1. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ ))
“Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu
langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para
syaithan. [Muttafaqun ‘alaihi] ([1])
Dalam riwayat Muslim disebutkan pula dengan lafazh :
(( … فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ … ))
“… maka dibukalah pintu-pintu rahmat … “
Dari tiga riwayat hadits di atas, kita mengetahui adanya tiga lafazh yang berbeda, yaitu :
- dibukakannya pintu Al-Jannah
- dibukakannya pintu rahmat
- dibukakannya pintu langit
sepintas nampak kontradiktif, namun pada hakekatnya tidak demikian.
Maksud “dibukakannya pintu langit” adalah dalam rangka naiknya
berbagai perkataan baik kepada Allah, baik dalam bentuk dzikir maupun
kalimat tauhid Lailaha Illallah, serta diangkatnya berbagai amalan
shalih menuju kepada Allah. Sebagaimana firman Allah :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ فاطر: ١٠
“kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” [Fathir : 10]
Sehingga dengan itu langit lebih banyak dibuka pada bulan Ramadhan, karena banyaknya perkataan baik dan amalan shalih padanya.
Sementara “dibukanya pintu rahmah” ada dua kemungkinan makna :
1. Dalam rangka rahmat Allah turun kepada hamba-hamba-Nya yang
mu`min, yang rahmat itu sendiri merupakan sebab masuk Al-Jannah,
sehingga hamba-hamba Allah tidaklah masuk Al-Jannah kecuali dengan sebab
rahmat Allah, bukan karena amalan mereka.
2. Makna rahmat dalam hadits ini adalah Al-Jannah. Karena dalam
beberapa keterangan Al-Jannah terkadang diistilahkan dengan “rahmat”,
sebagaimana dalam hadits :
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِلْجَنَّةِ : (( أَنْتِ رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي ))
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata kepada Al-Jannah : ‘Engkau
adalah rahmat-Ku yang denganmu Aku merahmati siapa yang Aku kehendaki
dari kalangan hamba-hamba-Ku’.” [Muttafaqun ‘alaih] [2])
Penjelasan tentang maksud : « وصفدت الشياطين »
Di antara yang sering ditanyakan adalah maksud kalimat « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan).
Ketahuilah bahwa maksud kalimat di atas bukanlah seluruh jenis
syaithan. Namun hanya terbatas pada jenis syaithan yang diistilahkan
dengan Al-Maradah ( المَرَدَةُ ), yaitu para syaithan
yang tingkat kejahatan dan kedurhakaanny paling besar. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh para ‘ulama, antara lain :
1. Ibnu Khuzaimah rahimahullah. dalam kitab Shahihnya, beliau menyebutkan :
باب ذكر البيان أن النبي r إنما أراد بقوله : « وصفدت الشياطين » مردة الجن منهم، لا جميع الشياطين
Bab : Penjelasan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam hanyalah memaksudkan dengan perkataannya : « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan) adalah jenis jin yang maradah (paling durhaka), bukan seluruh jenis syaithan.
Kemudian beliau menyebutkan hadits dari shahabat Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
1776 – « إِذَا كَان أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ مَرَدَةُ الجِنِّ، … »
“Jika pada malam hari pertama bulan Ramadhan dibelenggulah para syaithan dari jenis maradatul jin (jin yang paling durhaka), … ” –selesai dari Ibnu Khuzaimah–
Disebutkan pula dalam Sunan An-Nasa`i, juga dari hadits Abu Hurairah, dengan lafazh :
(( … وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، … ))
“… dan padanya dibelenggu para syaithan yang paling durhaka. … ” [An-Nasa`i] [3])
2. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhish Shalihin berkata :
“Maksud (dibelenggulah para syaithan) adalah jenis maradah (yang
paling durhaka) di antara mereka. sebagaimana telah disebutkan dalam
riwayat lain. Sementara yang dimaksud dengan Al-Maradah adalah : yaitu
para syaithan yang paling besar permusuhan dan kebencianya terhadap anak
Adam.” ([4])
Namun ada sebagian ‘ulama yang memberikan lain dari yang kami sebutkan di atas, antara lain Al-Imam Al-Hulaimi, beliau berkata :
“yang dimaksud adalah para syaithan pencuri berita (dari langit).
Tidakkah engkau perhatikan Rasulullah menyebut (( مردة الشياطين ))،
(para syaithan yang sangat durhaka) karena bulan Ramadhan adalah waktu
turunnya Al-Qur`an ke langit bumi, yang upaya penjagaan (terhadap)
Al-Qur’an dilakukan dengan cara bintang-bintang (yang dilemparkan),
sebagaimana firman Allah Ta’ala :
(وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ ) الصافات: ٧
“dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka.” [Ash-Shaffat : 7] [5])
Sehingga dengan itu pembelengguan semakin diperketat pada bulan
Ramadhan, dalam rangka penjagaan yang lebih serius (terhadap
Kalamullah). [6])
2. Hadits dari shahabat ’Amr bin Murrah Al-Juhani radhiallahu ‘anhu , beliau berkata :
جاء رجل إلى النبي r فقال : يا رسول الله أرأيت إن شهدت أن لا
إله إلا الله وأنك رسول الله، وصليت الصلوات الخمس، وأديت الزكاة، وصمت
رمضان وقمته، فممن أنا؟ قال : (( من الصديقين والشهداء )) [رواه البزار
وابن خزيمة وابن]
Seseorang datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika saya bersaksi La ilaha
Illallah dan bahwa engkau adalah Rasulullah, saya melaksanakan shalat
lima waktu, saya menunaikan zakat, dan saya bershaum di bulan Ramadhan
dan saya laksanakan shalat (pada malam harinya), maka dari golongan
manakah aku?
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Dari kalangan Ash-Shiddiqin dan Asy-Syuhada’ ” [Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban] [7])
Dari keterangan di atas, kita tahu bahwa seorang hamba yang
menunaikan shaum Ramadhan dan rajin melakukan Qiyamullail (shalat malam)
padanya, maka dia akan digolongkan dalam golongan para syuhada` dan
shiddiqin.
3. Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri :
(( إن لله تبارك وتعالى عتقاء في كل يوم وليلة – يعني في رمضان – وإن لكل مسلم في كل يوم وليلة دعوة مستجابة )) رواه البزار
“Sesungguhnya Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan (dari
adzab An-Nar) pada setiap siang dan malam –yakni di bulan Ramadhan– dan
sesungguhnya setiap muslim memiliki do’a yang mustajab pada setiap siang
dan malam” [Al-Bazzar] [8])
4. Hadits dari shahabat Ka’b bin ‘Ujrah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
(( احضروا المنبر )) فحضرنا فلما ارتقى درجة قال : (( آمين ))؛
فلما ارتقى الدرجة الثانية قال : (( آمين ))؛ فلما ارتقى الدرجة الثالثة
قال : (( آمين ))؛ فلما نزل قلنا : يا رسول الله لقد سمعنا منك اليوم شيئا
ما كنا نسمعه؟ قال : (( إن جبريل عليه السلام عرض لي، فقال : بعد من أدرك
رمضان فلم يغفر له، قلت آمين، فلما رقيت الثانية قال : بعد من ذكرت عنده
فلم يصل عليك، فقلت آمين، فلما رقيت الثالثة قال بعد : من أدرك أبويه الكبر
عنده أو أحدهما فلم يدخلاه الجنة، قلت آمين )) رواه الحاكم وقال صحيح
الإسناد
“Hadirlah kalian di sekitar mimbar” maka kami pun segera hadir.
Ketika menaiki tangga pertama beliau mengucapkan “Amin” ; dan ketika
menaiki tangga kedua beliau mengucapkan “Amin”; begitu pula ketika
menaiki tangga ketiga, beliau mengucapkan “Amin”. Ketika beliau telah
turun dari mimbar, kami bertanya : “Wahai Rasulullah sungguh kami telah
mendengar darimu sesuatu pada hari ini yang belum pernah kami mendengar
sebelumnya?” maka beliau menjawab : “Sungguh telah datang kepadaku
Jibril, kemudian dia berkata : ‘Celakalah seorang yang memasuki bulan
Ramadhan namun dia tidak diampuni.’ Maka aku berkata : Amin. Kemudian
ketika aku menaiki tangga kedua, Jibril berkata : ‘Celakalah seseorang
yang disebutkan namamu di hadapannya namun dia tidak bershalawat
untukmu.’ Maka aku pun mengucapkan Amin. Dan ketika aku menaiki tangga
ketiga, Jibril berkata : ‘Celakalah seorang yang menemui kedua orang
tuanya pada masa tua, atau salah satu di antara keduanya, namun
(keberadaan) keduanya tidak mampu memasukkan dia ke dalam Al-Jannah.’
Maka aku pun mengucapkan Amin.” [HR. Al-Hakim] [9]
Dalam hadits di atas, ada sebuah penekanan dari Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh ampunan.
Sehingga hendaknya setiap mu`min berupaya dengan sungguh-sungguh untuk
mendapatkannya. Karena apabila dia gagal mendapatkan ampunan di bulan
Ramadhan maka dia akan mendapatkan do`a celaka dari malaikat Jibril
‘alaihis salam dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah
melindungi kita semua.
————————–
[1] Al-Bukhari 1899, Muslim 1079.
[2] Al-Bukhari 4850, Muslim 2846 dari shahabat Abu Hurairah.
[3] HR. An-Nasa`i 2106. dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2106.
[4] Syarh Riyadhish Shalihin karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, hadits no. 1220.
[5] Konteks ayat tersebut adalah sebagai berikut :
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ
(6) وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ (7) لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى
الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ الصافات: ٦ – ٨
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia dengan hiasan
bintang-bintang, dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya)
dari setiap syaithan yang sangat durhaka. Agar syaithan-syaithan itu
tidak dapat mencuri-curi dengar (pembicaraan) para malaikat dan mereka
dilempari (dengan bintang-bintang tersebut) dari segala penjuru.” [Ash-Shaffat : 6-8]
[6] Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib di bawah hadits no. 999.
[7] Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib no. 361, 749, 1003, 2515,
[8] HR. Al-Bazzar. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib no. 1002
[9] HR. Al-Hakim. Asy-Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahihut Targhib
wat Tarhib hadits no. 995 : Shahih li gharihi. Hadits tersebut
diriwayatkan pula dari shahabat Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan
oleh Al-Imam At-Tirmidzi. Riwayat kedua ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih bab : At-Tarhib min Ifthar Ramadhan
(II/378)
Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=240, judul asli Fadhilah Shaum Ramadhan ( 2 ))
Sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1354. Penulis: Redaksi Ma’had As Salafy, Hikmah & Fadhilah (Keutamaan) Shaum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar