Peristiwa pergantian tahun baru ini sejatinya mengingatkan bahwa jatah hidup kita di dunia ini semakin berkurang, meskipun secara angka usia kita bertambah.
Seorang ulama besar, Imam Hasan Al-Basri berkata, “Wahai anak Adam,
sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, berlalu
pulalah sebagian hidupmu.”
Dengan makna seperti itu, seharusnyalah setiap pergantian tahun, baik
Hijriah maupun Masehi, justru mesti kita manfaatkan untuk mengevaluasi
(muhasabah) diri, bukan untuk berhura-hura.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperlihatkan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr [59] : 18).
Khalifah Umar bin
Khathab pernah menyatakan, “Evaluasilah diri kalian sebelum kalian
dievaluasi. Timbanglah amal-amal kalian sebelum ditimbang. Bersiaplah
menghadapi hari yang amat dahsyat. Pada hari itu segala sesuatu yang ada
pada diri kalian menjadi jelas, tidak ada yang tersembunyi.”
Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah melangkah kaki
seorang anak Adam di hari kiamat sebelum dievaluasi empat perkara:
tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa
digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dihabiskan,
dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan.” (HR Tirmidzi).
Terkait dengan usia itu, Rasulullah saw menjelaskan, “Sebaik-baiknya
manusia ialah yang panjang umurnya dan abik amalnya, sedangkan
seburuk-buruknya manusia adalah yang panjang umurnya tetapi buruk amal
perbuatannya.” (HR Tirmidzi).
Pergantian tahun juga mengingatkan manusia tentang hakikat waktu.
Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, “Siapa yang mengetahui arti waktu
berarti mengetahui arti kehidupan. Sebab, waktu adalah kehidupan itu
sendiri.”
Dengan begitu, orang-orang yang selalu menyia-nyiakan waktu dan
umurnya adalah orang yang tidak memahami arti hidup. Ulama kharismatik,
DR Yusuf Qardhawi, dalam kitab Al-Waqtu fi Hayatil Muslim menjelaskan
tiga ciri waktu. Pertama, waktu itu cepat berlalu. Kedua, waktu yang
berlalu tidak akan mungkin kembali lagi. Ketiga, waktu itu adalah harta
yang paling mahal bagi serang Muslim.
Jika waktu itu cepat berlalu dan tidak mungkin kembali lagi, serta
harta yang paling mahal, apakah kita masih pantas menyia-nyiakannya?
Keutamaan berhijrah
“…Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya
untuk Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, barangsiapa berhijrahnya karena
dunia yang ingin diperoleh atau karena wanita yang ingin dinikahinya,
ganjarannya sekadar apa yang diniatkan dalam hijrahnya.”(HR Bukhari).
Dalam berhijrah, Allah swt telah memberikan dua pilihan kepada manusia dalam kehidupan ini, menuju kebaikan (al-khair) atau keburukan (asy-syar). Dr Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya Hijrah Dalam Pandangan Alquran menyatakan bahwa hijrah bukan berarti perpindahan tempat dari satu negeri
ke negeri yang lain. Hijrah juga bukan perjalanan mencari sesuap nasi
dari negeri yang gersang menuju negeri yang subur. Sesungguhnya hijrah
adalah perjalanan yang dialkuakn oleh setiap Mukmin karena kebenciannya
terhadap berbagai bentuk penjajahan, belenggu yang menghalangi kebebasan
untuk mengekspresikan keimanan, serta untuk kemaslahatan.
Semangat hijrah hendaknya tetap hidup dalam jiwa setiap manusia, menjulang tinggi
dalam hatinya, dan menghiasi setiap pandanagn matanya. Berhijrah dari
kejahatan menuju kebaikan, dari kebodohan menuju ilmu, dari kekerasan
menuju keramahan, dari kebohongan menuju kejujuran, dari
keseenang-wenangan menuju keadilan, dari kelembekan menuju ketegasan,
dan begitu seterusnya.
Oleh karena itu, dengan berhijrah itulah sesorang akan memperoleh
banyak keutamaan. Di antaranya, pertama, diberikan keluasan rezeki.
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka
bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa
keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),
sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah, dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nisa [4]: 100).
Kedua, dihapuskan kesalahan-kesalahannya. “Maka orang-orang yang
berhijrah, yang diusir dari kampong halamannya, yang disakiti pada
jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke surga
yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah.
Pada sisi-Nya pahala yang baik.” (Q.S. Ali Imran [3]:195).
Ketiga, ditinggikan derajatnya di sisi Allah dan mendapatkan jaminan
surga-Nya. “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di
jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi
derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan
kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat
dari padanya, keridaan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya
kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. At-Taubah
[9]:20-22).
Keempat, diberikan kemenangan dan keridaan Allah swt. “Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar.” (Q.S. At-Taubah [9]: 100).
Untuk itu, momentum pergantian tahun baru Islam ini, hendaknya kita
jadikan sebagai titik tolak untuk merancang dan melaksankan hidup secara
lebih baik.
Referensi : arieslenterajiwaku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar