Rabu, 05 Agustus 2009

Ijtima’ Indonesia 2009: Menurut Republika

http://www.republika.co.id

Tenda Raksasa di Medan Ijtima Umat Islam

Tanpa gembar-gembor dan menebar spanduk serta tiada televisi yang dipampang dan media massa yang beredar, acara Ijtima Tahunan Umat Islam berlangsung mulus dan khusuk selama tiga hari berturut-turut, 18-20 Juli lalu. Sekitar 800 ribu sampai satu juta orang tergerak untuk datang ke medan ijtima ini dari berbagai pelosok Tanah Air dan mancanegara.

Lokasi ijtima bukan di hotel atau gedung, melainkan di sebuah areal terbuka, perkebunan kelapa seluas sekitar 55 hektare, yang disulap menjadi tempat berdirinya tenda raksasa di kawasan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD) City, Tangerang, Banten. Suasananya tampak sangat sederhana dan bersahaja. Jauh dari kesan elitis dan politis.

Yang dimaksud tenda raksasa malah hanya lembaran kain putih membentuk lajur-lajur panjang, seperti milik pedagang kain yang dibentang begitu saja dari gulungannya. Lantainya adalah tanah merah dan rerumputan, kemudian dilapisi terpal, tikar, atau karpet seadanya. Untuk tidur, peserta ijtima banyak yang menggunakan sleepingbag, mendirikan tenda mini, atau hanya berselimutkan kain sarung.

Setiap waktu shalat wajib tiba, mereka membentuk shaf yang lurus dan rapat. Pada giliran ini, suasana dalam tenda raksasa itu berubah menjadi seperti lantai masjid yang sangat luas. Diperkirakan, panjang shaf mencapai tujuh kilometer.

Tenda tersebut dikelilingi parit buatan dari jalinan bambu yang di dalamnya dilapisi terpal. Airnya terus mengalir dari sumber sumur jetpump yang lebih dulu di tampung pada kolam buatan di pinggir sebuah danau alam. Di sinilah peserta ijtima berwudhu. Di pinggiran tenda, juga terdapat deretan-deratan WC darurat. Konon, jumlah totalnya sampai 2000 buah. Terbuat dari rangka bambu dengan dinding dan pintu dari kain agak tebal dan warna gelap.

Meski berlantai tanah dan becek karena medan ijtima sempat diguyur hujan, WC itu tak menebarkan aroma bau pesing dan kotoran manusia. Selain semua jamaah taat pada adab membuang hadas sesuai sunah Nabi SAW, juga saluran pembuangan airnya dibuat selancar mungkin sehingga tidak ada kotoran yang mengendap begitu disiram.

Satu lagi yang menakjubkan, yaitu bak mandi sepanjang sekitar 1,5 kilometer dan lebar 1,5 meter yang terletak di bagian belakang tenda raksasa dan di pinggir danau dengan konstruksi mirip parit untuk wudhu tadi. Hulu dari bak mandi ini adalah kolam buatan yang terus-terusan menggelontorkan air jernih.

Apa agenda penting ijtima yang 100 persen pesertanya kaum Adam dari berbagai lapisan umat Islam tersebut? Selama tiga hari itu, peserta ijtima disuguhi bayan dan taklim dari para ulama tentang pentingnya menghidupkan ajaran agama Islam serta taskil atau ajakan keluar di jalan Allah (huruj fisabilillah) untuk berdakwah.

Maka, yang dihasilkan dari ijtima itu berupa daftar sekitar 5.000 rombongan dakwah swadaya. Mereka diberangkatkan untuk menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan ada yang ke mancanegara.

Hajatan besar yang digagas Jamaah Tabligh itu memang sepi dari sorotan media massa. Bukan bermaksud menutup diri atau bersikap eksklusif, tapi mereka mengaku sebagai ”orang-orang lemah” yang mudah terganggu keikhlasan hatinya dalam beramal ibadah manakala bersentuhkan dengan publikasi.

”Jadi, bukannya tak butuh publikasi media, apalagi memusuhinya. Tidak sama sekali,” tutur Maulana Baban, seorang aktivis Jamaah Tabligh dari Bandung, Jawa Barat, yang ikut suntuk dan berkeringat merancang acara pertemuan besar umat Islam tersebut.

Menurut dia, jangankan membuat press-release, yang namanya proposal, kop surat, stempel, serta perangkat-perangkat administrasi dan publikasi lainnya tak dikenal sama sekali di lingkungan Jamaah Tabligh.

”Bahkan, nama Jamaah Tabligh pun itu bukan kami yang bikin. Itu sebutan yang dibuat masyarakat terhadap aktivitas kami. Kami ini lebih senang disebut umat Islam saja atau hamba Allah atau umat Rasulullah,” tutur Maulana Baban.

Sebagai gerakan dakwah yang dikenal santun, nonpolitis, nonmazhab, egaliter, dan mendunia, perkembangan Jamaah Tabligh tampak sangat fenomenal. Perkembangan gerakan dakwah yang dibidani oleh Maulana Ilyas, seorang alim yang juga konglomerat India, sekitar 1920, banyak menyentak berbagai kalangan.

Dengan jurus yang relatif sederhana, yakni mengembangkan metode huruj fisabilillah selama tiga hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, dan empat bulan sekali seumur hidup, berbagai ”lahan tandus yang gersang dari iman dan amal Agama” secara bertahap dan meyakinkan menjadi ”lahan subur yang makmur dengan iman dan amalan agama Islam”. zam

1 komentar: