Usai melaksanakan sholat sunat, ruangan masjid sudah dipenuhi oleh orang-orang berbaju gamis putih dan bersorban. Juga ada beberapa orang yang berpakaian dinas polisi. Ada satu pria yang langsung menarik perhatian saya, beliau adalah bapak Brigjen Polisi Anton Barchrul Alam, yang sejak bulan Mei 2008 lalu menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan. Alhamdulillah masjid kami yang sederhana ini akhirnya mendapatkan kunjungan dari seorang jenderal bintang satu juga. Sebelumnya memang sempat ada kabar bahwa bapak Kapolda Kalsel akan berkunjung subuh ramadhan pertama. Namun mungkin saat itu beliau ada acara lain hingga tidak dapat hadir, dan subuh ramadhan ke sebelas ini beliau baru mempunyai kesempatan berkunjung ke masjid kami.
Penampilan beliau begitu sederhana dengan baju gamis putih dan sorban, sama sekali tidak menunjukkan tampang seorang jenderal polisi bintang satu yang harus ditakuti. Namun sebaliknya beliau nampak begitu simpatik, begitu ramah dan berwibawa. Saya jadi teringat disalah satu koran daerah, saya pernah membaca di kolom pembaca, ada yang berkomentar bahwa, seorang polisi seperti bapak Brigjen Anton Bachrul Alam lah yang cocok untuk menjadi Kapolda Kalimantan Selatan, karena memang Kalsel cukup dikenal sebagai propinsi yang agamis. Melihat beliau subuh ini saya lebih suka memanggil beliau (jika diizinkan) dengan sebutan al ustadz Anton Bachrul Alam.
Ustadz Anton Bachrul Alam lahir pada tanggal 15 Agustus 1956 di Mojokerto, Jawa Timur. Masa kecil beliau boleh dibilang kurang begitu bahagia, beliau sempat dititipkan satu tahun bersama pakde beliau, saat ayahanda beliau menjalani sekolah sebagai seorang prajurit TNI. Setelah itu barulah beliau ikut bersama ayahanda beliau tugas di kota Ambon. Sejak kecil beliau bercita-cita ingin menjadi prajurit TNI AL. Namun entah kenapa Allah berkehendak lain, saat menjalani pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata, beliau dimasukan ke jurusan Akademi Kepolisian. Beliau juga keluarga memang sempat kecewa waktu itu, namun beliau iklhas dan pasrah menjalani apa yang menjadi pilihan Allah. Namun siapa sangka setelah 20 tahun bertugas sebagai seorang polisi, beliau mampu menjadi seorang jenderal.
Saya teringat ucapan beliau ketika memberikan ceramah usai sholat subuh tadi, meskipun beliau adalah seorang Kapolda, namun ternyata tidak semua tentang hal-hal yang benar telah beliau ketahui. Beliau menceritakan saat beliau ikut iktikab di masjid, beliau mempelajari banyak hal baru tentang kebenaran. Di kota Banjarmasin memang ada kelompok iktikab yang rutin melakukan iktikab keseluruh penjuru Kalsel, Indonesia bahkan negara lain. Kebetulan ayahanda mertua saya juga turut dalam kelompok iktikab tersebut, kelompok pengajian dan iktikab haji Lutfi, begitu biasa beliau menyebutnya. Selama beberapa tahun terakhir ini ayahanda mertua saya memang rutin sekali menjalani tugas iktikab diberbagai daerah. Alhamdulillah, hasilnyapun nampak terlihat jelas pada diri beliau, ketenangan, derajat yang lebih tinggi, dan dibebaskan dari semua kesukaran hidup. Terkadang saya merasa iri, ingin turut menjalankan iktikab juga namun karena kesibukan pekerjaan yang tidak mungkin bisa saya tinggalkan untuk beribadah dirumah Allah berhari-hari tanpa melakukan kegiatan lain, rasanya saat ini saya masih belum mampu melaksanakannya.
Sejak menjabat sebagai Kapolda Kalsel, ustadz Anton Bachrul Alam memang sangat rajin menyerukan kepada jajarannya untuk tidak ketinggalan sholat lima waktu, untuk pergi iktikab dan memperbanyak ibadah. Disamping itu beliau juga sholat berkeliling kota Banjarmasin, baik untuk bersilaturahim juga mengajak warga sekitar untuk terus mendekatkan diri kepada Allah. Karena kata beliau, semakin banyak warga yang selalu mengingat Allah, maka semakin ringan tugas polisi sebagai pengemban amanah untuk menjaga keamanan. Ibadah itu mencegah perbuatan mungkar.
Ada satu hal yang kini menjadi pertanyaan dalam hati saya, yaitu ketika beliau menyampaikan alasan kenapa beliau mengenakan sorban, bahwa ’sholat dua rakaat mengenakan sorban lebih baik dari sholat 70 rakaat tanpa mengenakan sorban.’ Sayapun tergerak untuk mengenakan sorban juga, namun saya ragu, karena saya bukanlah seorang ulama atau juga ustadz apakah saya pantas mengenakan sorban?
Saya pun mulai mencari literatur mengenai sorban ini dan saya terkejut sekali ketika menemukan kutipan hadits yang disampaikan ustadz Anton Bachrul Alam subuh tadi ternyata adalah hadits yang lemah bahkan palsu. Berikut hadits lengkapnya.
رَكْعَتَانِِ بِعِمَامَةٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بَلَا عِمَامَةٍ
“Sholat dua raka’at dengan memakai sorban lebih baik dibandingkan sholat 70 raka’at, tanpa sorban”. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthiy dalam Al-Jami’ Ash-Shoghir ()]
Hadits ini maudhu’ (palsu), sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (128), ‘Hadits ini palsu’. Selanjutnya, beliau juga komentari ulang hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (5699). Jadi bagaimana? apa yang menjadi dasar anjuran mengenakan sorban dan gamis? dan apakah orang yang bukan ulama atau ustadz boleh mengenakannya.
Akhirnya segudang pertanyaan saya itupun terjawab ketika saya berkunjung ke Majelis Rasulullah. Habib Munzir menjelaskan bahwa mengenakan sorban dan gamis adalah sunnah rasulullah nabi Muhammad saw. Dan mengerjakan apa yang disunnahkan akan membuat kita lebih dicintai oleh Allah swt. Dan semua orang muslim boleh mengenakannya. Waullahua’lam.
Alhamdulillah, satu ilmu lagi telah saya dapat dan semoga ilmu ini juga dapat berguna bagi kita semua. Amien.
http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=13687&lang=id#13687
http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=8&id=11750&lang=id#11750
Tidak ada komentar:
Posting Komentar