Usaha untuk mencari pahala yang besar dengan jalan mengajak manusia ke jalan yang lurus, tidak selamanya berjalan mulus. Tantangan tidak hanya datang dari dalam diri, tapi juga orang lain. Bahkan untuk usaha dakwah Islam seperti yang dilakoni Jamaah Tabligh (JT), tantangan bahkan datang dari organisasi dan pengajian Islam lainnya. Sementara dari keluarga, terkadang masalah istri, mertua dan lainnya dapat menghambat langkah perjuangan.
Dari beberapa literatur yang ada, diketahui kalau Jamaah Tabligh adalah satu gerakan dakwah Islamiyah yang terbuka dan sangat dinamis. Mereka mengambil pedoman utamanya adalah Alquran, Assunnah, hayatush shahabah dan ijma para ulama. Basis gerakan JT ada di masjid dan alur pergerakannya dari masjid ke masjid di seluruh pelosok dunia.
Adapun konsep utama gerakannya adalah hijrah (khuruj) dan nushrah dengan harta dan diri sendiri. Alat bantu dalam memahami dan melakukan dakwah adalah 6 kualitas sahabat Rasulullah dan tempat utama untuk proses pembelajarannya adalah India, Pakistan dan Bangladesh.
Mulanya, gerakan yang bermula dari India ini, tidak memiliki nama. Namun karena kerja mereka menyampaikan agama dan mengajak orang-orang untuk kembali ke jalan Allah SWT, mereka akhirnya digelari dengan sebutan Jamaah Tabligh.
Pelopor dari gerakan dakwah ini adalah syeikh Muhammad Ilyas Kandahlawi (1303-1364 H) dari India. Ia sangat menekankan dakwah secara praktis untuk membangkitkan kesadaran, kepahaman, kemampuan dan kekuatan setiap muslim dalam mengamalkan agama dengan cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
JT terbuka bagi semua mahzab, golongan dan aliran dalam Islam. Dikatakan sangat dinamis, karena mobilitasnya yang tinggi, kuat dan menembus hingga ke ujung-ujung dunia. Sebagaimana diakui oleh ulama-ulama dunia yang jujur, JT obyektif dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik atau golongan.
Mereka juga tidak membeda-bedakan masjid sebagai tempat ibadah. Pengikut JT shalat di mana azan dikumandangkan, tidak peduli itu masjid atau musalla punya siapa. Mereka berjuang menyebarkan cahaya kebaikan, sebagaimana kaum muhajirin melakukannya pada periode Mekkah dan Madinah dan kaum anshor pada periode Madinah.
JT dalam bersikap, berpedoman pada 6 kualitas (atau enam sifat) sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Enam sifat itu adalah: yakin terhadap kalimah thoyyibah La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, sholat khusyu’ wal khudu, ilmu ma’a dzikir, ikramul muslimin, ikhlasun niyah dan da’wah wat tabligh.
Dipilihnya tiga negara, India, Pakistan dan Bangladesh sebagai tempat belajar agama (dakwah), karena di tiga negara ini memiliki suasana berbeda. Hingga saat ini, mayoritas penduduk India adalah kaum penyembah banyak tuhan. Sementara mayoritas penduduk Pakistan adalah kaum muslimin dengan bermacam-macam golongan. Sedangkan mayoritas penduduk Bangladesh adalah kaum fakirin dan masakin. Ketiganya mewakili suasana yang dapat menguatkan iman-yakin yang justru sangat diperlukan oleh para da’i dikalangan JT.
Untuk menghalangi gerak JT di suatu daerah, tidak jarang ada pengurus masjid yang menggembok masjid yang seharusnya terbuka untuk siapa saja. Alasannya, masjid tidak boleh dijadikan tempat menginap atau tidur. Secara tidak langsung, pengurus masjid ini menyuruh JT bermalam di hotel. Entah apa yang terjadi, jika ini dituruti. Cemoohan akan meningkat, tentu dengan tuduhan JT memperbaiki dirinya dengan cara bersenang-senang di hotel.
Tudingan buat JT lainnya, terkait dengan hadis-hadis yang mereka amalkan. Tuduhan JT mengambil hadist dhaif yang mana juga diriwatkan oleh banyak ulama, menjadi senjata tajam para ustad pembenci sesama Muslim, kala berceramah di masjid. Mereka sedikitpun tidak mau berargumen, akan baik buruknya hadis yang diperdebatkan.
Tidak bisa ditutupi, bahwa di kalangan JT memang banyak preman yang berhasil ditobatkan. Di antara mereka ada yang kebiasaannya sebelum masuk JT malas bersih-bersih. Gigi mereka kuning, badannya dekil, bajunya kumal, gondrong dan sebagainya. Kepada mereka ini, dijadikan pembenci JT sebagai senjata ampuh untuk menuduh JT sebagai manusia jorok.
Mereka ini tentunya butuh waktu untuk memahami hadis mengenai kebersihan dan keindahan. Bagi kalangan JT sendiri, tidak terlalu dipermasalahkan, asal mereka telah kembali ke jalan Islam. Biasanya, kebisaan buruk anggotanya, diajari dengan cara yang hasan dan perlahan-lahan, sehingga nantinya bisa bersih iman luar dan dalam.
JT juga sering dituding tidak bertanggung jawab pada keluarga. Di mana beberapa kasus menunjukkan, ada anggota JT yang menelantarkan keluarganya karena terlalu bersemangat dalam berdakwah. Orang ini lolos, karena pemimpin rombongan yang tidak arif. Padahal dalam JT, jemaah yang ingin khuruj (pergi berdakwah), harus memiliki kecukupan uang untuk diri sendiri dan juga untuk keluarga. Karena itu, mereka senantiasa disarankan untuk menabung.
Entah apa jadinya, jika orang-orang yang sinis dengan masalah meninggalkan anak istri ini, disodorkan kepadanya kisah Ibrahim dan istrinya Siti Hajar. Ia ditinggalkan Ibrahim AS, di tengah padang tandus, gersang, tidak ada perlindungan dan makan sedikitpun. Siti Hajar lebih menderita, dibanding istri orang JT yang ditinggalkan tanpa bekal. Mereka tinggal di keramaian dan akses mendapat air mudah pula. Sungguh para penuduh, telah membutakan mata dan hatinya dengan kisah ini.
Sungguhpun berbagai tantangan datang menghampiri JT, baik dari kalangan umat Islam dan luar Islam, jemaah ini sukses dan eksis di semua negara. Keberadaannya banyak dicemburui oleh organisasi dan perkumpulan Islam lainnya. Maklum saja, JT berjuang untuk agama dengan harta dan dirinya, alias tidak setengah-setengah. Sementara yang lain, kalau mau berdakwah, menampungkan tangan dulu untuk meminta biaya.
Banyak cara yang telah dilakuan pemerintah Amerika untuk membungkam gerak laju JT di Amerika. Mereka terakhir membawa isu terorisme, untuk menghalangi masuknya jemaah dakwah JT. Mereka tidak punya alasan menangkap jemaah, karena hanya berbekal kompor dan peralatan makan seadanya.
JT telah berhasil menembus dunia, dengan keberhasilannya menyadarkan banyak orang dalam kebenaran. Tidak doktrinisasi dalam JT, kecuali kesatuan tekad untuk berdakwah sampai ke ujung dunia hingga ajal menjemput. Mereka malah menyarankan warga yang telah mengikuti dakwah bersama mereka, untuk mempelajari ilmu fiqih, tajwid dan ilmu-ilmu Islam lainnya ke ulama yang lebih kompeten.
Sementara saat mereka berkumpul dalam markas, mereka diminta menanggalkan baju organisasi, pangkat, jabatan, partai politik dan lainnya. Pikiran harus fokus pada daerah sasaran dakwah dan pembicaraan harus menghindari khilafiyah dan politik. Namun tidak berarti mereka dilarang berpolitik atau berdiskusi. Jika sudah selesai dalam pertemuan, mereka bebas beraktivitas apa saja. Bagi yang suka politik, silahkan berkecimpung dengan dunia politik dan lainnya.
Bagi semua jemaah ditekankan, bahwa kumpulan JT hanya sebagai tempat memperbaiki diri. Mereka juga diminta menyampaikan pada saudara Muslim lainnya, akan pentingnya memperbaiki diri sendiri dan juga orang lain. Mereka juga terbuka terhadap nasehat yang baik. Dan satu hal yang disalutkan, mereka tidak membalas hinaan orang dengan hinaan pula. Mungkin inilah kunci sukses keberadaan mereka, sehingga akhirnya mendunia. Usaha yang ikhlas, tanpa mengharap publikasi, pujian ataupun sanjungan dari orang-orang. ***
sumber:http://hendrinova.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar