Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Abu Hurairah ra. bercerita, seseorang melapor kepada Rasulullah saw, tentang kegersangan qalbu yang di alaminya. Nabi menegaskan, bila engkau mau menghidupkan qalbumu, beri makanlah orang orang miskin dan cintai anak yatim (H.R. Ahmad).
Saya mengutip hadist ini, ingat akan kegelisahan hidup seorang teman. Perasaan serba kurang, padahal ia telah berada dalam standart hidup cukup mampu. Memiliki rumah ukuran besar dan satu mobil. Lantas mengapa ia masih juga gelisah?
Saya menyarankan dia untuk menunaikan zakat, infak, sedekah, dan kepedulian lainnya yang di landasi tujuan membahagiakan fakir, miskin, dan yatim sebagai ekspresi dari jiwa syukur atas anugerah nikmat Allah. Syukur di sini adalah aktivitas yang lahir dari keyakinan, bahwa harta yang di milikinya, titipan Allah yang harus dipergunakan secara proporsional sesuai dengan yang di kehendaki-Nya.
Konon Nabi Ibrahim As. tidak bersedia makan kecuali jika ada beberapa tamu yang ikut serta makan bersama di mejanya. Suatu saat ketika terjadi tidak ada seorang tamu pun yang datang kerumahnya, padahal ia sudah merasa lapar. Ibrahim pun pergi keluar untuk mencari seseorang yang bersedia diajak makan bersamanya. Akhirnya di tepi hutan, ia bertemu dengan seorang yang telah berusia lanjut.
Ibrahim pun mengundangnya untuk makan. Di tengah perjalanan, Ibrahim as bertanya kepada lelaki tua itu mengenai agama yang di anutnya. Si lelaki tua itu menjawab, bahwa ia seorang yang tidak beragama (Atheist). Mendengar hal ini, Ibrahim menjadi marah dan membatalkan undangan makannya kepada si lelaki tua itu.
Namun tak lama setelah itu, Ibrahim as mendengar suara dari atas “ Wahai Ibrahim, kami bersabar atasnya selama tujuh puluh tahun meskipun ia tidak beriman (kepada kami), namun engkau tidak dapat bersabar atasnya, meskipun hanya tujuh menit saja?” Mendengar itu, Ibrahim as pun sadar, lalu ia segera menyusul lelaki tua itu untuk kembali kerumahnya untuk makan malam bersamanya.
Rasulullah saw bersabda, “Seseorang yang melewati malamnya dengan perut kenyang sedangkan tetangganya menderita lapar, berarti ia tidak pernah beriman kepadaku. Pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan memandang penduduk suatu negri yang salah satu warganya kelaparan.”
Ketika seorang miskin mati kelaparan, itu terjadi bukan karena tuhan tidak memperhatikannya. Tetapi karena kita enggan memberikan kepada orang itu sesuatu yang dibutuhkannya. Lantaran ada bisik rasa selalu kekurangan dalam hati kita. Sehingga kita lebih takut rugi jika memberi. Padahal seperti wasiat Rasulullah SAW, memberi dan mencintai fakir miskin, obat mujarab untuk menjernihkan dan menenangkan hati dan jiwa manusia.
Itu sepenggal cerita teladan yang penting untuk kita simak dan perlu kita apresiasikan dalam keseharian. Supaya kita terbebas dari berbagai penykit yang muncul beragam dalam dekade ini. Dimana banyak penyakit yang timbul dalam kekinian, banyak disebabkan karena persoalan mintal yang tidak dilandasi rasa syukur, tetapi sebaliknya gengsi dan keserakahan berkecamuk dibenaknya. Na’udubillah tsumma Na’udubillah. Semoga kita dapat membebaskan diri dari penyakit hati dan ketidak pedulian. Dan semoga kita senantiasa diberikan kesehatan serta kebahagian oleh Allah. Cerita ini juga modah-modahan memberikan ilham mamfaat bagi kita semua, amien ya Mujibas Saailien.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Abu Hurairah ra. bercerita, seseorang melapor kepada Rasulullah saw, tentang kegersangan qalbu yang di alaminya. Nabi menegaskan, bila engkau mau menghidupkan qalbumu, beri makanlah orang orang miskin dan cintai anak yatim (H.R. Ahmad).
Saya mengutip hadist ini, ingat akan kegelisahan hidup seorang teman. Perasaan serba kurang, padahal ia telah berada dalam standart hidup cukup mampu. Memiliki rumah ukuran besar dan satu mobil. Lantas mengapa ia masih juga gelisah?
Saya menyarankan dia untuk menunaikan zakat, infak, sedekah, dan kepedulian lainnya yang di landasi tujuan membahagiakan fakir, miskin, dan yatim sebagai ekspresi dari jiwa syukur atas anugerah nikmat Allah. Syukur di sini adalah aktivitas yang lahir dari keyakinan, bahwa harta yang di milikinya, titipan Allah yang harus dipergunakan secara proporsional sesuai dengan yang di kehendaki-Nya.
Konon Nabi Ibrahim As. tidak bersedia makan kecuali jika ada beberapa tamu yang ikut serta makan bersama di mejanya. Suatu saat ketika terjadi tidak ada seorang tamu pun yang datang kerumahnya, padahal ia sudah merasa lapar. Ibrahim pun pergi keluar untuk mencari seseorang yang bersedia diajak makan bersamanya. Akhirnya di tepi hutan, ia bertemu dengan seorang yang telah berusia lanjut.
Ibrahim pun mengundangnya untuk makan. Di tengah perjalanan, Ibrahim as bertanya kepada lelaki tua itu mengenai agama yang di anutnya. Si lelaki tua itu menjawab, bahwa ia seorang yang tidak beragama (Atheist). Mendengar hal ini, Ibrahim menjadi marah dan membatalkan undangan makannya kepada si lelaki tua itu.
Namun tak lama setelah itu, Ibrahim as mendengar suara dari atas “ Wahai Ibrahim, kami bersabar atasnya selama tujuh puluh tahun meskipun ia tidak beriman (kepada kami), namun engkau tidak dapat bersabar atasnya, meskipun hanya tujuh menit saja?” Mendengar itu, Ibrahim as pun sadar, lalu ia segera menyusul lelaki tua itu untuk kembali kerumahnya untuk makan malam bersamanya.
Rasulullah saw bersabda, “Seseorang yang melewati malamnya dengan perut kenyang sedangkan tetangganya menderita lapar, berarti ia tidak pernah beriman kepadaku. Pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan memandang penduduk suatu negri yang salah satu warganya kelaparan.”
Ketika seorang miskin mati kelaparan, itu terjadi bukan karena tuhan tidak memperhatikannya. Tetapi karena kita enggan memberikan kepada orang itu sesuatu yang dibutuhkannya. Lantaran ada bisik rasa selalu kekurangan dalam hati kita. Sehingga kita lebih takut rugi jika memberi. Padahal seperti wasiat Rasulullah SAW, memberi dan mencintai fakir miskin, obat mujarab untuk menjernihkan dan menenangkan hati dan jiwa manusia.
Itu sepenggal cerita teladan yang penting untuk kita simak dan perlu kita apresiasikan dalam keseharian. Supaya kita terbebas dari berbagai penykit yang muncul beragam dalam dekade ini. Dimana banyak penyakit yang timbul dalam kekinian, banyak disebabkan karena persoalan mintal yang tidak dilandasi rasa syukur, tetapi sebaliknya gengsi dan keserakahan berkecamuk dibenaknya. Na’udubillah tsumma Na’udubillah. Semoga kita dapat membebaskan diri dari penyakit hati dan ketidak pedulian. Dan semoga kita senantiasa diberikan kesehatan serta kebahagian oleh Allah. Cerita ini juga modah-modahan memberikan ilham mamfaat bagi kita semua, amien ya Mujibas Saailien.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar