Kamis, 25 November 2010

Jujur Itu Indah

Sejatinya seorang muslim adalah pengemban risalah dalam kehidupan, oleh karenanya hendak-lah bermuamalah dengan akhlaq yang mulia nan tinggi, dengannya niscaya jelaslah kemuliaan seorang muslim dari yang lainnya.

Di antara akhlaq mulia yang semestinya menghiasi seorang muslim, namun kerap ditinggalkan, padahal dengannyalah seseorang merasakan hakikat cinta, dengan nya pula terbangun persahabatan yang sejati nan diridhoi.

Akhlaq itu adalah jujur dalam berkata dan beramal, karenanya seorang muslim akan merasa tentram, dan menghantarkankan kepada kehidupan harmonis yang berakhir di jannatullah.

Namun begitulah manusia, terkadang amalnya tidak sejalan dengan fitrah yang salimah (lurus), pemandangan ironi pun kerap terjadi, ya!.. tanggal 01 April dunia mengenalnya dengan [April Fools Day] yang di Indonesia akrab dikenal dengan April Mop [hari penghalalan ber bohong] innalillahi wainna ilaihi rajiun! inilah pembatalan syari’at yang sejalan dengan fitrah, sungguh agama Islam yang hanif ini memerintahkan hambanya untuk jujur, dan meninggalkan bohong.

Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu bersama orang yang benar [jujur]” (QS. at-Taubah:119), dalam ayat yang lain, “Agar Allah memberikan balasan kepada yang jujur karena kejujurannya dan mengazab orang munafiq jika ia menghendakinya.” (QS. al-ahzab: 24)

Syaikh al-utsaimin rahimahullah berkata, “Itu semua menunjukkan bahwasanya kejujuran adalah perkara yang mulia dan akan mendapat balasan dari Allah, oleh karenanya wajiblah bagi kita untuk jujur, terbuka dan tidak menyembunyikan sesuatu karena basa-basi atau berdebat”

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran menghantarkan kepada kebaikan,dan sesungguhnya kebaikan menghantarkan kepada surga, dan apabila seseorang senantiasa berlaku jujur niscaya ia di tulis di sisi Allah Ta’ala sebagai seorang yang jujur, dan janganlah kalian berdusta karena sesungguhnya dusta menghantarkan kepada kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan menghantarkan kepeda neraka, dan apabila seseorang senantiasa berlaku dusta niscaya ia di tulis di sisi Allah Ta’ala sebagai seorang pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih)

Maka, dari pemaparan di atas jelaslah akan kewajiban berlaku jujur dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam konteks sebagai hamba yang berhubungan dengan sang Khaliq, ataupun dalam konteks sebagaimana layaknya manusia dengan sesamanya, seperti jujur dalam memegang amanah kepemimpinan, dalam jual beli, berumah tangga,ber patner dalam bekerja, baik di instansi pemerintahan ataupun swasta, dll. Sehingga tertutuplah pintu kecurangan, penipuan, kecemburuan, prasangka buruk, bahkan KKN sekalipun.

Bahkan lebih dari itu, dalam canda dan tawapun kita dituntut untuk jujur, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Celakalah bagi orang yang berbicara kemudian berdusta agar manusia tertawa dengannya, maka celakalah kemudian celakalah.” (HR. Ahmad, dihasankan oleh al-Albani.), oleh karena itu kita harus berhati-hati.

Adapun buah dari kejujuran adalah, berikut ini;

Bahwasanya ia menghantarkan kepada kebaikan yang bertepi di surga Allah Ta’ala, mendapat pujian dari Rabb semesta alam, selamat dari sifat munafiq yang selalu berdusta apabila bicara, mendapatkan kepercayaan dari sesamanya, terbentuknya kehidupan yang tentram dan selamat yang tiada penyesalan, Oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tinggalkanlah yang membuatmu ragu kepada yang tidak ragu. Sesungguhnya jujur itu ketenangan, dan bohong itu keragu-raguan” (HR. at-tirmizi)

Jujur dalam niat dan lisan akan menghantarkan seseorang ke derajat yang tinggi, yaitu derajat syuhada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa meminta kepada Allah mati syahid dengan penuh kejujuran, niscaya Allah menghantarkannya ke derajat syuhada, walaupun dia mati di atas kasurnya.” (HR. Muslim). Dan faidah lainnya yang tak terhitung.

Berikut ini salah satu contoh yang nyata tentang buah dari kejujuran; kita dapati dalam kitab tarikh, bahwasanya suatu hari sebagaimana biasanya Umar -Amirul Mu’minin- berjalan di malam hari mengontrol keadaan rakyatnya, hingga sampailah dia di dekat suatu rumah, tanpa disengaja beliau mendengar percakapan antara seorang ibu -penjual susu- dengan anak gadisnya, “Tuangkanlah air ke dalam susu ini,” tukas ibu kepada anak gadisnya. Maka sang gadis pun menjawab dengan penuh tatakrama, “Wahai ibu! bukankah Amirul Mu’minin melarang kita dari perbuatan ini?” Sang ibu pun lantas berkilah, “Bukankah tidak ada seorang pun yang mengetahui perbuatan ini? Apalagi Amirul Mu’minin!” Sang gadis pun berusaha meyakinkan sang ibu, “Wahai ibu!, kalaulah seandainya Amirul Mu’minin tidak mengetahui, bukankah Rabbnya Amirul mukminin mengetahui.” Lantas sang ibu pun terdiam. Maka Umar kaget dan bahagia, lantas ia bergegas menuju rumahnya dan menawarkan anaknya untuk menikahi gadis tersebut. Maka dinikahilah anak tersebut oleh ‘Ashim bin umar dan terlahirlah dari pasangan ini seorang anak perempuan yang kelak dinikahi oleh Abdul Malik bin Marwan, dan terlahirlah dari pasangan ini seorang alim yang disebut-sebut sebagai khalifah yang kelima sebagai buah dari kejujuran, dialah Amirul Mu’minin Umar bin Abdul aziz, khalifah yang alim, bertaqwa, zuhud dan adil.

=== SALAM SABAR ===

Tidak ada komentar:

Posting Komentar