I. LATAR BELAKANG
Dasar pemikiran saudara-saudara yang menginginkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) antara lain :
- Kafir (Qs. Maidah : 44)
- Dzolim (Qs. Maidah : 45)
- Fasiq (Qs. Maidah : 47)
Kemudian mereka juga berpendapat oleh karena Pemerintahan Indonesia ini merupakan pemerintahan thoghut maka mereka mengharuskan orang-orangnya untuk hijrah sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan para Shahabat R. hum hijrah dari Mekkah ke Madinah (Qs. An Nisa : 97)
Dalam pemikiran mereka, Syareat Islam yang mereka perjuangkan menurut cara mereka tersebut dapat terwujud apabila mempunyai wadah Negara Islam (Qs. An Nur : 55)
Oleh karena itu semua, untuk memperoleh kemenangan maka diperlukan persiapan semaksimalnya kalau perlu dengan menggunakan kekerasan alias perang, dan peperangan yang dilakukan mereka kategorikan jihad (Qs. Al Anfal : 60)
II. PEMBAHASAN DAN PELURUSAN
Tentang ayat-ayat dalam Al Qur’an surat Al Maidah 44,45,46 & 47 yang mereka gunakan sebenarnya ayat-ayat tersebut merupakan penjelasan Allah tentang hukum dan ketentuan-NYA bagi orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam kitab mereka.
إِنَّا أَنزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِن كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ ۚ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
وَقَفَّيْنَا عَلَىٰ آثَارِهِم بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ ۖ وَآتَيْنَاهُ الْإِنجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِينَ
وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الْإِنجِيلِ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فِيهِ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Jikalau ingin dipaksakan bahwa hal tersebut berlaku bagi Umat Islam di zaman Nabi Muhammad SAW, maka tentu berlaku pula aksioma bahwa:
- Tidak ada yang lebih faham tentang hakekat maksud ayat-ayat Al Qur’an lebih dari Nabi SAW, dan
- Tidak ada yang lebih siap untuk mengamalkannya lebih dari Beliau, serta
- Beliaulah manusia yang paling tepat dalam mengamalkan ayat-ayat Allah persis seperti apa yang dimaksud.
Sekarang marilah kita pelajari riwayat-riwayat berikut :
1). Mu’adz bin Jabal Ra. diutus Nabi SAW agar berdakwah ke Yaman (Riwayat Bukhori, Muslim dll perowi hadits yang dikenal dengan istilah Al Jama’ah)
Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu berkata : ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman Beliau bersabda kepadanya :
“إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله – وفي رواية : إلى أن يوحدوا الله -، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب”
“Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah – dalam riwayat yang lain disebutkan “supaya mereka mentauhidkan Allah”-, jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan pada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dan Allah” (HR. Bukhori dan Muslim).
Ulasan :
- Shahabat Muadz bin Jabal Ra. merupakan ulamanya shahabat.
- Dikirim oleh Nabi SAW untuk berdakwah ke Yaman diakhir-akhir masa kenabian & syariat-syariat Islam sudah hampir sempurna di Madinah.
- Kemudian perintah Nabi SAW kepada shahabat Muadz Ra. untuk
- Mendakwahkan kepada ke Esaan Allah (tauhid), لا اله الا الله محمد رسول الله (Tiada yang berhak disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad SAW utusan Allah), kemudian apabila mereka mau menerima berarti mereka menjadi muslim yang secara otomatis terkena total syariat Islam (seharusnya demikian jika mengikuti alur fikir para “pejuang” NII), yang berarti harus ditegakkannya syariat Islam secara totalitas kepada mereka. Sebab jika mereka menolak syariat Islam akan terkena Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, zalim, fasik.
- Namun kenyataannya Nabi mengajarkan agar ajak mereka kepada sholat 5 waktu, kemudian
- Jika mereka mau menerima, maka sampaikan kepada mereka untuk membayar zakat dengan cara ambil dari orang-orang kayanya dan diberikan kepada orang-orang miskinnya
- Mengapa mereka oleh Nabi tidak dibebani syariat-syariat Islam langsung secara keseluruhan tetapi diajarkan kepada utusan = wakil beliau untuk menerapkannya secara tahap demi tahap?
- Kemudian bagaimana dengan pemahaman yang sesungguhnya dari: Barangsiapa tidak berhukum dengan hukum Allah maka kafir, dholim, fasik??!!
- Hal tersebut yang memerintahkan Nabi langsung, jadi sebenarnya Nabi yang lebih faham atau kita?
2). Kemudian kita simak kisah masuk Islamnya Bani Tsaqif yang berasal dari Thoif pada tahun ke 7H (Riwayat Ibnu Ishaq, Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah).
Ibnu Ishaq menceritakan bahwa ketika Rasulullah saw kembali dari Tsaqif maka Beliau diikuti dari belakang oleh seseorang bernama Urwah bin Mas’ud dan dia bertemu dengan Nabi saw sebelum Beliau sampai ke Madinah dan ketika itu juga dia masuk Islam. Kemudian dia meminta izin kepada Rasulullah saw untuk kembali kepada kaumnya supaya dapat menyampaikan Islam. Rasulullah saw berkata kepadanya, “Mereka akan membunuhmu”. Berdasarkan kejadian yang lalu Nabi saw telah mengetahui bagaimana kesombongan dan kecongkakan Bani Tsaqif. Urwah berkata: “Wahai Rasulullah, aku lebih dicintai oleh mereka daripada anak perempuan mereka sendiri”. Dan memang benar Banu Tsaqif sangat menyayangi dan mentaatinya.
Setelah itu Urwah kembali kepada kaumnya untuk mengajak mereka masuk Islam. Dia berharap semoga orang-orang Banu Tsaqif tidak akan menentangnya karena kedudukannya di tengah-tengah mereka. Ketika itu dia menaiki loteng rumah rumahnya yang tinggi kemudian memberitahukan kepada seluruh kaumnya bahwa dia telah masuk Islam dan dia juga mengajak mereka masuk Islam. Mendengar hal ini orang-orang dari Bani Tsaqif menghujaninya dengan panah dari segala penjuru dan sebuah anak panah menancap ditubuhnya sehingga menyebabkan dia mati syahid. Ketika itu dia ditanya oleh seseorang, “Apa pendapatmu mengenai darah yang keluar dari tubuhmu ini?” Dia menjawab, “Ini adalah suatu kemuliaan yang telah diberikan Allah kepadaku dan kesyahidan yang diberikan Allah kepadaku. Sekarang aku menjadi seorang syahid seperti para syuhada yang telah gugur sebelumnya bersama Rasulullah saw. sebelum Beliau pergi dari kalian. Karena itu kuburkanlah aku bersama mereka (para shahabat), maka merekapun menguburkan Urwah bersama para shahabat lainnya. Para shahabat r. hum mengira peristiwa Urwah ini tepat dengan sabda Rasulullah saw mengenai dirinya, “Perumpamaan Urwah di kalangan kaumnya bagaikan Shahibu Yaa-siin (yaitu kisah Habib an-Najar yang dianiaya oleh kaumnya karena menyuruh mengikuti orang-orang yang berdakwah. Kisah ini disebutkan dalam Qs. Yaa-Siin : 20)
Beberapa bulan sejak peristiwa terbunuhnya Urwah, kaum Bani Tsaqif berfikir bahwa mereka tidak memiliki kekuatan lagi untuk melawan orang-orang Arab di seputar wilayah mereka, karena orang-orang Arab itu telah berbai’at kepada Nabi SAW dan memeluk Islam. Sehingga kemudian tokoh-tokoh Bani Tsaqif bersepakat untuk mengutus seseorang dari mereka. Maka mereka pun mengutus Abdu Yalil bin Amr diikuti oleh dua orang dari Bani ahlaf dan ditambah tiga orang dari Bani Malik.Ketika mereka sampai di suatu mata air dekat Madinah, mereka bertemu dengan Mughirah bin Syu’bah yang sedang menggembalakan untu-unta para sahabat Rasulullah SAW. Ketika dia melihat rombongan orang-orang Bani Tsaqif maka dia dengan cepat pergi untuk menemui Rosulullah SAW dan memberitahukan kedatangan mereka kepada beliau. Tetapi di perjalanan dia bertemu dengan Abu Bakar As Shidiq Ra, maka dia memberitahukan kepada Abu Bakar bahwa orang-orang dari Bani Tsaqif telah datang. Mereka ingin berbai’at kepada Rosulullah SAW untuk masuk islam, jika mereka menerima syarat yang diajukan oleh Rosulullah SAW pada mereka dan menulis nama-nama seluruh kaum mereka. Abu Bakar r.a berkata kepada Mughirah ,” Aku bersumpah jangan mendahului aku untuk bertemu dengan Rosulullah SAW, aku sendiri yang akan memberitahukannya kepada Rosulullah SAW.” Maka Mughirah pun membiarkannya. Kemudian Abu Bakar Ra pergi untuk memberitahukan kedatangan mereka kepada Rosulullah SAW, sedangkan Mughirah kembali menjumpai rombongan tersebut dan membantu mereka menaikkan barang-barang ke atas punggung unta mereka.Lalu Mughirah mengajarkan kepada mereka bagaimana cara memberi salam kepada Rosulullah SAW, tetapi mereka tidak mau. Mereka akan memberi salam kepada Rosulullah SAW dengan cara salam jahiliyah.
Ketika mereka sampai di hadapan Rosulullah SAW, maka mereka dibuatkan kemah di dalam masjid. Dan sebagai penghubung antara mereka dengan Rosulullah SAWadalah Khalid bin Sa’id bin ‘Ash. Ketika mereka dijamu untuk makan, maka mereka tidak mau memakan makanan tersebut sebelum terlebih dahulu sebelum Khalid memakannya terlebih dahulu. Untuk mereka juga Khalid menuliskan surat kepada Rosulullah SAW yang isinya mengajukan syarat kepada Rosulullah SAW bahwa beliau harus membiarkan patung Thaghiah selama tiga tahun. Kemudian dikurangi satu tahun, lalu dikurangi lagi satu tahun. Tetapi Rosulullah SAW tetap menolak syarat mereka. Sehingga akhirnya mereka meminta kepada beliau tenggang waktu satu bulan saja, terhitung sejak mereka datang ke Madinah. Selama itu mereka minta diijinkan untuk menyimpan patung tersebut. Maksud mereka meminta tenggang waktu itu adalah supaya orang-orang dari kaumnya bisa beradaptasi. Tetapi Rosulullah SAW tetap menolak setiap bentuk tenggang waktu yang mereka ajukan, melainkan Rosulullah SAW mengirim Abu Sufyan bin Harb dan Mughirah bin Syu’bah untuk menyertai mereka. Sesampainya di sana mereka berdua supaya menghancurkan patung-patung sesembahan itu. Para utusan Bani Tsaqif itu pun meminta supaya mereka diperbolehkan tidak mengerjakan shalat dan tidak akan menghancurkan patung dengan tangan mereka sendiri. Rosulullah SAW berkata,” Kalau kalian tidak mau menghancurkanpatung-patung dengan tangan kalian sendiri , hal itu aku maklumi dan aku setujui, tetapi untuk tidak mengerjakan shalat , hal ini tidaklah mungkin karena tidak ada kebaikan dalam agama (Islam) bagi orang yang tidak mengerjakan shalat.” Maka mereka menjawab ,” Baiklah kami akan mengerjakan shalat walaupun hal itu menghinakan. (Mereka menganggap bersujud di atas tanah adalah suatu kehinaan.)”
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Utsman bin Abil Ash r.a , dia menceritakan bahwa orang-orang utusan Bani Tsaqif telah datang menghadap Rosulullah SAW, lalu beliau menempatkan mereka di dalam masjid supaya suasana masjid mempengaruhi hati mereka sehingga menjadi lunak.Mereka mau masuk islam dengan mengajukan syarat bahwa mereka tidak mau dikumpulkan untuk berjihad, tidak menyerahkan sepuluh persen hasil pertanian mereka, tidak mengerjakan shalat, dan pemimpin untuk mereka tidak diangkat dari kabilah-kabilah lain. Rosulullah SAW berkata kepada mereka, “Kalian tidak akan dikirim untuk jihad, sepuluh persen hasil pertanian kalian tidak akan diambil, dan pemimpin untuk kalian tidak akan dipilih dari kabilah lain. Tetapi kalian tetap harus mengerjakan shalat , karena tidak ada kebaikan dalam agama (Islam) bagi orang yang tidak mengerjakan ruku (shalat).” Utsman bin Abil Ash berkata,”Wahai Rosulullah SAW! Ajarkanlah kepadaku Al Quran dan jadikanlah aku sebagai imam bagi kaumku!” (HR. Imam Ahmad dan Abu Daud)
Abu Daud juga meriwayatkan dari Wahab, dia berkata,”Aku pernah bertanya kepada Jabir r.a tentang kisah masuk islamnya Bani Tsaqif. Lalu Jabir r.a menceritakan bahwa : Bani Tsaqif mengajukan syarat kepada Rosulullah SAW, bahwa mereka (mau masuk Islam) asalkan mereka tidak menyerahkan zakat dan tidak oergi berjihad. Maka Rosulullah SAW berkata kepada Jabir,”Apabila mereka telah masuk Islam , niscaya dengan kesadaran sendiri mereka akan membayar zakat dan akan pergi untuk berjihad.” (Disebutkan dalam kitab Al-Bidayah jilid V halaman 29 secara ringkas)
Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Abu Daud , dan Ibnu Majah dari Aus bin Hudzaifah r.a, dia menceritakan ,” Kami ikut dalam rombongan Bani Tsaqif untuk menjumpai Rosulullah SAW, lalu orang-orang dari Bani Ahlaf tinggal bersam Mughirah bin Syu’bah r.a, sedangkan Bani Malik tinggal di kemah Rosulullah SAW. Setiap hari selepas shalat Isya, beliau datang menjumpai kami dan kami berbincang-bincang sambil berdiri, begitu lamanya kami berdiri sehingga terkadang beliau bersandar pada salah satu di antara kedua kaki beliau karena kelelahan. Rosulullah SAW menceritakan pada mereka bahwa telah banyak kesusahan yang diderita oleh beliau akibat perlakuan kaum Quraisy, dan ketika itu beliau selalu berkata,” Aku tidak sedih karena memang pada waktu keadaan kami di Makkah masih lemah dan masih sedikit. Ketika kami berhijrah ke Madinah, maka kami mulai memerangi mereka.Kadang-kadang Allah SWT memberikan kemenangan kepada mereka dan kadang-kadang Allah SWT memberikan kemenangan kepada kami .” Pada malam yang telah ditentukan Rosulullah SAW terlambat untuk datang menjumpai kami , maka kami berkata, “Malam ini Nabi SAW datang terlambat.” Kemudian Rosulullah SAW berkata, “ Ada sedikit bacaan Al Quran yang belum dibaca, untuk itu sebelum kesini aku menyempurnakannya dulu, karena aku tidak akan merasa tenangf datang kesini tanpa menyempurnakan bacaanku dulu.” (Demikian disebutkan dalam kitab Al-Bidayah jilid V halaman 32. Ibnu Sa’ad juga meriwayatkan dalam kitabnya jilid V halaman 510 dari Aus r.a)
Ulasan :
- Ketika mereka masuk Islam sebenarnya kedudukan Islam sudah kuat dan syariat-syariat sudah hampir sempurna
- Mereka mau masuk Islam dengan meminta 4 syarat, yaitu
- Tetap menyembah patung selama 3 tahun. Namun ditolak oleh Nabi SAW, akhirnya mereka mengatakan: “Ya sudahlah tetapi carikan orang untuk merobohkan patung-patung kami”.
- Tidak mau mendirikan sholat, hal ini juga ditolak oleh Nabi dengan sabdanya ” bagaimana orang Islam tidak mau sholat?.
- Tidak mau membayar zakat dan tidak mau berjihad. Kedua permintaan ini diizinkan oleh Nabi SAW dan Beliau bersabda: “Apabila mereka iman & sholat dengan benar maka mereka akan dapat menyempurnakan agamanya” (artinya mereka akan membayar zakat & berjihad)
Pertanyaan :
- Mengapa Nabi SAW tidak langsung membebankan kepada mereka tentang hukum-hukum Allah SWT atau tidak langsung memberikan syariat-syariat Islam secara totalitas, padahal saat itu di akhir-akhir masa kenabian yang seharusnya (kalau menurut alur berfikir sementara saudara-saudara dari NII) berlaku “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, zalim, fasik??!!”
- Apakah Nabi tidak takut kalau nanti terkena sangsi dari Allah SWT yang dapat dianggap kafir, zalim atau fasik karena dianggap tidak berhukum dengan hukum Allah sebagaimana yang dipahami oleh saudara-saudara NII, dalam pemahaman mereka tentang Qs. Al-Maaidah ayat 44, 45 dan 47??
- Apakah Nabi yang lebih faham atau kita ??
Apakah untuk melaksanakan syariat agama, mutlak harus dengan cara merebut kekuasaan/negara ?
Untuk itu marilah kita tarik ke belakang, di awal masa kenabian, dimana Nabi SAW ditawari 3 hal oleh penentang-penentangnya, tokoh & masyarakat Mekkah di awal masa kenabian (Bukhori, Thabrani, Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah, Al Hakim, Abu Nu’aim dll). Selengkapnya diperlihatkan pada riwayat berikut ini :
A). Diriwayatkan oleh Thabarani dan Bukhari dalam kitab at-Tarikh dari Aqil bin Abu Thalib, katanya : Para pemuka Quraisy menemui Abu Thalib. Kemudian diriwayatkan hadits sebagaimana yang disebutkan dalam bab “Menanggung Penderitaan” yang disebutkan didalamnya bahwa Abu Thalib berkata kepada Rasulullah saw., “Demi Allah, wahai keponakanku, aku tahu bahwa engkau orang yang sangat kupatuhi. Kaummu telah menemuiku dan menuduh bahwa engkau telah mendatangi mereka di Ka’bah di hadapan khalayak ramai dan engkau telah mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati mereka. Jika engkau berpendapat bahwa lebih baik engkau membiarkan mereka dengan keadaan mereka, maka lakukanlah”.
Kemudian Rasulullah saw. menengadahkan kepalanya ke langit dan bersabda, “Demi Allah, aku tidak berusaha untuk meninggalkan apa yang telah diamanahkan, walaupun salah seorang dari kalian membakarku dengan api dari cahaya matahari ini.”
Di dalam riwayat oleh Baihaqi dikatakan bahwa Abu Thalib berkata kepada Nabi saw., “Wahai keponakanku, sesungguhnya kaummu telah datang menemuiku dan mereka berkata ini dan itu, maka kasihanilah dirimu dan diriku dan jangan membebaniku dengan urusan yang tidak mampu dipikul olehku dan olehmu. Maka jauhilah mereka dari perkataan yang dapat menyakiti mereka.”
Kata-kata itu telah membuat Rasulullah saw. mengira bahwa pamannya akan meninggalkannya, tidak memberi perlindungan lagi dalam menjalankan usaha dakwah, rela menyerahkannya, dan tidak mampu lagi untuk berdiri di pihaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Wahai paman, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, sekali-kali aku tidak akan meninggalkan usaha dakwah ini hingga Allah memenangkannya atau aku binasa dalam perjuangan itu.”
Kemudian berlinanganlah air mata Rasulullah saw. karena menangis. Setelah itu perawi meriwayatkan hadits sebagaimana yang akan disebutkan nanti. Dikeluarkan oleh Abd bin Huamid di dalam kitab musnadnya, dari Ibnu Abi Syaibah dengan sanadnya, dari Jabir bin Abdullah ra. katanya : Pada suatu hari kaum Quraisy berkumpul dan mereka berkata, “Carilah seorang di antara kalian yang paling tahu tentang sihir, nujum dan syair, kemudian temuilah lelaki ini (Rasulullah saw.) yang telah memecah belah persatuan kita, mencerai beraikan urusan kita, dan mencaci maki agama kita. Lalu biarkan dia mengajak Muhammad bicara dan memperhatikan apa jawaban Muhammad kepadanya. ”Mereka berkata, “Kami tidak mengetahui seorang pun yang lebih pandai dalam urusan ini selain Utbah bin Rabiah.”Mereka berkata lagi, “Pergilah, hai Abu al Walid (Utbah).”Utbah pun pergi menemui Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau lebih baik dari Abdullah?” Rasulullah saw. hanya terdiam mendengar pertanyaan itu. Utbah bertanya lagi, “Apakah engkau lebih baik dari Abdul Muththalib?” Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Rasulullah saw. Utbah berkata : ”Jika engkau mengakui bahwa mereka lebih baik daripadamu, ketahuilah bahwa mereka telah menyembah tuhan-tuhan (berhala) yang telah engkau caci maki itu. Dan jika engkau mengaku lebih baik daripada mereka, maka berbicaralah sehingga kami mendengar perkataanmu. Demi Allah, sesungguhnya tidaklah kami melihat seorang anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya dan kaumnya, yang lebih mendatangkan kesialan kepada kaumnya daripada kamu. Sesungguhnya engkau telah memecah belah persatuan dan mencerai beraikan urusan kami, mencaci maki agama kami dan mempermalukan kami di kalangan bangsa Arab sehingga tersebar kabar kepada mereka bahwa ada seorang tukang sihir dan ahli nujum di antara kaum Quraisy. Demi Allah, kami tidak menantikan kecuali suara yang sangat keras di saat musibah, di mana sebagian kami berdiri di hadapan sebagian lainnya dengan membawa pedang sampai kami saling membinasakan. Hai Muhammad, jika kau mempunyai keinginan, kami akan mengumpulkan untukmu segala kekayaan sehingga kamu akan menjadi orang yang terkaya di antara kaum Quraisy. Jika kamu ingin menikah, pilihlah sepuluh wanita yang paling kamu sukai dan kami akan menikahkanmu. ”Rasulullah saw. bersabda, “Sudah selesaikah pembicaraanmu?” “Ya,” jawab Utbah.Rasulullah saw. bersabda lagi, “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang …” setelah mengucapkan basmalah, Rasulullah saw. membaca ayat di bawah ini :“Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya), maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: “Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan, dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; sesungguhnya kami bekerja (pula).” Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa. Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan(-Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih, mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya”. Katakanlah: “Sesungguhnya pantaskah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam”. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Kemudian Dia menjadikannya dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud”. (QS. Fushshilat : 1-13)
Utbah pun berkata : “Hentikan! Apakah kau tidak mempunyai syair selain itu?” “Tidak,” Rasulullah saw. menyahut. Utbah bergegas kembali kepada kaum Quraisy. Mereka bertanya : “Apa yang telah terjadi?” Utbah menjawab : “Apa yang kalian perintahkan untuk disampaikan telah kusampaikan semuanya tanpa ada satu pun yang ketinggalan. ”Mereka bertanya : “Apakah dia menjawab semua pertanyaanmu?” “Ya,” jawab Utbah. Dia melanjutkan : “Tidak, demi Dzat Yang telah menegakkan Ka’bah, aku tidak memahami perkataannya sedikitpun kecuali dia mengancam kalian dengan petir sebagaimana yang telah ditimpakan kepada kaum ‘Aad dan Tsamud. ”Mereka berkata : “Celakalah kamu! Lelaki itu telah berbicara padamu dengan menggunakan bahasa Arab tetapi mengapa kau tidak paham apa yang dikatakannya?”“Tidak!” jawab Utbah lagi, “Demi Allah, aku tidak memahami kata-katanya kecuali ancaman petir itu.”
Diriwayatkan oleh Baihaqi dan yang lainnya dari al Hakim dan ia menambahnya dengan perkataan : “Jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan mengikatkan panji-panji kami untukmu dan engkau menjadi ketua kami seumur hidup.”
Dalam riwayat Baihaqi disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw. membaca : “Jika mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan kaum Tsamud.’”
Maka Utbah memegang mulut beliau dan meminta beliau dengan hak kekerabatan agar beliau berhenti. Utbah tidak keluar menemui keluarganya bahkan menjauhkan diri dari mereka. Maka Abu Jahal berkata : “Demi Allah, wahai kaum Quraisy! Kami tidak berpendapat mengenai diri Utbah selain ia telah cenderung mengikuti Muhammad, dan makanan Muhammad telah membuatnya senang dan ridha. Hal itu tidak terjadi melainkan karena kemiskinan yang menimpanya. Marilah ikut kami untuk menemuinya.”
Mereka pun mendatangi Utbah lalu Abu Jahal berkata : “Demi Allah, wahai Utbah, kami tidak datang kecuali karena engkau mulai simpati kepada Muhammad dan urusannya telah membuatmu senang dan ridha. Jika engkau mempunyai suatu kebutuhan, maka kami akan mengumpulkan harta kami untukmu yang lebih mencukupi daripada makanan Muhammad itu.”
Maka Utbah sangat marah dan bersumpah dengan nama Allah untuk tidak berbicara dengan Muhammad selamanya.
Utbah berkata : “Sesungguhnya kalian mengetahui bahwa aku adalah salah satu orang yang terkaya di kalangan kaum Quraisy, tetapi aku datang menemuinya” – Utbah menceritakan kepada mereka semua yang telah terjadi – “Dia telah menjawab pertanyaanku dengan sesuatu yang bukanlah sihir atau syair, dan bukan juga mantera. Dia membaca Bismillaahir Rahmaanir Rahiim … (QS. Fushshilat ayat 1-13). Maka aku tutup mulutnya dan memintanya dengan hak kekerabatan agar ia berhenti. Dan sesungguhnya kamu sekalian mengetahui bahwa jika Muhammad berkata-kata, ia tidak pernah berdusta; maka aku takut seandainya adzab turun kepada kalian.”
Demikian tersebut dalam kitab Al Bidaayah (3/26). Abu Ya’la meriwayatkan hadits ini dari Jabir ra. seperti hadits Abd bin Humaid. Abu Nu’aim menyebutkannya dalam kitab ad Dalail (hal. 75) semisal itu, dan al Haitsami berkata (juz 6, hal. 20) : Dalam sanadnya terdapat al Ajlah al Kindi. Dia dikuatkan oleh Ibnu Ma’in dan lainnya, tetapi an Nasa’i dan lainnya mendhaifkannya. Sedang rawi-rawi lainnya kuat (dapat dipercaya).
Ibnu Umar ra berkata bahwa orang-orang Quraisy telah berkumpul utuk membicarakan perihal Rasulullah saw, sedangkan ketika itu Rasulullah saw sedang berada di masjid. Maka Utbah bin Rabi’ah berkata kepada orang-orang Quraisy, “Izinkanlah aku untuk menemui Muhammad supaya aku bisa berbicara denganya, karena aku lebih ramah berbicara daripada kalian.” Lalu Utbah bangkit dari tempat duduknya dan segera menemui nabi saw sambil berkata, “Wahai keponakanku, aku lihat engkau ini adalah seorang yang paling dekat dengan kami dan yang paling mulia dihadapan kami, namun engkau telah membawa suatu musibah kepada kaummu yang belum pernah dibawa sebelumnya oleh seorangpun kepada kaumnya. Apabila memang dengan sesuatu yang engkau bawa itu engkau mengharapkan harta kekayaan, maka kami akan mengumpulkan harta kekayaan, maka kami akan mengumpulkan harta kekayaan untukmu sehingga engkau akan menjadi orang terkaya diantara bangsa Quraisy; apabila dengan sesuatu yang engkau bawa itu engkau berharap untuk menjadi seseorang yang terpandang (tokoh) diantara kami, maka kami akan menjadikanmu sebagai orang yang palng terpandang diantara kummu, dan kami tidak akan memutuskan perkara tanpa engkau; seandainya engkau terkena pengaruh jin yang tidak dapat disembuhkan olehmu sendiri, maka kami kan mengumpulkan biaya untuk mengobatimu dari gangguan itu; dan apabila engkau ingin menjadi seorang raja, maka kami akan menjadikanmu sebagai raja.” Rasulullah saw menjawab, “Wahai Abu Walid apakah telah selesai pembicaraanmu?” “Ya”, jawabnya. Maka Rasulullah saw langsung membacakan surat Haa miim sjdah (Fushllat) sampai pada ayat sajdah (ayat ke 38), dan Nabi saw pun segera bersujud. Utbah hanya duduk dengan dengan bersandar pada kedua tangannya sambil menyaksikan Beliau menyelesaikan sujud tilawahnya. Lalu Utbahpun berdiri dan kembali pada kaumnya. Ketika orang-orang Quraisy melhat kedatangan Utbah, merekapun satu sama lain saling berkata, “Kenapa wajah orang ini berubah sedemikian rupa tidak seperti sebelum dia pergi?” Setelah duduk, Utbah pun berkata, “Wahai orang-orang Quraish, sesungguhnya aku telah mengatakan sema apa yang telah kita sepakati kepada Muhammad. Namun setelah aku selesai mengatakan semuanya, dia menjawab dengan memperdengarkan sesuatu yang selama ini belum pernah aku dengar, akupun tidak tahu apa yang aku dengar itu. Wahai orang-orang Quraisy, percayalah kalian kepadaku ari ini saja, besok kalian boleh tidak percaya, tinggalkanlah dan biarkanlah dia! Karena Demi Allah dia tidak akan meninggalkan agamanya itu. Biarkan dia sendiri berhadapan dengan suku-suku Arab lainnya dan melawan mereka, karena apabila nanti dia bisa berhasil, maka kemuliannya itu juga menjadi kemuliaan kita; tetapi apabila mereka dapat mengalahkannya, maka kalian tidak perlu bersusah payah, karena dia telah terkalahkan oleh orang lain. Setelah mendengar ucapannya itu, maka orang-orang Quraisy berkata, “Wahai Abu Walid, sepertinya kamu juga telah terpengaruh oleh sihirnya.” (HR. Abu Nu’aim dalam Dalaailun Nubuwwah hal. 76)
Kisah seperti ini juga telah disebutkan dengan lengkap oleh Ibnu Ishaq seperti yang telah ditulis dalam kitab al-Bidayah jilid III halaman 63. Baihaqi telah meriwayatkannya dari Ibnu Umar r. Huma dengan singkat, dan Ibnu Katsir menebutkannya dalam kitab al-Bidayah jilid III halaman 4.
- Kekuasaan / diangkat menjadi raja
- 10 Istri cantik dan bangsawan dari suku-suku berpengaruh
- Harta kekayaan
Namun dengan syarat Nabi menghentikan dakwahnya. Tetapi oleh Nabi tawaran mereka ditolak semuanya dengan mengatakan : “Andaikata matahari diletakkan ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku aku tidak akan berhenti berdakwah sampai Allah memenangkan agama-Nya atau aku hancur”.
Kemudian yang menjadi pertanyaan di dalam benak kita adalah kalau Islam ditegakkan dengan kekuasaan mengapa Nabi tidak menerima tawaran kekuasaan tersebut padahal tidak perlu mencari dengan susah payah. Apakah Nabi lupa ??
Dengan demikian pemahaman siapa yang harus di koreksi? Kita yang lebih faham atau Nabi SAW ?
B) Jika ingin ditarik lebih jauh lagi, tampak jelas pada kisah Nabi Musa As dalam sekian banyak ayat-ayat Al Qur’an.
Beliau sejak lahirnya telah “diprogram” oleh Allah untuk sampai ke tangan Fir’aun dan akhirnya dijadikan anak angkat Fir’aun yang berarti sebagai calon pewaris. Namun mengapa Allah yang “menciptakan skenario drama” tersebut, tidak menutup dengan dimatikannya Fir’aun yang dengan itu Musa akan terangkat sebagai raja. Setelah itu dengan mudah akan “mendekritkan” undang-undang/hukum-hukum Allah di bumi Mesir. Tentunya setelah terlebih dahulu mengganti “kabinet” Fir’aun dengan para pengikutnya. Tetapi yang terjadi justru Musa menjadi “buron teroris” dimata Fir’aun. Kemudian diamankan oleh Nabi Syuaib As dan bekerja kepada Beliau selama 10 th serta diambil sebagai menantu. Setelah itu “anehnya”, SK (Surat Keputusan) kenabiannya turun dan “tugas dinasnya” justru kembali kpd Fir’aun dan diperintah untuk berdakwah kepada mereka semua. Hingga pada akhirnya Fir’aun dan seluruh kekuatannya ditenggelamkan oleh Allah SWT.
Karena Pemerintahan Indonesia menurut mereka merupakan pemerintahan thoghut, maka mereka mengharuskan pengikutnya untuk Hijrah
Sebagai dasar penguat, mereka menggunakan dasar Qs. An Nisa ayat 97-100
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا
فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Diantara alur fikir yang cukup aneh dari para aktivis NII adalah karena pemerintahan RI dianggap sebagai pemerintahan “thoghut”, maka mereka mengharuskan para pengikut yang berhasil direkrut dan dicuci otak untuk mengalami proses hijrah. Sehingga banyak mahasiswa-mahasiswi dan pemuda-pemudi yang tahu-tahu “hilang” dan menimbulkan kepanikan baik orang tua maupun para dosen dan masyarakat. Bahkan ada sementara kalangan masyarakat yang menganggap mereka “diculik” oleh Densus 88.
Setelah terbongkar jaringan NII maupun dari pengakuan para korban yg insyaf, ternyata mereka memang sengaja menghilangkan diri karena “berhijrah”. Mereka meyakini itu harus dijalani untuk meniru Nabi dan para Shahabat yang tertindas di Mekah hijrah ke Madinah. Aneh dan konyolnya, hijrah mereka ini sekedar dari Jogja (misalnya) ke Semarang, atau dari Bandung ke Jakarta, yang secara kenyataan tetap masih dalam wilayah kedaulatan RI, bahkan kadang masih satu provinsi yg mereka cap dengan “pemerintahan thoghut”.
Mereka telah benar-benar hilang daya kritis sebagai intelektual, sehingga “hijrah” ala NII itu yang ibarat dagelan konyol yang tidak lucu sama sekali ini, disamakan dengan hijrah Nabi dan para Shahabat dari Mekah ke Madinah, bahkan memberi stempel dengan ayat-ayat suci Al Qur’an di atas (Qs. An Nisa 97-100) sebagai legitimasi & penguat sihirnya.
Lebih dari itu, ketika di Mekkah, Nabi & kaum Muslimin ditindas dan terhalang untuk berdakwah secara bebas, sehingga hijrah ke Madinah yang bebas dari penindasan bahkan Nabi menguasai Madinah dg 29 pasal Piagam Madinah. Sedang saudara NII siapa yang menindas ? Dan apa hasil “hijrah” nya itu ? Toh masih sembunyi-sembunyi ketakutan ?! Seperti orang paranoid saja.
Jadi untuk ini tidak perlu penjelasan dan pembahasan panjang lebar, karena sebenarnya sangat naif dan sederhana, sehingga sangat jelas kekeliruannya.
Apakah benar bahwa Syariat Islam hanya bisa terwujud apabila mempunyai kekuasaan yang diperoleh dengan cara merebut/ berperang dan sebagainya, lalu dengan itu ditegakkan “Negara Islam” ?
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُون
Ulasan :
- Siapakah yang dijanjikan untuk dijadikan Kholifah = Penguasa = Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh
- Siapakah yang berjanji ? Allah SWT
- Bagaimana kalau Allah berjanji ? Pasti ditepati
إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ
- Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji (Qs. Ali Imron : 194)
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا
- Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah? (Qs. An Nisa : 122)
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا
- Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah? (Qs. An Nisa : 87)
- Dan lain-lain
Kesalahan berfikir/pemahaman saudara-saudara NII lupa/rancu bahwa yang mau’ud (yg dijanjikan) itu berkaitan langsung dengan yang mathlub (yang dituntut/dikehendaki).
Jelasnya, ada korelasi yang tegas antara janji dan syarat yang dituntut bagi terpenuhinya janji tersebut.
- Sungguh pasti akan Allah mejadikan mereka (orang-orang beriman & beramal sholeh) kholifah = Penguasa = لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ
- Sungguh pasti Allah akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhoi –Nya = وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ
- Sungguh pasti Allah akan merubah bg mrk dr takut mjd aman = وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
- Pada tiap-tiap janji terdapat huruf ل dan ن ta’kid sebagai penguatnya sehingga ada 6 kepastian
- Merupakan ayat Al Qur’an yang tidak ada keraguan sedikitpun terhadapnya ( ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ = Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa )
- Yang berjanji adalah Allah SWT
Para ahli bahasa bisa mengupas lebih banyak dan lebih detail lagi.
Kemudian apa yang dikehendaki/dituntut/ disyaratkan oleh Allah ? kepada siapa janji itu diperuntukkan ? Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh
Secara logika sederhana dapat diibaratkan : Seorang ayah berkata kepada anaknya: “Kalau kamu lulus ujian sekolah, ayah akan beri hadiah mobil terbaru”. Begitu mendengar janji ayah, si anak setiap hari sibuk melihat-lihat model mobil terbaru dari showroom ke showroom yang lain dan mencari info dari berbagai sumber dan menghabiskan waktu untuk itu, sehingga sampai lupa belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi tes kelulusan ujian yang itu menjadi syarat utama janji tersebut. Singkat cerita karena tidak siap akibatnya si anak tidak lulus ujian sehingga bukan mobil yang diperoleh, tetapi murka dari ayahnya = Begitulah keadaan kita umat Islam hari ini, walau banyak yang tidak merasa dan tidak menyadari.
Mereka lupa apa yang dikehendaki/yang dituntut Allah bukan sembarang iman & amal tetapi iman dan amal sholeh yang mathlub (yang standar menurut Allah)
Mereka berpendapat bahwa untuk mendapatkan kemenangan, harus mengerahkan segala potensi dan persiapan untuk berperang, apakah memang demikian ?
Sebagai dasar yang mereka gunakan adalah
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Analisa dan Pelurusan :
- Benarkah Qs. Al Anfal ayat 60 itu perintah untuk mobilisasi kekuatan untuk berperang kepada orang kafir?
إِن يَنصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا الَّذِي يَنصُرُكُم مِّن بَعْدِهِ ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Jadi berdasarkan Qs. Al anfal ayat 60 di atas tujuan pengerahan kekuatan itu dalam rangka untuk menggetarkan musuh sehingga musuh menjadi takut. Mereka takut melihat kekuatan lahiriah muslimin karena memang mereka hanya memahami kekuatan lahiriah saja.
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Qs. Al Anfal ayat 60 tesebut berlaku apabila muslimin sudah kuat atau mampu sehingga bisa menampakkan kekuatan dhohirnya
Akibat ketakutan mereka menghadapi muslimin maka mereka akan berfikir 1000x untuk berperang, dengan kata lain mereka masih tetap berkesempatan hidup. Oleh karena mereka masih tetap hidup maka masih ada kesempatan untuk didakwahi dan inilah yang menjadi fikir dan misi Nabi SAW (Qs. At Taubah : 128). Dengan didakwahi kemungkinan mereka mendapat hidayah dan masuk Islam yang dengan itu akan selamat dan dimasukkan ke dalam surga Nya (Qs. Al Maidah : 16).
Sedangkan keyakinan bahwa kemenangan akan dicapai dengan bersandar pada kekuatan dan sarana-sarana lahiriah/ kebendaan, tidak pernah ada dalam sejarah kenabian. Bahkan apabila keyakinan yang salah itu ada, akan berakibat fatal. Marilah kita lihat kasus dalam perang Hunain, dimana waktu itu jumlah muslimin ± 3 x lipat dari lawan (12.000 >< 4000). Peristiwa ini sebagai pelajaran dari Allah untuk umat Islam sampai hari kiamat, tentang apa yang menjadi syarat kemenangan dan apa yang menyebabkan kekalahan. Hal ini sebagai bukti kongkrit yang dialami Nabi Muhammad SAW dan para shahabat, dengan adanya sebagian kecil muslimin yang baru masuk Islam dan masih lemah serta salah keyakinannya, bahwa kemenangan pasti tercapai dengan melihat jumlah mereka yang 3x lipat dari musuh-musuhnya, maka berlaku “karena nila setitik rusak susu sebelanga“.
Renungkanlah ayat ini
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ
III. TINJAUAN SEJARAH
1. Sejarah Lama
a). Kerja Para Shahabat R. hum
b). Zaman sesudah generasi shahabat, misalnya zaman kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah
Pada zaman kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, ± 100 tahun setelah Nabi SAW, diutus Muhammad bin Qoshim Ats Tsaqofi untuk berdakwah ke India yang ketika itu masih meliputi Pakistan, Bangladesh, Afganistan, Burma, Srilanka, Nepal, Buthan. Kerja dakwahnya tetap ada tetapi “jiwanya” sudah banyak menurun, maka walau hasilnya :
- Islam berkuasa selama ±700 tahun
- Orang-orang Alim yang besar banyak sekali, bahkan sampai ada diantara rajanya ada yang bisa memberikan fatwa (menjadi mufti) dsb.
- Bahkan ada kitab yang menulis 2500 biografi ulama India.
- Dsb-dsb.
Hal yang perlu ditinjau secara mendalam adalah :
- Mengapa setelah berkuasa 700 tahun lebih,
- Menghasilkan ulama yang hebat-hebat,
- Bahkan raja yang alim,
- Peninggalan-peninggalan dan simbol-simbol keislaman yang bisa dilihat sampai sekarang,
Kenyataannya mayoritas tetap nonmuslim ?? Cobalah kita bandingkan dengan kerja Shahabat di atas.
Inilah bedanya antara jalur murni dakwah kenabian dengan jalur dakwah yang sudah bercampur kekuasaan dan politik.
2. Sejarah Baru
a) Pakistan
Sejak didirikannya “Negara Islam Pakistan“ oleh Ali Jinnah pada tgl 14 Agustus 1947 yang didukung oleh tokoh-tokoh kaliber internasional seperti Abul A’la Maududi dan lain-lain, tidak berhasil melaksanakan syariat Islam sebagaimana yang dikampanyekan, sehingga hukum-hukum yang dipakai tetap hukum peninggalan Inggris. Semula Pakistan Barat dan Timur, kemudian pecah menjadi Pakistan (Pakistan Barat) dan Bangladesh (Pakistan Timur) dengan pemerintahan masing-masing.
Pakistan zaman pemerintahan Jenderal Zia ul Haq yang mengambil alih dari Ali Butho dimana syariat Islam dijadikan undang-undang antara lain:
Zakat
Wanita-wanita dilarang ke luar rumah tanpa mahrom
b) Aljazair
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
c) Afganistan
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
3. Di Indonesia
Renungkan hasil gemilang misi kenabian yang buahnya eksis dan harum hingga kini.
a) Walisongo
Hasilnya ?
a) Secara halus :
- Misi zendingnya (dari bahasa Belanda yang artinya pengutusan) dengan strateginya antara lain mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit dan sebagainya.
- Dikirim orang-orang yang dididik menjadi pakar dalam keislaman bahkan belajarnyapun hingga ke Mekkah dan diceritakan hafal Al Qur’an seperti Snouck Hurgronje & Van der Plas untuk melakukan penyusupan dan pembelokan serta penyelewengan ajaran Islam dari dalam.
b) Secara kekerasan dan biadab, seperti :
- Pembantaian masal yang dilakukan oleh tentara Belanda di Makasar, atas perintah Westerling , membunuh rakyat Indonesia di sana yang notabene adalah Muslim dengan cara yang sadis yaitu digilas tank.
Tetapi walau mereka berupaya keras dengan itu semua, fakta yang ada Islam tetap eksis di Indonesia.
Sekarang marilah kita bandingkan dengan “Perjuangan Untuk Mendirikan Negara Islam” yang berujung pada kegagalan total dan meninggalkan kesan buruk sampai sekarang, misalnya :
b). DI/TII Kartosuwiryo
- Persenjataan dan pengalaman tempurnya, relatif seimbang dengan TNI (Tentara Nasional Indonesia) karena kesemuanya berangkat dari start yang sama, yaitu sama-sama pejuang melawan Belanda, Jepang dll.
- Pada saat itu belum ada negara adidaya/adikuasa yang mendukung karena masing-masing negara sedang berbenah sendiri-sendiri setelah babak belur dengan perang dunia II.
Jadi terlihat bahwa kekuatannya dg TNI relatif berimbang tetapi ternyata kalah dan hancur !!! Mengapa? Karena tidak ada nusratullah/pertolongan Allah !!! Mengapa tidak ada pertolongan Allah? Niatnya mungkin baik, tetapi jalannya tidak benar.
4. Masa Kini
IV. CITA-CITA MEMBENTUK NII ? APAKAH ADA DASAR KEBENARANNYA ?
Allah SWT berfirman :
تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ۚ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Qs. Al Qashash : 83)
Apabila orang telah ambisi ingin ketinggian di muka bumi (pengaruh, kekuasaan, popularitas) maka eksesnya cenderung berbuat kerusakan besar atau kecil, apalagi atas nama agama. Padahal agama itu tidak untuk ketinggian, kekuasaan, pengaruh, tetapi semata-mata untuk pendekatan diri kepada Allah penciptanya agar bahagia di dunia maupun di akhirat. Nanti terserah Allah sendiri, Dia Maha Bijaksana, kalau dipandang pantas akan diberi kekuasaan.
Memang keinginan untuk mulia, terpandang, tidak tercela hal itu merupakan fitrah manusia (gawan bayi/naluri) dan Allah sendiri yang menjadikan keinginan tersebut. Namun apabila hal ini ditunggangi oleh nafsu, pasti menyeleweng. Salah satu contohnya adalah keinginan untuk mendapatkan kekuasaan (walaupun dia menggunakan agama sekalipun). Memang bila syarat-syaratnya dipenuhi, kemungkinan akan tercapai, tetapi karena niatnya dari awal sudah salah, maka setelah berkuasa maka dia akan berusaha mempertahankan kekuasaannya walaupun melanggar syariat agama. Karena memang bukan hakekat agama murni yang diinginkannya tetapi terselip maksud lain yaitu keinginan akan kekuasaan/ketinggian. Sebab bila yang diinginkan tulus tegaknya syariat, maka jalan satu-satunya yang sah dari Allah adalah jalan / misi kenabian = dakwah ilallah ‘ala minhajin nubuwwah.
Mudah-mudahan Allah menghindarkan kita dari tipuan syetan dan hawa nafsu ini. Untuk itu Allah memberi solusi terbaik untuk menjawab keinginan fitrah tersebut tetapi dengan jalan pencapaian yang terhormat, yang dengan itu pasti akan dicapai tanpa menimbulkan ekses kerusakan dan gangguan sosial bagi masyarakat banyak. Bahkan akan tampil sebagai penyejuk dan pengayom di lingkungannya sehingga bisa dirasakan oleh non muslim sekalipun. Hasilnyapun langgeng dunia sampai dengan akhirat.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. Ali Imran : 139)
Jadi lagi dan lagi, jalan terbaik dan termulia serta tersingkat adalah usaha atas diri pribadi dengan jalan mengajak orang lain untuk meningkatkan kwalitas iman. Dengan itu semua, apapun yang menjadi kehendak fitroh manusia pasti akan tercapai.
- Orang yang menginginkan ketinggian tetapi ditunggangi hawa nafsunya, akhirnya menimbulkan kerusakan dan kebinasaan, bagi dirinya dan masyarakat banyak dan dikenang keburukannya, contohnya : Fira’un (Ramses III), Namrud, Abu Jahal, Abu Lahab, Kaisar, Kisra, Hitler, Musoullini, Raja Nero, para diktator kuno maupun modern, besar maupun kecil, terutama para penentang nabi-nabi.
- Orang-orang yang menempuh jalan yang Allah tunjukkan, contohnya : Para Nabi dan Shahabat-shahabatnya, Walisongo. Mereka tidak berambisi dengan ketinggian/kekuasaan tetapi namanya justru tinggi dan mulia dikenang harum, serta hasil jerih payahnya bisa dirasakan keberkahan dan kemanfaatannya oleh manusia sampai sekarang. Demikian pula nama-nama pahlawan kemerdekaan RI, dikenang jasanya tiap 17 Agustus.
V. SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DENGAN ULAH PARA AKTIVIS NII INI ?
Marilah kita lihat akibat yang ditimbulkan dengan ulah para aktivis NII ini
- Agama dan umat Islam citranya menjadi buruk,
- Orang-orang tua tidak menginginkan anaknya tampak terlalu aktif dalam beragama, mereka khawatir anaknya janga-jangan direkrut menjadi anggota NII,
- Istri-istri merasa khawatir jika suaminya aktif dalam pengajian,
- Para rektor dan dosen bahkan hingga menteri menjadi was-was bila mahasiswa terlihat semangat dalam beragama,
- Timbul saling curiga diantara anggota masyarakat bila sebagian tampak sholeh,
- Terjadi ketegangan dan kesenjangan antara aparat pemerintah dan masyarakat muslim khususnya,
- Ini semua membuka peluang lebih lebar arus dekadensi moral pada masyarakat oleh karena yang akan memberi nasihat khawatir dituduh fanatik dan teroris.
- Sedangkan hasil ulah “para pahlawan kesiangan” yang terlanjur dicuci otak itu, ibarat “jauh panggang dari api” alias menegakkan benang basah atau nonsense !!!
- Bahkan kesemuanya itu sangat besar pengaruhnya bagi disintegrasi bangsa dan mengarah kepada kemungkinan runtuhnya NKRI
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian di atas jelas membuktikan tidak ada ajaran Allah & Rasul NYA yg mengarahkan umatnya untuk mendirikan negara Islam dalam rangka pelaksanaan syareat NYA; yang ada adalah tiap-tiap individu muslim harus memaksimalkan usahanya untuk peningkatan iman & amal sholeh serta berdakwah dengan mengikuti sunah sebelum matinya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Qs. Ali Imran : 102)
Bukan dikatakan: “Jangan kalian mati sebelum kalian mempunyai negara Islam”
source : http://syaikhaljihad.wordpress.com
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus