Setelah mengucapkan Syahadat, memohon perlindungan dan menilawatkan Al-Faatihah, Hudhur aba. menilawatkan:
Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin naasi ta’muruuna bil ma’ruufi wa tanhauna ‘anil munkari wa tu’minuuna billaahi.
Surah Aali ‘Imraan (3) ayat 111 yang artinya:
Kamu adalah umat terbaik, dibangkitkan demi kebaikan umat manusia; kamu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan, dan beriman kepada Allah…..
Dalam ayat yang baru saya baca tadi, Allah mengatakan bahwa engkau adalah orang yang terbaik yang telah diciptakan untuk kebaikan seluruh umat manusia. Engkau menyuruh untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan serta untuk beriman kepada Allah, yang berarti bahwa kami yang menamakan diri kami itu Muslim adalah yang terbaik dari antara umat manusia. Sekarang, sesuai dengan nubuatan dari Y.M. Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. kami sudah beriman dan kepada Al-Masih zaman ini, yang sudah meng-implementasikan
sekali lagi ajaran-ajaran Islam yang sudah dilupakan. Jadi dengan beriman, percaya kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. ini, maka tentu saja kami menjadi umat yang terbaik, karena mulai dari Adam sampai pada Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. kami itu sudah mempercayai kepada semua nabi-nabi dan kami dapat menyatakan bahwa kami itu memiliki keimanan yang sempurna. Jadi setelah mengeluarkan pengumuman ini maka tanggung-jawab kami itu tidak selesai begitu saja, tetapi dengan pengumuman ini maka tanggung-jawab kami sebagai orang Ahmadi bertambah besar. Karena Allah mengatakan bahwa saudara-saudara itu dinamakan sebagai umat yang terbaik, maka dengan alasan itulah saudara-saudara harus menyampaikan kabar untuk keshalehan dan kebajikan serta melarang kekejian. Saudara-saudara itu harus selalu memiliki pikiran yang baik tentang orang-orang. Allah berfirman bahwa saudara-saudara itu adalah umat yang baik dan bagus, oleh karena itu saudara-saudara harus memiliki pikiran yang baik terhadap diri saudara-saudara sendiri, untuk istri saudara-saudara dan untuk anak-anak saudara-saudara. Di mana saudara-saudara itu harus memiliki pemikiran yang baik bagi negeri saudara-saudara, bagi bangsa saudara-saudara dan juga bagi bangsa-bangsa yang lainnya. Janganlah saudara-saudara mempunyai pikiran yang buruk tentang mereka ini dan saudara-saudara pun tahu bahwa siapa pun dia itu, berasal dari Negara mana pun dia, berasal dari suku bangsa apa dia itu, dan dari keluarga siapa ia, saudara-saudara itu harus berbuat baik kepada mereka, saudara-saudara harus dapat menarik hati mereka, harus dapat merebut hati dari setiap orang. Adalah kewajiban bagi saudara-saudara bahwa saudara-saudara itu harus dapat menarik hati orang-orang dan jangan sekali-kali berbuat yang tidak baik kepada siapa pun juga. Di mana setiap perbuatan saudara-saudara itu harus memperlihatkan kecintaan saudara-saudara dan saudara-saudara harus melaksanakan semua tugas pekerjaan ini karena ini adalah perintah dari Allah Taala. Jika saudara-saudara tidak mengerjakannya maka keimanan saudara-saudara kepada Allah itu tidak dapat dikatakan sempurna. Jadi, saudara-saudara dapat lihat bahwa Allah Taala itu tidak membangkitkan kami sebagai umat terbaik dengan hanya pernyataan di mulut kita saja bahwa kami adalah Muslim. Sebagaimana saudara-saudara melihat banyak orang Muslim, yang jika saudara-saudara bertanya kepada mereka: “Apakah Tuan seorang Muslim?” Mereka mengatakan “Alhamdulillah kami adalah Muslim”. Tetapi jika melihat pada peri-laku dan perbuatan mereka, saudara-saudara akan melihatnya bahwa bahkan Syaitan pun akan lari dari mereka itu. Jadi, untuk menjadi umat terbaik dari Y.M. Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. maka saudara-saudara itu haruslah melakukan tindakan terbaik, meninggalkan segala keburukan, yang dengan jalan ini saudara-saudara dapat mengajak dan menyuruh berbuat kebaikan kepada orang-orang lainnya dan melarang mereka dari perbuatan yang buruk. Jika tidak demikian, bilamana saudara-saudara akan berusaha untuk memperbaiki, mereformasi kepada orang lainnya, maka saudara-saudara akan mendapatkan jawaban begini: “Perbaikilah dan koreksi diri Anda sendiri dahulu, bagusilah dan kerjakanlah reformasi pada diri Anda terlebih dahulu!”.
Saudara-saudara tidak akan dapat menjadi umat terbaik dengan menipu atau membodohi orang-orang atau menipu Tuhan. Oleh karena itu, untuk memperkuat diri Anda, untuk memperkuat Jama’at dan organisasi Anda, maka saudara-saudara itu harus mengambil dan menerapkan apa-apa yang baik, apa-apa yang bagus dan kemudian meng-komunikasikannya kepada orang-orang yang lainnya. Bilamana saudara-saudara sudah mengerjakan yang sedemikian, dengan jalan mengikuti kebajikan dan menghentikan diri dari keburukan dan kejahatan, maka pembinaan dan tabligh itu akan kemudian dapat berlanjut. Akan terjadi pembinaan dan pendidikan rohaniah yang bahkan di dalam anggota-anggota dari Jama’at, karena saudara-saudara akan menerapkan kebaikan dan kebajikan dan saudara-saudara akan menghentikan keburukan dan kekejian, yang tentang kebaikan-kebaikan ini sudah banyak kali disebutkan di dalam Kitab Suci Alqur-aan, sebagai contohnya untuk berbuat baik kepada keluarga dekat kalian yang adalah merupakan sebuah amanat, yakni memberikan pengorbanan demi untuk kebaikan orang lain; bersimpati kepada sesama manusia, di sana ada pelajaran untuk memiliki pikiran yang baik dan bagus tentang orang lain, untuk berbicara yang benar, untuk memberikan maaf kepada orang lain, untuk memperlihatkan kesabaran dan menahan diri, untuk memenuhi janji saudara dan untuk menghilangkan semua keburukan, apakah keburukan secara zahir ataupun keburukan mental atau rohaniah, di mana saudara-saudara itu harus membersihkan diri saudara dari hal-hal itu semuanya. Harus menghilangkan pikiran yang buruk seperti janganlah hendaknya mempunyai pikiran untuk merugikan dan mengganggu kepada orang-orang lainnya. Keburukan itu seperti memiliki pikiran yang buruk bagi orang yang lainnya, saudara-saudara haruslah membersihkan diri saudara dari hal yang buruk ini. Selanjutnya saudara-saudara harus menyebarkan rasa kecintaan dan kasih-sayang di dalam masyarakat. Saudara-saudara harus memperlakukan kerabat dekat saudara dengan baik. Saudara harus memperlakukan dengan baik para tetangga saudara dan teman sekerja saudara. Perlakuan yang baik itu termasuk bahwa orang-orang yang kaya itu harus membantu dan memelihara orang-orang yang miskin oleh mereka sendiri. Singkatnya saudara-saudara itu harus menyampaikan dan menyebarkan ajaran ini dengan cara yang sedemikian. Dengan cara itu pula, ada banyak keburukan-keburukan yang harus dihentikan dari diri kalian sendiri dari melakukan perbuatan tersebut dan juga kalian perlu untuk mengingatkan kepada orang lainnya untuk berhenti dari keburukan, karena untuk berbuat baik itu adalah sangat vital untuk pertama-tama menghilangkan keburukan yang ada dalam dirinya terlebih dahulu.
Marilah saya sampaikan beberapa kutipan di mana Allah berfirman bahwa keburukan-keburukan ini tidak boleh terdapat di dalam diri seorang mukmin; sebagai contohnya adalah suatu kekikiran bahwa walaupun sudah tahu ada orang yang memerlukan pertolongan tetapi tidak membantunya walaupun ada kemampuannya untuk itu, atau tidak membayar chandah iuran kepada Jama’at. Kemudian, memiliki rasa curiga, menyalahkan orang lain tanpa dasar, menganggap rendah kepada orang lain, memperlihatkan hasud rasa iri dengki kepada orang lain atau mengatakan hal yang sia-sia. Bukannya menolong diri kalian sendiri atau menolong kepada Jama’at, tetapi kalian menyakitinya dengan kata-kata yang sedemikian, dengan pembicaraan yang sedemikian, dengan memfitnah seseorang, dengan berkata dusta. Kebohongan dan kepalsuan adalah merupakan satu laknat yang dapat melibatkan seseorang dalam banyak keburukan-keburukan lainnya. Melanggar janji amanat, penghianatan seperti memandang kepada perempuan dengan niatan yang buruk, juga melanggar janji atau menyalahgunakan amanat yang diberikan oleh seseorang. Ada banyak keburukan yang termasuk di dalamnya, seperti tidak melaksakan tugas kalian dengan sepenuhnya.
Sebagaimana yang telah saya katakan, untuk menerapkan kebaikan itu maka kalian itu harus menghilangkan keburukan terlebih dahulu, karena kebaikan dan keburukan itu tidak dapat jalan bersama-sama. Oleh karena itu, kalian harus selalu berusaha bilamana kalian melakukan hal-hal kebaikan, melakukan sesuatu kebajikan, kalian pun harus menghilangkan beberapa keburukan bersama-sama dengan itu. Dengan cara ini, maka hati dari setiap orang Ahmadi itu akan dapat dibersihkan untuk bisa terbebas dari segala keburukan. Seorang Muslim Ahmadi telah diperintah untuk melakukan kebaikan di dalam dirinya sendiri, menghentikannya dari keburukan dan mencegah orang lainnya dari keburukan, maka ia itu haruslah pertama-tama mensucikan dirinya terlebih dahulu dan menghentikan dirinya dari keburukan yang ada di dalam dirinya sendiri. Ia sendiri harus menerapkan kebaikan, dan hanya setelah itu barulah ia dapat mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan yang baik. Jika kita tidak bekerja seperti itu maka kami itu akan menjadi orang yang munafik dan memiliki dua muka. Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. . telah memberi peringatan yang keras terhadap orang munafik seperti itu dan mengatakan bahwa orang-orang yang sedemikian itu merupakan bahan bakar Api Neraka, yang kata-katanya dan perbuatannya saling bertentangan.
Sebagai contohnya ada sebuah riwayat dari Hadhrat Abu Lail dan dari beberapa sahabat lainnya, yang merupakan ceritera yang panjang, juga melalui riwayat sahabat-sahabat lainnya. Ia mengatakan bahwa Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. mengatakan bahwa setiap orang itu akan diminta pertanggung-jawabannya pada Hari Pembalasan di mana ia itu akan dilemparkan ke dalam Api Neraka; isi perutnya akan keluar dari api dan akan dilingkarkan pada tubuhnya seperti seekor keledai yang diikat berjalan berkeliling sumur untuk menimba mengeluarkan air. Kemudian mereka itu akan dikumpulkan bersama-sama di dalam Neraka, mereka mengatakan apa yang terjadi dengan kalian itu? Bukankah engkau itu telah menyuruh kami untuk berbuat kebaikan dan melarang kejahatan? Ia akan mengatakan, memang saya telah memerintahkan kalian untuk berbuat kebaikan, tetapi saya sendiri tidak mengerjakan perbuatan yang baik ini. Saya biasa melarang kalian agar menghentikan pekerjaan-pekerjaan yang tidak meng-enakkan kepada orang lain, tetapi saya justru melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan dan melakukan perbuatan yang buruk. Jadi kalian lihat, betapa kerasnya kami itu sudah diperingatkan oleh Nabi saw., oleh karena itu setiap orang Ahmadi itu yang menyuruh kepada orang-orang lain untuk mengerjakan kebaikan, ia sendiri pun harus juga melakukan perbuatan yang baik. Khususnya kepada orang-orang yang duduk di dalam kepengurusan Jama’at mereka itu harus ekstra hati-hati di dalam bidang ini, yaitu dengan menaruh perhatian untuk mengadakan self reformasi, dengan bersujud di hadapan Tuhan, mereka harus mencari dan meminta keberkahan dari Allah Taala. Semoga Allah Taala memberi taufik dan kemampuan kepada kita semua untuk dapat mengamalkannya. Aamiin!!! Jika setelah mendengar peringatan ini orang menjadi takut sehingga kemudian ia akan mengatakan, kalau begitu saya akan diam saja, tidak akan menyuruh pada kebaikan dan tidak melarang berbuat kejahatan karena saya tidak merasa pantas untuk mengatakan itu; jika ada orang yang punya pikiran seperti itu maka ia akan dianggap lalai untuk mengadakan self reformasi.
Oleh karena adalah penting sekali untuk mengajarkannya kepada lain orang juga, karena ini adalah perintah dari Allah Taala, bahwa ia harus mengajarkan dan mengajak orang lain pada kebaikan dan pada waktu yang sama ia pun harus meng-analisa dirinya sendiri apakah ia sudah mengadakan reformasi atau belum, ini adalah perkara yang sangat vital.
Ada satu riwayat tentang hal ini bahwa Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. bersabda, demi Tuhan Yang di Tangan-Nya memegang kehidupan-ku, engkau tentu saja mengajak dan menyuruh orang pada kebaikan dan menghentikan mereka dari perbuatan jahat. Kalau tidak demikian, maka bilamana Allah akan mengirimkan azab-Nya kepada mu, saat itu doa-doamu tidak akan dterima, Astaghfirullah. Jadi, dengan menyelamatkan dirimu dari segala kesulitan dan penderitaan di hari-hari mendatang itu, maka perlulah bagi saudara-saudara untuk melaksanakan tugas dan kewajiban saudara mengajak dan menyuruh orang lain dalam kebaikan dan menghentikan orang-orang lainnya dari perbuatan buruk. Sebagaimana dikatakan bahwa dengan tidak melaksanakan tugas-tugas ini maka kalian akan mendapatkan hukuman dan bahkan doa-doamu itupun tidak akan diterima. Ini juga berarti bahwa sebagai hasil dari perbuatan yang baik itu maka doa-doamu juga akan dikabulkan oleh-Nya dan rahmat keberkahan-keberkahan dari Allah Taala akan turun kepada saudara-saudara. Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw.biasa banyak kali meminta kepada orang-orang beliau agar mengajak dan menyuruh pada kebaikan dan menghentikan dari perbuatan yang buruk dan beliau juga mengatakan bahwa beliau tidak punya hubungan dengan orang-orang yang tidak melaksanakan tanggung-jawabnya ini. Dalam setiap kesempatan yang sekecil apa pun beliau saw. biasa mengatakan lakukanlah pekerjaan baik dan hentikanlah keburukan.
Sebagai contohnya ada satu riwayat bahwa Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. bersabda bahwa seseorang itu bukanlah dari antara kami, orang yang tidak menarh kasih-sayang kepada anak-anaknya, orang yang tidak melakukan tugasnya untuk menaruh hormat kepada orang yang lebih tua dan yang tidak mengajak dan menyuruh orang lain untuk berbuat kebaikan dan tidak menghentikan orang-orang dari perbuatan yang tidak menyenangkan. Yang berarti bahwa mengajak pada kebaikan ini adalah sedemikian penting dan besarnya sehingga bahkan anak-anak pun dimasukkan di dalamnya. Demikian juga untuk menghormati orang-orang yang lebih tua, para orang tua dan orang-orang yang shaleh di antara kalian dan lain-lainnya juga yang seperti itu kami sudah diperintahkan untuk mengerjakannya. Keburukan, yang kami sudah diperintahkan untuk menghentikannya, kepada mereka pun perlu diminta untuk menghentikannya. Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. bersabda, jika kalian tidak melaksanakan tanggung-jawab ini maka aku tidak memiliki hubungan dengan kalian. Dalam mengajak pada kebaikan dan melarang pada keburukan, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan adalah perlu untuk menghentikan lidahmu dari kata-kata yang menentang keinginan dari Allah Taala; demikian pula adalah perlu untuk mengucapakan kata-kata untuk menyebarkan kebenaran dan untuk berbicara yang benar.
wa ya‘muruuna bil ma’ruufi wa yanhauna ‘anil munkari (3:105) itulah yang selayaknya bagi orang-orang beriman, Amal bil ma’ruf dan nahi ‘anil munkar ketika mengatakan engkau menyuruh pada kebaikan dan melarang terhadap kejahatan, maka adalah perlu bahwa pertama-tama orang itu harus membuktikannya dari amalannya sehari-hari, bahwa dia itu memiliki kualitas yang sedemikian itu di dalam dirinya. Karena, sebelumnya orang itu akan dapat mempengaruhi orang-orang lainnya, maka adalah perlu baginya untuk pertama-tama mempengaruhi dirinya terlebih dahulu. Jadi, kalian haruslah ingat bahwa janganlah sampai kalian berhenti dari mengatakan kata-kata yang menyuruh pada kebaikan dan melarang keburukan. Tentu saja orang itu harus melihat pada situasinya dan contextnya serta cara saudara itu haruslah sangat baik dan manis budi, harus selalu ada rasa ketertarikan di dalamnya. Secara itu pula adalah satu dosa yang besar untuk berbicara yang bertentangan dengan taqwa yang adalah kebajikan, kebenaran dan keadilan. Saudara-saudara haruslah selalu ingat bahwa untuk berbicara benar itu janganlah pernah ragu-ragu, karena keberanian untuk menyuruh pada kebaikan dan melarang pada kejahatan, itulah apa yang dapat diperlihatkan betapa kalian itu melaksanakan perintah dari Allah ini dan seberapa besarnyakah keberanian yang kalian miliki. Tetapi amalan dari seorang mukmin itu haruslah sesuai dengan perintah ini. Bilamana kalian dapat memperlihatkan amalan saudara itu maka hal ini dapat memberikan pengaruh kepada yang lainnya. Bilamana saudara-saudara akan mempraktekkannya maka untuk mendukungnya itu tidaklah memerlukan kekerasan ataupun pemaksaan. Kata-kata yang baik dari orang semacam itu hanyalah akan memberikan dampak pengaruh jika apa yang dipraktekkannya itu bagus. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa jika di sana ada taqwa atau di sana ada keshalehan di dalam hati dari orang tersebut dan ada rasa takut kepada Tuhan di dalam hatinya, maka jika engkau itu berbicara secara bijaksana sesuai dengan situasi dan keadaannya maka kata-kata engkau yang bagus itu akan memberikan efek pengaruh kepada mereka. Tetapi adalah perlu untuk memberikan nasihat atau peringatan itu sesuai dengan situasinya dan dalam context-hubungan-nya. Jika kalian melihat sesuatu yang buruk pada seseorang dan berusaha untuk mengingatkannya di hadapan public maka orang itu tidak akan memperoleh pengaruh dari nasihat tersebut. Bahkan mungkin pula bahwa ia akan melakukan lebih besar lagi eksesnya dalam perilaku buruknya yang ia akan perlihatkan. Oleh karena itu untuk memberikan nasihat dan menjelaskannya adalah perlu bahwa saudara itu mengetahui keadaan situasinya, hubungan context-nya dan harus dengan perasaan ketakwaan, rasa takut kepada Tuhan. Jika kalian dapat berbuat seperti ini maka sesuai dengan janji dari Tuhan, saudara akan berhak untuk memperoleh Rahmat Belas-kasihan-Nya serta Keberkahan-Nya. Allah telah berfirman di suatu tempat lain bahwa Aku pasti akan memperlihatkan belas kasih-sayang-Ku kepada mereka yang beramal sesuai dengan perintah-Nya.
Semoga Allah Taala memberi taufik dan kemampuan kepada kita semua untuk dapat melaksanakan ini. Aamiin!!
Sebagaimana yang telah saya katakan bahwa Allah Taala telah memerintahkan kepada kita untuk menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala macam keburukan. Saya juga sudah memberikan kutipan contoh-contoh dari perbuatan yang baik dan yang buruk itu secara singkatnya, dan saya akan menyampaikan penjelasannya satu dua buah dari hal tersebut dengan lebih rinci lagi.
Sebagai contohnya tentang mengumpat atau mengata-ngatai orang, yaitu membicarakan hal yang buruk dari seseorang di belakang orang tersebut. Tidak jadi soal apakah keburukan itu ada pada dia atau tidak ada, jika engkau mengatakan yang buruk tentang dia yang orang tersebut sedang tidak ada bersama kita, itulah yang dinamakan mengumpat atau “backbiting”; tidak jadi soal bagaimana faktanya yang engkau katakan itu benar atau tidak benar. Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. ketika beliau mengambil janji bai’at dari orang, beliau biasa meminta janji khusus dari orang tersebut bahwa saya tidak akan mengumpat. Jadi, betapa besar kepentingannya tentang mengumpat atau memfitnah ini karena keburukan ini dapat membuat kekacauan di dalam masyarakat. Hal ini dapat menciptakan perasaan saling membenci satu sama lain dan kadang-kadang dapat membuat perpecahan di dalam Jama’at. Itulah sebabnya mengapa Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menaruh banyak penekanan dan telah memberikan banyak penjelasan dan pengertian kepada kita dalam perkara ini. Beliau mengatakan, di dalam Jama’at kita jika mereka ada melihat sesuatu yang kurang baik pada diri saudaranya maka ia wajib untuk mendoakannya. Jika bukannya mendoakan, tetapi jika mereka mulai membicarakannya dan menyebar-luaskannya, maka mereka itu sudah berbuat dosa, keburukan apa yang ada di sana, tidak akan dapat dihilangkan. Oleh karena itu, saudara-saudara haruslah selalu berusaha untuk menolong saudaranya atau harus menolong saudaranya dengan doa-doa. Beliau mengatakan, dengan mengutip sebuah ceritera tentang seorang Sufi yang mempunyai dua orang murid. Seorang muridnya mabuk dan terjatuh di jalan pada tempat yang kotor; murid yang lainnya mengadukannya kepada Sufi. Sang Sufi berkata, engkau itu tidak punya malu, kurang rasa malu, engkau mengadukan dia tetapi tidak membawa dia ke mari. Sufi tersebut dengan segera berangkat dan membawa muridnya itu kembali. Sang Sufi, seorang rohaniawan yang besar, orang yang suci itu mengatakan bahwa ada seseorang yang mabuk, orang-orang mengatakan ada seorang yang mabuk dan satu orang lainnya yang tidak terlalu berat mabuknya maka ia harus memikul dan membawa yang mabuk tersebut. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa maksud dari Sufi itu adalah untuk mengatakan kepada mereka mengapa engkau itu mengumpat, mengata-ngatai saudaramu sendiri.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. telah ditanya tentang memfitnah ini. Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. mengatakan bahwa apa yang benar-benar dtemukan pada seseorang dan membicarakannya ketika orang tersebut tidak ada, bahwa jika ia mendengarnya maka ia tidak akan menyukainya. Jika hal tersebut tidak ditemukan pada dia dan engkau masih juga membicarakan keburukan yang tidak ada padanya itu, maka yang demikian itu dikatakan sebagai sebuah tuduhan tanpa bukti atau “allegation”.. Allah Taala berfirman:
wa laa yaghtab ba’dhukum ba’dhan (49:12), dalam ayat ini dikatakan, apakah engkau suka memakan daging saudaranya yang mati. Jadi di sini mengumpat memfitnah mengata-ngatai orang di belakang adalah disamakan dengan memakan daging dari saudaranya yang mati. Ayat ini juga membuktikan bahwa sebuah Jama’at yang didirikan atas perintah dari Tuhan, di sana pun pasti ada orang-orang yang suka melakukan umpatan. Jika umpatan ini tidak ada di sana maka tidak ada artinya bahwa masalah ini ada disebutkan di dalam ayat ini. Jika seorang beriman itu adalah sedemikian sucinya sehingga mereka itu tidak akan melakukan keburukan yang seperti itu maka apalah gunanya adanya ayat tersebut? Dalam keadaan seperti itu, maka nasihat itu perlu diberikan kepadanya yang harus dilakukan secara pribadi. Jika orang itu tidak mau menerimanya maka yang menasihati itu harus mendoakan orang tersebut. Jika dengan kedua cara tersebut masih juga tidak memberikan manfaat maka ia harus berpikir bahwa hal tersebut adalah sudah menjadi takdir untuknya. Jika Allah dapat menerima kekurangan tersebut maka mengapakah saudara harus memperlihatkan keberangan atau kegemparan bilamana melihat ada sesuatu keburukan pada seseorang. Ada kemungkinan bahwa kebiasaannya yang buruk itu akan dapat diperbaiki nanti. Ada beberapa orang yang sudah mendapatkan kedudukan spiritual tinggi yang disebut qutubun abdal yang terdiri dari dua kata yang memperlihatkan kedudukan rohaniah yang berbeda, dalam kedudukan ini pun kadang-kadang orang itu dapat berbuat kesalahan. Dinyatakan bahwa walaupun seseorang itu sudah mendapatkan kedudukan spiritual qutub ia pun dapat juga melakukan perzinahan. Banyak pencuri, perampok dan pelacur yang bertobat dan menjadi orang yang memperoleh kedudukan spiritual yang tinggi, makanya untuk cepat-cepat mengambil suatu kesimpulan dan keputusan tentang seseorang bukanlah urusan kita. Jika anak seseorang itu tidak baik maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk memperbaikinya, mereformasinya. Dengan secara itu pula, orang itu jangan sampai membiarkan saudaranya, ia harus berusaha sebaik-baiknya untuk memperbaiki dia, untuk mereformasi dia. Bukanlah ajaran dari Kitab Suci Alqur-aan bahwa jika kalian melihat satu kekurangan pada seseorang kemudian ia mempublikasikannya dan mulai mengata-ngatakannya kepada orang lain tentang hal tersebut.. Kitab Suci Alqur-aan mengatakan:
wa tawaashau bish shabri wa tawaashau bil marhamah (90:18), bahwa mereka itu saling memberi nasihat dengan penuh kesabaran dan dengan mengekang diri serta menolongnya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Marhamah adalah bahwa jika engkau melihat sesuatu kekurangan pada orang lainnya maka engkau perlu mengingatkannya, engkau perlu menasihati mereka dan juga mendoakan bagi mereka. Doa itu adalah yang paling manjur, maka paling celakalah orang yang membicarakan tentang sesuatu kelemahan orang sampai 100 kali, tetapi tidak satu kali pun ia mendoakan untuknya..
Engkau itu boleh berbicara tentang kelemahan dari seseorang hanya setelah engkau mendoakannya secara terus menerus selama 40 hari lamanya. Ada sebait syair dari Sheik Sadi yang dikutip oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s., yang mengatakan bahwa Allah itu Maha Tahu segalanya, tetapi Dia masih tetap menutupi kelemahan dari orang-orang ini. Allah itu Memiliki Ilmu tentang segalanya tetapi tokh Dia menutupi kelemahan dari orang-orang ini, sedangkan seorang tetangga yang tidak tahu apa-apa, tetapi ia terus saja berkeliling bercerita tentang hal tersebut. Salah satu sifat dari Tuhan adalah sattaar, Yang menutupi kesalahan. Kalian harus menerapkan sifat Tuhan ini, kualitas dari Tuhan ini. Ini tidaklah berarti bahwa engkau itu boleh mendukung kelemahan dan kesalahan mereka itu, tetapi yang dimaksudkan ialah bahwa engkau itu janganlah mempublikasikannya dan jangan mengumpat atau menceriterakannya di belakang dia. Karena sebagaimana dikatakan di dalam Kitab Allah praktek semacam ini adalah merupakan dosa, bahwa engkau itu tidak boleh mempubliksikan dan membicarakan di hadapan umum tentang keburukan dari orang lain.
Sheik Sadi punya 2 orang murid, yang seorang biasa berbicara tentang ilmu spiritual, dan muridnya yang lain biasa hatinya terbakar rsa cemburu dan menjadi berang. Muridnya yang pertama mengatakan kepada Sadi bahwa bilamana ia sedang membicarakan tentang sesuatu ilmu kerohanian, ilmu spiritual, muridnya yang lain itu merasa tidak senang dan Sheik Sadi mengatakan bahwa salah satu dari mereka berlaku hasud dan cemburu sehingga ia berhak masuk ke dalam neraka dan engkau juga telah mengumpat dan mengata-ngatai orang di belakang dia. Jadi, oleh karena itu Jama’at ini tidak akan terus berlanjut selama orang-orangnya itu tidak saling berdoa dan mendoakan dan memperlihatkan kasih sayang satu sama lainnya dan saling menolong satu sama lainnya. Jadi, hal ini memperlihatkan betapa besar dosa dari orang yang mengumpat dan mengata-ngatai orang lain di belakang dia.
Kejahatan lainnya ialah berkata dusta. Jika seseorang itu dihadapkan dengan satu kesulitan kecil, maka untuk mendukungnya itu ia harus berkata dusta. Sungguh mengherankan bahwa banyak sekali orang-orang yang menganggap bahwa berbohong atau berkata dusta itu bukanlah sebuah dosa atau suatu kejahatan. Padahal keburukan dari berkata dusta itu adalah satu kejahatan yang merupakan akarnya dari segala kejahatan. Itulah sebabnya Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. bersabda bahwa orang yang mengatakan kepada saya bahwa saya dapat meninggalkan hanya satu saja keburukan, maka beliau mengatakan bahwa jika engkau itu tidak dapat meninggalkan semua keburukan maka paling tidak tinggalkanlah satu keburukan saja yaitu untuk meninggalkan perkataan dusta, dan teguhkanlah dalam hati bahwa akan senantiasa berbicara benar. Ada orang yang mengatakan bahwa berkata dusta itu berarti bahwa engkau telah memberikan pernyataan testimony yang salah di hadapan Pengadilan. Jika engkau tertangkap tangan melakukan satu pencurian kecil maka engkau akan berbohong, atau jika engkau itu melakukan satu kejahatan kecil maka engkau akan berdusta. Atau engkau memberikan kesaksian yang tidak benar terhadap seseorang yang dapat menyebabkan dia mendapatkan kesulitan yang sebenarnya tidak perlu. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang sedemikian itu seperti berkata dusta, mengatakan hal-hal yang kecil atau mengatakan yang salah walaupun dengan cara yang sepele, itu adalah dosa.
Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. telah memberikan sebuah contoh perbandingan yang memperlihatkan dengan jelas bagaimana kalian mendefinisikan perkataan bohong itu. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hadhrat Abu Hurairah r.a. Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. mengatakan bahwa barang siapa yang berkata kepada seorang anak-anak, datanglah kepadaku nanti akan saya berikan sesuatu, tetapi jika ia tidak memberikan yang sesuatu itu maka yang demikian itu terhitung sebagai satu kebohongan. Jadi demikianlah definisi dari dusta itu. Jika setiap orang dari kita mengadakan analisa tentang dirinya masing-masing maka kita akan menyadari bahwa kadang-kadang kita itu berkata bohong walaupun mengenai hal yang kecil. Bahkan dalam lelucon atau joke itu kita berbicara mengenai hal-hal yang sama sekali tidak benar. Jadi, berdasarkan pernyataan dari Kanjeng Nabi Muhammad, Rasulullah saw. bahwa jika kita menaruh perhatian secara mendalam dan sangat mendetil maka hanya dengan cara demikianlah kami itu akan dapat memancarkan laknat terhadap dusta dan kebohongan dari antara kita dan dari anak-anak kita. Sehubungan dengan hal ini Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa Kitab Suci Alqur-aan telah menyatakannya bahwa dusta itu sebagai suatu kejahatan dan dosa yang besar, sebagaimana di-firman-Nya dalam ayat urah Al Hajj (22) ayat 31:
……. Faj tanibur rijsa minal autsaani waj tanibuu qaulaz zuur.
……..maka jauhilah kenajisan berhala, dan jauhilah ucapan-ucapan dusta.
Di sini berdusta itu dipersamakan dengan penyembahan pada berhala; yang pada kenyataannya kebohongan adalah sama dengan penyembahan berhala. Jika tidak demikian maka mengapa orang itu harus meninggalkan kebenaran dan pergi ke patung berhala ini. Sebagaimana patung berhala itu tidak memiliki realitas apa pun yang ada padanya, maka seperti itu pulalah bahwa kebohongan itu tidak memiliki realitas apa pun, kecuali penipuan belaka. Kepercayaan pada orang yang suka berkata dusta itu akan hilang, sehingga jika orang itu sedang berkata yang benar pun, orang-orang lain akan merasa ragu apakah ia berkata benar atau berkata dusta. Bilamana seorang itu sudah berkata dusta dan ia ingin membatasi perbuatannya, maka ia tidak mungkin dapat menghindarkan diri dari kebohongannya itu. Hanyalah jika ia sudah benar-benar berusaha keras di bidang spiritual maka barulah ia dapat terbebas dari kedustaan itu, jadi dikatakan, bagaimana kata-kata yang benar itu dapat ia ucapkan? Di dalam pengalaman sehai-hari orang tersebut yang biasanya berkata dusta, maka kalaupun ia sedang mengatakan yang benar, kami pun tidak akan mempercayainya.
Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. telah menyebutkan tentang beberapa amalan yang baik dan dosa-dosa, di mana beliau saw. bersabda bahwa keduanya itu tidak akan dapat bersama-sama pada satu tempat. Mengenai hal ini Hadhrat Abu Hurairah r.a. menyampaikan bahwa Y.M. Nabi Muhammad saw. bersabda bahwa keimanan dan kekafiran itu tidak akan dapat bersama-sama berada dalam satu hati seseorang, atau tidak akan mungkin kebenaran dan perkataan dusta itu ada bersama-sama di dalam hati seseorang. Juga tidak mungkin kepercayaan memegang amanah itu dengan penghianatan terhadap amanah berada bersama-sama di dalam satu hati seseorang. Jadi, pertama-tamanya dikatakan bahwa tidaklah mungkin bahwa seseorang yang memiliki keimanan ia pun akan berbicara dalam kekufuran. Sebagaimana yang telah ditunjukkan di dalam ayat tadi yang saya baca pada permulaan khutbah ini, bahwa orang yang menyuruh pada kebaikan dan yang melarang pada kejahatan itu hanyalah orang-orang yang pada kenyataannya beriman kepada Allah. Dengan hadits-hadits tersebut, barang siapa yang tidak beramal mengikuti perintah tersebut maka berarti di dalam hatinya ada kekafiran. Karena tidaklah mungkin bahwa kebenaran yang merupakan amanah dari Tuhan dan kedustaan itu berada bersama-sama di satu tempat, bagaimana mungkin seseorang yang tidak pantas memperoleh kemuliaan sebagai seorang yang beriman.itu dapat berkumpul bersama-sama di satu tempat bersama orang-orang yang berdosa.
Jadi, kita yang adalah orang-orang Muslim Ahmadi yang telah bai’at di tangan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. satu kali lagi dikatakan bahwa kami itu harus bekerja dengan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya dan kami itu harus membuang jauh semua keburukan dan akan menerapkan semua apa-apa yang baik dn bagus. Kita itu harus berusaha sekuat tenaga untuk meninggalkan semua dan setiap keburukan dan kejahatan. Jika orang itu tidak memiliki keinginan yang teguh dan juga tidak berdoa meminta rahmat dari Allah Taala maka tidaklah mungkin bagi orang itu untuk meninggalkan keburukan, yang dengan itu kamu tidak akan pantas untuk menasihati orang yang lainnya. Dengan benar-benar beriman, bagaimana mungkin orang dapat berkata dusta, dengan mengucapkan bai’at berjanji untuk memegang amanah bagaimana mungkin ia dapat menghianati amanah? Oleh karena itu setiap Ahmadi yang telah berjanji bai’at dan menjadi anggota dari Jama’at Ahmadiyyah, maka janji bai’atnya itu adalah merupakan amanah. Dengan bekerja mengikuti perintah dari Allah maka tidak akan ada orang Ahmadi yang punya pikiran untuk melanggar amanah. Oleh karena itu setiap orang Ahmadi harus secara ketat dan benar-benar mematuhi hal ini, bahwa sebagai seorang pribadi individu atau secara pengurus Jama’at tidak akan pernah melanggar amanah ini. Setiap seorang pengurus Jama’at atau secara ber-Jama’at, ia akan melaksanakan tugas amanahnya dengan cara yang paling dapat terpercaya dan paling layak. Bilamana ada orang yang dikuasakan untuk memegang harta kekayaaan Jama’at maka ia akan menjaganya dengan cara yang paling jujur sejujur-jujurnya, di mana ia tidak akan terjadi pengecohan ataupun pelanggaran terhadap amanah tersebut.
Y.M. Nabi Muhammad, Rasulullah saw. telah bersabda bahwa kalian itu harus meningkatkan standard dari pemegang amanat kepercayaan ini sampai pada suatu tingkatan yang sedemikian rupa, bahwa bahkan jika ada seseorang yang melanggar amanah di dalam urusan duniawi, maka dalam keadaan demikian pun janganlah sampai engkau membalasnya dengan suatu pelanggaran amanah terhadapnya itu. Jika engkau memegang sesuatu amanah dari dia maka engkau harus memberikan kembali amanah tersebut pada saat mereka memintanya. Jadi, dalam hal keimanan itu betapa harus hati-hatinya dalam menjalankan tugas ini.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa amanah itu berarti bahwa seseorang itu jangan sampai mempunyai niatan yang buruk untuk mengganggu dan merugikan seseorang dengan mengambil hak-haknya atau harta kekayaannya. Jadi, jelas bahwa Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bahwa kejujuran dan amanah adalah satu kecenderungan alamiah yang ada di dalam diri manusia. Itulah sebabnya bahkan seorang anak bayi kecil yang sedang menyusu pun berada dalam alamiah yang sederhana ini, yang mengikuti dasar alamiahnya bahwa walaupun dalam usia kecil yang tidak punya dosa, ia itu punya rasa benci untuk mengambil milik dari orang lain, yaitu bahwa bayi ini tidak suka untuk menyusu dari yang bukan ibunya sendiri. Jadi, Allah telah membuat sifat alamiah ini ada dalam diri manusia.
Walau pun bayi itu tidak memiliki ilmu, tetapi ia dapat mengenal dan menyadarinya bahwa adalah melanggar amanah untuk menyusu kepada orang yang bukan ibunya itu. Hanya saja setelah ia tumbuh dewasa maka ia akan terkena pengaruh dari lingkungannya di mana ada banyak orang yang suka melanggar amanah dan untuk itulah Nabi dibangkitkan untuk menghilangkan pengaruh buruk tersebut dan untuk menciptakan perubahan yang shaleh di dalam diri manusia.
Kami, orang Ahmadi yang sudah membuat janji bai’at kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan beriman kepadanya, kami harus membuat perubahan diri yang shaleh di dalam diri kita masing-masing, untuk mengadakan reformasi perbaikan diri dan menjaga diri kami terhadap segala macam keburukan dan dari menghianati amanat. Kami harus menjaga diri kami terhadap berkata dusta, kami harus melindungi dan menjaga diri kami dari keburukan-keburukan lainnya. Bukan saja kami itu harus menjaga diri kami sendiri saja, tetapi sesuai dengan perintah dari Allah Taala dan kelayakan dari seorang mukmin, seorang yang beriman dan sesuai dengan ayat-ayat yang telah difirmankan oleh Allah, kami juga harus menyelamatkan orang-orang lainnya dari perbuatan yang buruk tersebut. Kami juga harus memberikan kepada mereka pengajaran tentang kebajikan.
Semoga Allah Taala memberi taufik dan kemampuan kepada setiap Ahmadi yang dalam lingkungannya untuk bekerja sesuai dengan situasinya dan bekerja mengikuti ajaran ini. Semoga Allah Taala menjadikan semua saudara-saudara sebagai Ahmadi yang teguh dan kuat, yang akan bekerja mengikut ajaran dari Allah dan Rasul-Nya. Aamiiin!!
Insha-Allah untuk selama dua hari berikutnya ini saya akan mengadakan tour ke dua negeri lainnya, harap saudara-saudara berdoalah semoga Allah Taala memberkati lawatan saya ini di dalam segala seginya. Aamiiin!!
Semoga Allah Taala senantiasa dan terus-menerus memberikan pertolongan-Nya dan memberikan kepada kami bantuan dan dukungan-Nya dalam semua jalan-jalan perjuangan kami. Aamiiin!!
Pamulang-Banten, May 19, 2005 / Mersela Jak-Bar, 8-5-2005; Juni 2008