ”Mas lebih tahulah daripada kami.”
Ditanya soal teknis terkait keluar di jalan Allah, dia menyatakan, ”Kalau Mas tinggal di Jakarta datang ke Masjid Jami’ Kebon Jeruk di ‘daerah kota’, daftar saja untuk keluar 3 hari. Kita dakwah membawa uang kita sendiri, dengan jiwa dan harta kita. Kita isi dengan baca kitab tentang keutamaan amal dan ibadah,” katanya.
Ijtima’ yang dimulai sejak tanggal 17 hingga 20 Juli pun berakhir, maka pulanglah mereka dengan tertib dalam rombongan-rombongan dengan seorang penanggung jawab. (Hartono Harimurti-62)
ALLAHUAKBAR!!!
BalasHapus