Senin, 26 Oktober 2009

Brigjen Pol Anton Bachrul Alam dan Nuansa Beda di Polda Jatim

Bangun Pukul 03.00, Sebulan Kunjungi 60 Masjid

Belum genap sebulan menjabat, Kapolda Jatim Brigjen Pol Anton Bachrul Alam sudah menjadi buah bibir. Dia berusaha mengubah citra polisi menjadi lebih religius. Seperti apa?

Kardono Setyorakhmadi, Surabaya

---

JARUM jam masih menunjukkan pukul 03.45 WIB. Namun, pada waktu sepagi itu, Anton Bachrul Alam sudah bersiap-siap. Mengenakan baju gamis putih lengkap dengan sorban, Anton sudah masuk ke mobil dinasnya.

''Ini sudah termasuk kerinan (kesiangan, Red). Biasanya, sebelum setengah empat, Bapak sudah siap,'' bisik seorang staf ADC (aide de camp, ajudan, Red) kepada Jawa Pos yang menyanggong di rumah Kapolda. Biasanya, imbuh ajudan itu, belum pukul 03.30, Anton sudah siap dan meluncur.

Padahal, selepas tengah malam Anton baru pulang ke rumah dinasnya di Jalan Bengawan. Sebab, malamnya ada rapat soal konsolidasi pengamanan pemilu dengan stafnya. ''Sudah biasa. Pulang di atas jam 24.00, namun pukul 03.00 sudah bangun. Itu sudah kebiasaan Bapak,'' katanya.

Ajudan yang tak mau disebut namanya itu mengatakan, boleh dikatakan, selain mencatat jadwal kegiatan Kapolda, ada satu pekerjaan lagi yang harus dia kerjakan. Apa itu? ''Mengumpulkan data semua masjid di Surabaya,'' tuturnya. Selama hampir empat minggu bertugas, Anton telah mengunjungi 60 masjid di Surabaya.

Anton memang punya kebiasaan unik. Yakni, mengunjungi semua masjid yang ada di tempatnya bertugas. Seperti pagi itu, Anton mengunjungi Masjid Al-Ikhlas, sebuah masjid kampung yang beralamat di Jalan Gadung. Menurut ajudannya, dari ratusan masjid yang ada di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, Anton telah mengunjungi sekitar 60 di antaranya.

Tentu saja kedatangan Anton disambut baik masyarakat setempat. Bahkan, Anton pun didapuk menjadi imam. ''Jarang-jarang ada pejabat yang mau berkunjung ke sini. Kapan lagi, Kapolda menjadi imam,'' kata Rustam, salah seoang warga. Usai salat Subuh, Anton pun "ditodong" memberikan taushiyah. Setelah itu, sejumlah jajanan pasar dan kopi krim hangat pun tersaji untuk menemani dialog singkat antara warga dan Anton. Kapolda pun memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menumpahkan uneg-uneg kepada polisi. Dialog itu akhirnya usai ketika Anton pamit untuk menjemput Wakapolri Komjen Pol Makbul Padmanegara di Bandara Juanda.

Anton sendiri mengatakan ada sejumlah alasan mengapa dirinya berkunjung ke masjid-masjid kampung. ''Pertama, untuk sebuah penghargaan kepada rumah Allah. Selama berdiri bertahun-tahun, banyak masjid kampung yang belum didatangi pejabat. Untuk membuat para pegiat yang memakmurkan masjid menjadi semangat, saya bersedia datang,'' ucap jenderal polisi bintang satu tersebut.

Yang kedua, sebagai salah satu metode pendekatan polisi dalam hal trust building. ''Masyarakat akan tahu bukti nyata bahwa pimpinan Polri tak segan-segan turun ke bawah untuk berdialog,'' tandasnya. Ini salah satu akselerasi polmas yang dilakukannya. Bila masyarakat sudah menerima kehadiran dirinya, Anton berharap bisa lebih mudah bagi anggotanya di bawah untuk masuk, membaur, dan menjadi mitra masyarakat.

Bila sudah tercipta kemitraan yang baik seperti itu, Anton yakin tak akan ada masalah dengan keamanan. ''Bila masyarakat bersatu dan di-back up polisi, daerah pun akan menjadi aman,'' kata pria kelahiran 15 Agustus 1956 tersebut.

Namun, tentu saja bukan karena dua alasan itu saja, Anton selalu mendatangi masjid untuk salat. Selama ini dia memang dikenal religius.

Sembilan tahun Anton selalu salat wajib di masjid. ''Saya tak salat di masjid bila berada di pesawat atau dalam kondisi yang tak memungkinkan untuk pergi ke masjid,'' urainya. Menurut perwira kelahiran Mojokerto 53 tahun silam tersebut, ke masjid sudah menjadi hobinya.

Yang juga membuat Anton menjadi dikenal adalah sejumlah perubahan di lingkungan kerjanya. Pertama, gerakan khataman Alquran. Setiap pagi di Mapolda Jatim ada 33 orang yang selalu berjaga dan melakukan khataman Alquran. Setiap satu orang membaca satu juz, dan tiga lainnya cadangan. Maka, dalam waktu tak lebih dari dua jam, setiap pagi Alquran selesai dibaca di Mapolda Jatim. ''Kami senang-senang saja, karena kantor menjadi lebih adem,'' ucap salah seorang perwira menengah yang tak mau disebut namanya mengomentari gerakan khataman Alquran tersebut.

Bukan itu saja. Anton juga mengimbau jajarannya untuk melafalkan asma'ul husna setiap usai apel pagi. Maka, kini bukanlah hal yang aneh bila melihat banyak polisi yang komat-kamit menghafal 99 nama Allah tersebut. ''Saya tak menginstruksikan, tapi saya mengimbau saja. Mau dilaksanakan atau tidak, kembali ke kebijakan satuan wilayah masing-masing,'' tutur mantan Wakadiv Humas Mabes Polri tersebut.

Selain itu, dia minta agar para polwan tak sungkan-sungkan lagi mengenakan jilbab. Anton berpendapat, berbusana muslimah tak menjadi halangan bagi polwan untuk melaksanakan tugas. ''Memang belum ada aturannya. Tapi, saya kira di lingkungan Polda Jatim tak ada masalah terkait antara kinerja dan busana muslim. Jadi, bagi saya, silakan saja bagi para polwan untuk mengenakan jilbab,'' tandas perwira yang lama berdinas di satuan lalu-lintas tersebut.

Anton mengatakan, salah satu hal yang ingin dicapainya adalah menjadikan anggota lebih religius. ''Bila anggota dekat dengan Tuhannya, dia pasti dilindungi. Karena menjaga keamanan adalah sebuah amanat, tentu saja harus ada dalam lindungan Allah. Bila sudah seperti itu, semuanya akan berjalan lancar,'' jelasnya.

Religiusitas Anton memang tak diperoleh dengan tiba-tiba. Menurut dia, titik balik religiusitasnya terjadi sekitar 2000. ''Usai saya pulang haji pertama,'' ucapnya. Setelah pulang haji, Anton merasakan dorongan yang sangat kuat untuk berubah lebih religius. ''Salat yang awalnya biasa-biasa saja, menjadi bagus. Yang jarang mengaji, menjadi tiap hari mengaji. Yang tak pernah salat malam, menjadi salat malam. Dan, saya selalu ingin tiap salat di masjid,'' tandasnya.

Justru Anton mengaku selama naik haji pertama itu, dia tak mengalami pengalaman religius yang eksotis. ''Bahkan, saya merasa ibadah haji saat itu kurang sempurna,'' urainya. Di Padang Arafah -yang konon merupakan tempat pertemuan antara Adam dan Hawa setelah diturunkan ke bumi- Anton mengaku tak berdoa sama sekali. ''Saya tak tahu bahwa Padang Arafah adalah tempat yang diyakini orang yang berdoa di sana lebih mustajabah (gampang dikabulkan, Red). Malah saya tidur-tiduran saat berada di Padang Arafah,'' kenangnya, kemudian tersenyum.

Namun, entah mengapa, begitu pulang, Anton merasakan desakan tak tertahankan untuk berubah. ''Dan, Alhamdulillah, jadilah saya seperti sekarang ini,'' tuturnya. (nw)

Sumber: Jawa Pos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar