Oleh: Su’ud Hasanudin
India adalah sebuah wilayah yang cukup luas pada masa sebelum berpacahnya menjadi beberapa Negara; India, Pakistan, Bangladesh, Kashmir yang mesih menjadi sengketa. Di negeri ini banyak bermunculan gerakan dan sekte keagamaan dengan macam dan ragamnya, mulai dari gerakan pencerahan keagamaan hingga singkritisasi perpaduan dari beberapa agama. Syiah islmailiyah, Deoband, Nadwatul ulama, Aligart movement, Berelvi, Tabligh, Ahmadiyah, Sikh, dan masih banyak lagi.
India masih dikenal sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas hindu, namun didalam Negara India terdapat sejumlah masyarakat muslim yang jauh lebih besar dari masyarakat Islam di Indonesia yang disebut sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Demikian juga India tidaklah sepanjang masa dikuasai oleh masyarakat hindu, bahkan sebelum masukanya inggris ke dataran India masyarakat muslim pernah memimpin negara tersebut dalam bentang waktu yang cukup lama. Setidaknya dalam beberapa kitab hadits nama India terabadikan didalamnya, seperti dalam shohih al Bukhory[1] nama al hind disebut sebagai sebuah tempat yang pernah didatangkan dari wilayah tersebut sebatang kayu untuk dijadikan bahan atap masjid an Nabawi pada masa kholifah Usman bin Afan. Bahkan dalam sunan an Nasai[2] terdapat satu bab khusus mengenai Ghozwa tul Hind (pengiriman pasukan di India).
Bangsa India telah memiliki kekayaan budaya dan alam dan sudah dikenal oleh masyarakat dunia sejak lama, bahkan lembah mohinyo daro, dalam sejarah dilihat sebagai salah satu peradapan tertua di dunia. Dan dari kekayaan alam itulah bangs eropa tertarik untuk datang ke wilayah ini.
Masyarakat Islam berkembang di wilayah ini pada abad ke-8, setelah masuknya Muhammad bin Qosim, ke wilayah ini sebagai utusan dari pemerintahan Islam di Damaskus pada saat itu [3]. Pemerintahan Islam berdiri untuk pertama kalinya di dataran India pada kisaran tahun 712 M, berkedudukan di wilayah sind.[4]
Datangnya Ingris ke dataran India paling tidak telah merubah wajah dataran India, salah satu diantaranya adalah terpecahnya wilayah dataran tersebut menjadi beberapa Negara; India, Pakistan, Bangladesh, yang dahulu adalah satu wilayah kesatuan dengan sebutan India.
Munculnya multi movement di India
Setelah runtuhnya kekuasaan kerajaan monghul, umat Islam di India membentuk beberapa frond perjuangan, baik yang berbasis gerakan keagaaman, politik, maupun pendidikan.
Gerakan yang dipinpin oleh Shah Waliyullah ad Dahalwi adalah salah satunya sebuah gerakan pembaharuan yang membawa masyarakat Islam India kembali menyadari akan pentingnya karakteristik keIslaman. Laskar perjuangan (Jihat Movement) yang dipimpin oleh Syeh Ahmad (1785) adalah salah satu gerakan perjuangan melawan penjajahan Ingris dan menginginkan kembalinya pemerintahan kekhalifahan sebagaimana yang pernah terjadi pada generasi sahabat [5].
Sir Syed dengan ali garh Movement adalah sebuah gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan di dataran India yang di dirikan pada tahun 1857, dengan landasan ingin memperbaiki dengan mengangkat martabat bangsa muslim India.
Melihat gerakan Sir Syed Ahmad Khan yang cenderung menyimpang [6] para ulama India kemudian mendirikan Dar ul Ulum Deoband pada tahun 1867.
Setelah beberapa kali terjadi konfik dan perseteruan antara gerakan Sir Syed dan Dar ul Ulum, ada beberapa pihak yang mencoba untuk menengahi masalah tersebut, kemudian didirikanlah Nadwat ul Ulama Lacknow. Gerakan ini berkeinginan untuk menyatukan dua fikiran yang dinilai bertolak belakang; yakni extreme modern development yang cenderung ke barat-baratan dan traditional approaches, prinsip utama Nadwat ul Ulama yang didirikan oleh Syed Muhammad Ali Cawnpuri adalah modern tanpa menghilangkan tradisi.
Sementara dibidang politik, Muslim Leage diririkan tahun 1906 untuk memperjuangkan dan mengembalikan citra baik masyarakat muslim India. Pada umumnya orang-orang yang duduk di Muslim luage adalah buah dari gerakan Sir Syed dengan Aligarh College nya.
Dan dalam masa-masa menjelang pemisahan Pakistan dari India Jama’ah Tabligh didirikan.
Sejarah berdiri jama’ah tabligh.
Jama’ah Tabligh secara susunan bahasa diambil dari bahasa Arab: جماعة التبليغ , yang berarti “kelompok penyampai dan penyebar”. Jama’ah Tabligh didirikan pada akhir 1920-an oleh Maulana Muhammad Ilyas Kandhalawi di Mewat, sebuah provinsi di India.
Ada sejarah yang terpotong dalam melihat jama’ah tabligh, seringkali jama’ah tabligh diidentikan dengan Pakistan. Bukan hanya sebab memandang dari ciri khas meraka berpakaian, rewind yang tidak jauh dari pusat kota Lahor merupakan diantara tempat yang memiliki kedudukan khusus bagi para peminat jama’ah tabligh. Seringkali perhelatan besar diselenggarakan di tampat itu, bahkan ijtima (international conference) tahunan selalu dilaksanakan di kota tersebut.
Lahore sebenarnya bukanlah kota kelahiran asal jama’ah tersebut, melainkan jama’ah tersebut sebenarnya dilahirkan di Kandhalawi di Mewat, sebuah provinsi di India.
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada tanggal 11 Rajab 1363 H.
Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat[7] (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan memakai nama-nama orang Hindu, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya nama dan keturunan, kemudian kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke Syaikhnya dan Syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan ini. Dan ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India, atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut. Merupakan suatu hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyyin (para pengikut jamah tabligh) bahwasanya Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke makam Rasulullah
Tujuan utama dari gerakan Tabligh ini adalah membangkitkan jiwa spiritual dalam diri dan kehidupan setiap muslim. Jama’ah Tabligh merupakan pergerakan non-politik. Jama’ah Tabligh juga merupakan gerakan Islam yang tidak memandang asal-usul mahdzab atau aliran pengikutnya, Ada dua hal yang tidak boleh diperbincang selama Tabligh, yaitu soal politik dan khilafiah.
Berkenaan dengan nama, mungkin banyak kalangan dalam jama’ah tabligh sendiri terkadang enggan menyebut nama gerakan tersebut dengan nama apapun. Tidak diketahui secara pasti siapakah yang memberi nama jama’ah tersebut dengan sebutan jama’ah Tabligh, namun yang pasti dari jaulah (perjalanan dakwah yang mereka tempuh) mengisyaratkan bahwasanya diambilnya nama tabligh karena keterikatan meraka dengan selalu mengadakan bepergian untuk menyampaikan Islam
Ajaran dasar Jama’ah Tabligh
Jama’ah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat dipegang teguh. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan rincian sebagaimana berikut;
Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah.
Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan: “mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat Allah, bahwasanya Dia-lah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan.
Sifat ke dua: Shalat khusyu’ dan khudu’. Artinya: Shalat dengan konsentrasi batin dan rendah diri dengan mengikuti cara yang dicontohkan Rasulullah.
Dan memiliki maksud membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam shalat kedalam kehidupan sehari-hari.
Sifat ketiga: Keilmuan yang ditopang dengan dzikir. Ilmu yang berarti semua petunjuk yang datang dari Allah melalui Baginda Rasulullah. Dan dzikir yang berarti mengingat Allah sebagaimana keagung-Nya.
Yang dimaksud Ilmu ma’adz dzikr (ilmu yang di topang dengan dzikir) adalah melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan ke-Agungan Allah mengikuti cara Rasulullah.
Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim (Ikramul Muslimin), artinya Memuliakan sesama muslim. Maksudnya: Menunaikan kewajiban pada sesama muslim tanpa menuntut hak dari padanya.[8]
Sifat Kelima: Memperbaiki Niat (Membersihkan niat dalam beramal, semata-mata karena Allah). Tidak diragukan lagi bahwasanya memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya.
Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di jalan Allah subhanahu wata’ala. Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah) bersama Jama’ah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu di tempat ia tinggal. Dalam perjalanan khuruj mereka selalu meluangkan untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz Al Qur’an setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para jama’ah lainya yang sedang lewat dalam rangka khuruj. Dan sebelum melakukan khuruj.
Mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa konsep berdakwah yang disampaikan oleh salah seorang anggota jama’ah yang berpengalaman dalam hal khuruj atau yang disebut dengan tasykil.[9]
Dilihat secara sepintas, tidak ada indikasi dalam ajaran jama’ah tabligh yang menyimpang dari konsep dasar Islam. Dari ke enam sifat yang dipilih oleh jama’ah tabligh semuanya memiliki dasar dalam agama Islam baik dalam al Quran maupun as Sunnah. Bahkan ke eman sifat tersebut cenderung merupakan sifat yang disepakati oleh semua umat Islam tanpa menuai perbedaan.
Siapapun orangnya, selama dia masih mengaku sebagai muslim pasti mengakui pentingnya dua kalimat syahadat dan merealisasikan dalam bentuk tindak-tanduk nyata, demikian juga dengan shalat. Shalat bukan hanya sekedar kewajiban yang harus ditunaikan, namun shalat adalah salah satu ritual pensucian diri sehingga diharapkan orang-orang yang shalat memiliki jiwa yang fitri dengan mengakui adanya kebenaran dan berusaha melaksanakanya dan mengakui adanya kejelekan dengan berusaha menjahuinya.
Hanya dalam konsep yang ke enam jama’ah tablig menuai kritik penggunaan istilah khuruj. Khuruj dalam istilah yang digunakan oleh para pendahulu adalah keluar untuk menjemput musuh. Namun dalam hal ini Jamah Tabligh menggunakan istilah khuruj dalam rangka keluar berdakwah tanpa membawa senjata atau kesiapan bertempur.
Sangat jelas antara keluar menjemput musuh dan keluar menemui sesama muslim[10] untuk berdakwah adalah dua hal yang berbeda, dari tingkat kesulitan dan resiko.
Tapi bagi saya, istilah khuruj dalam jama’ah tabligh adalah sebuah hasil ijtihat Maulana ilyas yang didahului oleh perenungan yang cukup panjang, dimana umat Islam setelah runtuhnya kekhalifahan ustmaniyah terpencar dalam wilayah-wilayah yang cukup banyak penamaanya. Dan hampir istilah khuruj tidak beredar dalam praktek disebabkan tidak adanya kekhalifahan, terlebih lagi pemerintahann Islam Mungol telah lenyap dari dataran India. sebab dalam (khuruj) harus melalui keputusan khalifah (ta’yin).
Melihat kondisi yang sedemikian, maka patut untuk dilakukan ijtihat mengubah konsep khuruj dalam rangkan menghadapi musuh, kepada khuruj dalam rangka mengembalikan dan membangkitkan rasa keislaman dari pribadi-pribadi yang telah memudar.
Sebagian kalangan menggagap bahwa konsep khuruj adalah bid’ah (atau sesuatu yang diada-adakan) yang sebelumnya tidak ada. Namun dalam ceramah yang pernah penulis dengar konsep khuruj yang mereka kenal khuruj fi sabilillah adalah sebuah usaha penyelamatan meredupnya semangat keislaman dari para pribadi muslim.[11]
Pendidikan dalam jama’ah tabligh
Jama’ah tabligh bukan hanya mengandalkan kegiatan khuruj saja sebagai wahana pendidikan umat, namun jama’ah tabligh juga memiliki madrasah (lembaga pendidikan) untuk menyiapkan kader-kader yang siap berbakti menyebarkan agama Islam.
Madaris (lembaga-lembaga pendidikan) yang dimiliki oleh jama’ah tabligh di Pakistan pada umumnya masih mengikuti system pendidikan yang dimiliki oleh madaris Deoband, dengan mengandalkan masjid sebagai tempat beribadah sekaligus tempat pendidikan. Biasanya dalam satu kelompok memiliki pembimbing khusus, dan dalam periode tertentu mengalami pergantian.
Ada hal yang menarik dalam setiap madaris yang mereka miliki khususnya dalam beberapa masjid besar mereka seperti; Rewind dan Zakaria Masjid di Rawal Pindi, adalah penguasaan beberapa bahasa asing selain urdu sebagai bahasa popular mereka, seperti inggris dan cina.
Dalam beberapa pertemuan besar kemampuan mereka berbahasa biasa terlihat dengan kegiatan mereka dalam menterjemah secara langsung dari bahasa urdu ke dalam bahasa-bahasa yang dibutuhkan oleh kalangan yang datang.
Dalam bidang ini jama’ah tabligh dinilai oleh beberapa kalangan tidak memiliki pendalaman yang memadahi, salah satu gejala yang biasa kami deteksi adalah minimnya buka yang dicetak baik mengenai jama’ah tabligh sendiri atau buku-buku dalam bidang keislaman yang mereka kuasai.
Kitab yang sering dijadikan acuan oleh mereka adalah fadhoil us Shohabah, fadhoil ul Amal, yang cenderung menuai kritik dari beberapa pakar ahli dalam bidangnya. Seperti Fadhoil ul A’mal adalah tergolong kitab yang ditulis dalam bidang hadits, walaupun tidak secara utuh. Namun dalam kitab tersebut terdapat banyak hadits palsu dan cenderung mengada-ada yang tidak mendapatkan penjelasan dan perhatian yang memadahi. Hingga dari banyak kalangan mereka menelan dan mempercayai mentah-mentah apa yang ada dalam kitab tersebut.
Salah satu kesalahan para jama’ah tabligh tatkala ditanya tentang hadits- hadits palsu yang ada dalam kitab tersebut, meraka menjawab bahwa diperbolehkan menggunakan hadits dhoif dalam fadhoil ul A’mal.
Sedangkan para pakar hadits bersepakat bahwa hadits maudhu (palsu) tidak bisa digunakan dasar dalam bidang apapun. Sedangkan diperbolehkanya menggunakan hadits dhoif dalam fadhoil A’mal adalah dalam koridor dan persyaratan tertentu. Seakan dalam hal ini jama’ah tabligh tidak membedakan antara hadits dhoif dan hadits maudhu’.
Jama’ah Tabligh dan Politik
Jama’ah Tabligh adalah jama’ah paling netral dalam masalah polotik, bahkan mereka cenderung untuk tidak turun tangan dalam masalah politik praktis.
Jama’ah tabligh adalah jama’ah yang senantiasa menganjurkan kepada pengikutnya untuk tidak bicara politik dalam perjalanan yang mereka lakukan, sebab masalah politik adalah masalah yang selalu mendatangkan pro dan kontra.
Dan dalam bernegara jama’ah tabligh tergolong tidak melawan penguasa, sekalipun dalam posisi menuai kritik dari banyak kalangan. Oleh sebab itu jama’ah tabligh bisa hidup dimana saja, seperti di Pakistan yang setiap saat berubah. Malaysia yang cenderung monarki, bahkan di Negara-negara minoritas seperti dataran eropa dan amerika.
Jama’ah tabligh juga tergolong yang tidak menusingkan wilayah territorial Negara, walaupun jama’ah tabligh ada di India dan di Pakistan, jama’ah tabligh tidak pernah bermimpi untuk membuat satu dua komunitas tersebut bersatu dalam satu kawasan untuk membentuk masyarakat memiliki pengaruh tawar-menawar terhadap penguasa untuk kepentingan politik tertentu.
Namun pada Negara-negara tertentu jama’ah tabligh tidak bisa melancarkan kegiatan secara maksimal sepeti di Negara Saudi. Jama’ah tabligh di Saudi cenderung dianggap jama’ah yang menyimpang dari beberapa cara pandang, diantaranya dalam masalah aqidah sufistik yang mereka miliki, atau kebanyakan cirita-cerita khurofat yang mereka kembangkan.
wallahu a’lam bis showab.
source : http://fospi.wordpress.com/2009/06/15/jamaah-tabligh/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar