Setelah
Nabi SAW wafat ketika itu terjadi goncangan hebat didalam ummat islam.
Banyak masalah bermunculan yang harus dihadapi ummat islam ketika itu :
1. Orang murtad dimana-mana
2. Orang islam tidak mau membayar zakat
3. Nabi-nabi palsu bermunculan
4. Musuh Islam di luar madinah sudah siap menyerang ummat islam.
Ketika
itu kira-kira 1 minggu, 7 hari saja, sahabat-sahabat di kota Madinah
semuanya buntu, tidak mempunyai jalan keluar atau solusi. Orang-orang di
madinah hanya memikirkan bagaimana nasib orang-orang islam dan siapa
yang akan menggantikan Nabi SAW, ini saja kesibukan sahabat selama
seminggu. Asbab kefakuman sahabat ini, tidak ada fikir untuk agama, maka
tidak ada lagi yang keluar di jalan Allah, semua rombongan tertunda.
Akibatnya ketika itu karena tidak ada fikir agama adalah 100.000 orang
islam menjadi murtad. Satu minggu saja sahabat ini vakum dari dakwah,
dari keluar di jalan Allah, walaupun di jaman itu hidup ulama-ulama
besar dan sahabat-sahabat yang besar dan kuat, 100.000 orang murtad dari
islam. Lalu Nabi palsu bermunculan, dan tentara Romawi sudah sampai di
perbatasan siap masuk ke madinah untuk menghancurkan ummat islam.
Setelah
Abu Bakar RA dilantik menjadi khalifah, bagaimana cara Abu Bakar RA
menyelesaikan masalah ini. Keputusan pertama yang dibuat Abu Bakar RA
adalah segara mengirimkan rombongan yang tertunda pergi di jalan Allah,
yaitu yang telah dibentuk oleh Nabi SAW sebelum beliau SAW wafat. Abu
Bakar RA memutuskan untuk mengirim seluruh orang beriman yang laki-laki
untuk keluar di jalan Allah semuanya. Para sahabat bingung dengan
keputusan Abu Bakar RA. Mereka memikirkan jika semua laki-laki keluar
dijalan Allah, maka siapa yang akan menjaga madinah dari musuh, siapa
yang akan menjaga ummul mukminin dan keluarga Nabi SAW. Maka Abu Bakar
RA dengan suara lantang berkata, “Kalian tetap keluar di jalan Allah,
nanti Allah yang akan menjaga semuanya.” Ketika itu yang orang-orang
fikirkan adalah keselamatan orang-orang islamnya, padahal yang harus
dirisaukan adalah bagaimana menyelamatkan agamanya terlebih dahulu.
Inilah yang difikirkan Abu Bakar RA. Inilah perbedaan fikir yang
mencolok antara satu orang sahabat ini melawan fikir sahabat-sahabat
yang lain. Disini ada perbedaan pendapat diantara sahabat yang dapat
menjadi pelajaran bagi kita semuanya.
Ketika
itu Abu Bakar RA yakin sepenuhnya jika kita menolong agamaNya, maka
Allah pasti akan menolong mereka. Jika kita keluar di jalan Allah untuk
melaksanakan perintah Allah, maka pasti Allah akan tolong kita. Jadi
keputusan Abu Bakar ini untuk mengeluarkan seluruh laki-laki ke luar
madinah di jalan Allah ini sungguh tidak masuk diakal bagi sahabat yang
lainnya. Apalagi ketika itu hewan-hewan buas bisa masuk kapan saja
memangsa wanita dan anak-anak di Madinah, jika semua laki-lakinya keluar
dari Madinah. Secara logika laki-laki yang ada seharusnya dibagi
menjadi dua yaitu yang menjaga dalam kota dan yang menjaga diluar kota
atau yang pergi di jalan Allah. Tetapi disini Abu Bakar RA justru
menyuruh laki-lakinya untuk semuanya keluar, pergi di jalan Allah.
Abu Bakar RA menyelesaikan masalah dengan menggunakan 2 prinsip :
1. Prinsip Taqwa :
“Saya
tidak rela agama berkurang di jaman kekhalifahan saya ini walaupun itu
hanya seutas tali yang mengikat di leher hewan qurban.”
à
Takwa ini maksudnya adalah Sempurna Amal. Jadi atas dasar prinsip ini,
Abu Bakar RA tidak rela dijamannya agama ini berkurang sedikitpun
walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat leher hewan korban.
Fikirnya Abu Bakar RA ini adalah bagaimana agama dapat sempurna
diamalkan oleh umat islam ketika itu. Inilah prinsip yang digunakan
untuk menghadapi orang-orang islam yang tidak mau membayar zakat. Jadi
mereka diancam akan diberantas jika mereka tidak mau membayar zakat.
2. Prinsip Tawakkul :
“Keluarkan
semua laki-laki untuk pergi di jalan Allah. Nanti biar Allah yang
menjaga Ummul mukminin, keluarga nabi dan wanita-wanita di madinah.”
à
Abu Bakar RA lebih rela melihat keluarga Nabi dalam bahaya,
dibanding harus melihat agama dalam bahaya. Jadi bagi Abu Bakar RA,
derajat Agama ini lebih utama dibanding keluarga Nabi SAW dan ummat
islam itu sendiri. Agama lebih penting untuk diselamatkan dibandingkan
ummat itu sendiri. Abu Bakar RA, mengirimkan semua laki-laki keluar
dijalan Allah dan berserah diri kepada Allah atas keadaan di Madinah
inilah Tawakkalnya Abu Bakar RA. Prinsip ini yang digunakan untuk
menghadapi orang murtad, nabi palsu, dan musuh islam yang mau menyerang
madinah dari luar.
Disinilah
terdapat 2 perbedaan pemikiran dan menyangkut kepada masalah keimanan.
Dimana Abu Bakar RA yakin jika semua pergi di jalan Allah mendakwahkan
agama Allah, maka nanti Allah akan selesaikan semua masalah : orang
murtad, nabi palsu, yang tidak mau bayar zakat, dan pasukan romawi yang
sudah siap menyerang. Hanya dalam waktu tempo 3 hari saja setelah semua
pergi di jalan Allah akhirnya masalah terselesaikan : Madinah tetap
aman, 100.000 orang murtad masuk islam lagi, orang membayar zakat lagi,
Nabi palsu dapat ditumpas, dan Pasukan Romawi mundur. Jadi risaunya Abu
Bakar RA ini adalah Islamnya atau Agamanya dulu, bukan orang-orang
Islamnya. Hari ini ada pemikiran seperti yang terjadi ketika sahabat
berbeda pendapat dahulu. Sekarang kebanyakan kita ini risaunya adalah
orang-orang islamnya, seperti orang islam ada yang dibunuh, diperkosa,
diperangi, hak-haknya dirampas, kekurangan makan, miskin keadaannya,
pengungsi-pengungsi, ini boleh saja. Tetapi seharusnya yang lebih
penting lagi adalah risau atas islamnya. Akibat islamnya tidak dijaga,
sehingga Allah tidak menjaga ummat islam. Ini karena islam itu sendiri
sudah diacuhkan oleh orang islam. Kita lihat hari ini orang islam
kebanyakan tidak sholat, mesjid kosong. Sholat berjamaah di masjid sudah
tidak diacuhkan oleh umat saati ini. Lalu sunnah-sunnah Rasullullah SAW
sudah ditinggalkan oleh orang islam, bahkan dianggap aneh bagi yang
mengamalkannya. Kehidupan orang islam sudah seperti kehidupan orang
yahudi dan nasrani, tidak ada bedanya dengan cara-cara atau kehidupan
orang kafir, sulit dibedakan mana yang beriman dan mana yang kafir.
Semua kehidupan sunnah Nabi SAW sudah ditinggalkan oleh ummat islam itu
sendiri. Tetapi begitu terjadi musibah, semua orang berpikir sama, “Apa
dosa saya ? Kenapa ini bisa terjadi, musibah seperti ini ? Kenapa Allah
tidak tolong kita ?”. Ummat islam diusir, dibunuh, dijajah, diperkosa
hak-haknya, tetapi fikirnya hanya diri mereka sendiri saja (“Apa dosa
saya ?”). Padahal jemaah-jemaah dakwah sudah datang mengajak kepada
sunnah, kembali kepada amal Nabi SAW, amalkan islam, taat pada perintah
Allah. Walaupun perkara-perkara ini sudah didengar berkali-kali, tetapi
tetap saja sama tidak ada peningkatan amal. Ditaskil, diminta untuk
keluar di jalan Allah tidak mau, maka itulah akibatnya, musibah banyak
datang. Tetapi fikirnya “Apa dosa saya ?”. Islamnya sudah kita
tinggalin, kita acuhkan, tetapi ketika musibah tiba-tiba datang tidak
terpikir amal-amal kita yang buruk, bahkan bertanya, “Kenapa Allah
tinggalkan kita ? kenapa Allah tidak tolong kita ?”
Inilah
sifat manusia, ketika senang mereka beramai-ramai meninggalkan perintah
Allah, melupakan Allah, tidak mempedulikan kehendakNya. Tetapi ketika
musibah datang baru nangis-nangis kepada Allah minta ditolong. Sudah
menjadi sifat manusia hanya ingat kepada Allah dikala susah dan suka
melupakan Allah dikala senang. Bahkan ketika kesusahan itu datang
bisanya hanya merengek minta tolong tetapi tidak mau memikirkan apa yang
Allah kehendaki atas dirinya saat itu dan tidak mau memikirkan
kekurangan atau keburukan amal yang telah dia perbuat. Orang seperti ini
bagaimana do’anya mau di dengar oleh Allah ? Jadi kalau mau masalah
ummat selesai, kirimkan rombongan untuk pergi di jalan Allah
sebanyak-banyaknya secara bergiliran. Nanti Allah akan selesaikan
masalah yang ada pada ummat ini sebagaimana Allah selesaikan masalah
yang terjadi pada kekhalifahan Abu Bakar RA.
Mudzakaroh “Learning By Doing” – Belajar dengan Beramal
Hari
ini banyak orang yang membicarakan tentang pengorbanan Nabi SAW dan
para sahabat RA untuk agama. Namun masalahnya pada hari ini tidak semua
orang yang mengerti dan memahami maksud dan kepentingan dari pengorbanan
Nabi SAW dan para Sahabat RA tersebut. Ini disebabkan karena kita tidak
melakukan pengorbanan yang sama seperti mereka. Untuk bisa merasakan
pengorbanan Nabi SAW dan Sahabat dalam memperjuangkan agama maka kita
harus ikuti napak tilas mereka. Seperti pelatih renang dan orang yang
baru mau belajar berenang. Walaupun si pelatih ini juara dunia dan juara
olimpiade renang dan ahli dalam menjelaskan tentang air dan teknik
renang kepada muridnya, tetapi jika si murid renang ini tidak terjun ke
air maka dia tidak akan mampu memahami apa yang dikatakan dan dijelaskan
gurunya. Tetapi jika si murid sudah terjun ke air, maka dia akan tau
apa yang dirasakan dan dimaksud gurunya. Semakin dicoba dan diusahakan
semakin mengerti dia akan penjelasan gurunya, sampai pada akhirnya dia
bisa berenang bahkan menjadi sehebat gurunya. Ini karena si murid
tersebut sudah merasakannya langsung pengorbanan gurunya ketika berada
di dalam air. Begitu juga mengapa hari ini umat sangat jauh dari agama,
sehingga yang tinggal hanya pengetahuan atau teori saja,
bangunan-bangunan saja, tulisan-tulisan saja, ini dikarenakan umat tidak
dilibatkan dalam pengorbanan untuk agama sebagaimana Nabi SAW telah
melibatkan para sahabat dalam pengorbanan untuk agama. Sehingga hari ini
umat hanya tahu saja tetapi tidak ada kefahaman dan kerisauan terhadap
agama.
Tujuan
dari keluar di jalan Allah itu sendiri sebagai individu adalah dalam
rangka islah atau perbaikan diri, sebagaimana trainingnya atau
latihannya seorang tentara yang dikirim ke barak untuk peningkatan
qualitas. Ketika tentara ini balik ke barak maka dia akan di evaluasi
kekurangannya dan akan menjalankan traning atau latihan-latihan kembali
dalam rangka meningkatkan kualitas. Sehingga ketika tentara balik ke
medan pertempuran maka kemampuan dan kesiapannya akan menjadi lebih
tambah baik lagi. Jadi kita perlu mengembalikan umat islam ini kepada
baraknya agar bisa dilatih kembali dan ditingkatkan qualitasnya. Namun
hari ini permasalaannya ummat hari ini sedang terjangkit penyakit lemah
Iman. Asbab lemah Iman ini ummat tidak ada gairah atau tidak ada
kekuatan untuk memperbaiki diri, atau meningkatkan amal ibadah. Maka
untuk mengobati lemah iman ini perlu perawatan khusus. Ibarat orang
sakit maka mesjid ini adalah rumah sakitnya orang beriman agar orang
beriman ini dapat terperbaiki Iman dan Hatinya. Jika kita sakit badan
maka kita bisa pergi ke dokter dan tinggal di rumah sakit. Tetapi
rusaknya hati atau iman ini hanya Allah yang bisa memperbaiki yaitu di
rumah sakitnya orang beriman, di mesjid. Jika mesjid tempat pabriknya
perbaikan untuk orang beriman sudah tidak digunakan lagi, maka bisa
dijamin bahwa kehidupan ummat saat ini sudah terjangkit banyak penyakit
hati dan penyakit iman. Mengapa diri kita bisa terperbaiki dengan keluar
di jalan Allah ? Dengan keluar di jalan Allah maka kita akan mempunyai
waktu khusus untuk memperbaiki keimanan dan amaliat kita. Kita keluar di
jalan Allah ini adalah latihan meninggalkan perkara-perkara yang kita
cintai sebagaimana sahabat telah meninggalkan perkara-perkara yang
mereka cintai demi agama Allah. Dengan demikian akan terbentuk dalam
diri kita keyakinan bahwa bukan kitalah yang memelihara keluarga kita
tetapi Allah lah yang memelihara keluarga kita. Dengan keluar di jalan
Allah kita akan mendapatkan kefahaman dan perasaan yang dirasakan oleh
sahabat ketika mereka berkorban untuk agama di jalan Allah sampai tidak
ada lagi yang bisa mereka korbankan untuk agama Allah.
Semakin
bertambah pengorbanan kita maka akan semakin bertambah pemahaman kita
atas pengorbanan sahabat untuk agama Allah. Sampai pada akhirnya
kecintaan pada agama akan timbul, ketaqwaan dalam menjalankan perintah
Allah akan meningkat, dan kehidupan agama kita, keluarga kita, kerabat
kita, tetangga kita, akan terperbaiki. Dengan keluar di jalan Allah kita
akan mendapatkan banyak pelajaran seperti dari bertemu dengan
ulama-ulama untuk mendapatkan pengajaran dari mereka, berteman dengan
orang-orang sholeh, menambah pertemanan, meningkatkan ilmu dan wawasan,
menambah pengalaman, merasakan napak tilas nabi dan sahabat sehingga
wujud didalam diri kita kecintaan sahabat pada agama, kerisauan Nabi SAW
terhadap ummat, dan lain-lain.
Da’i ini hanya mempunyai 2 keadaan saja :
1. Maqomi
2. Khuruj Fissabillillah
Khuruj Fissabillillah atau Keluar di Jalan Allah ada 2 cara :
1. Nishab à Waktu Keluar yang di istiqomahkan
2. Takaza à Pembentangan Kepentingan Agama
Namun
untuk dapat menggerakkan ummat ke arah kebaikan ini diperlukan risau
dan fikir yang sungguh-sungguh, sebagaimana risau dan fikir Nabi SAW.
Begitu juga dalam menyiapkan Ummat ini diperlukan sifat-sifat Nabi SAW
dan Sahabat. Para Sahabat ini dimuliakan oleh Allah karena memiliki
sifat-sifat dan qualitas-qualitas yang Allah sukai. Jika kita bisa
mendapatkan qualitas atau sifat ini, maka kemuliaan yang Allah berikan
kepada para Sahabat RA, juga akan Allah berikan kepada kita. Sifat,
Risau, dan Fikir ini akan datang melalui keadaan-keadaan mujahaddah atas
agama, pengalaman berjuang untuk agama.
Bagaiaman cara mendapatkan Sifat, Risau, dan Fikir ini :
1. Pergi Khuruj Fissabillillah ( Keluar di jalan Allah )
2. Membuat Amal Maqomi
Inilah
kepentingan kita bawa fikir ketika kita pergi dengan amal-amal agama.dijalan Allah :
1. Bagaimana diri kita bisa terperbaiki atau meningkat qualitasnya
2. Bagaimana Amal Maqomi dapat wujud di mesjid yang dikunjungi
3. Bagaimana rombongan dari mesjid itu bisa keluar di jalan Allah
Sedangkan
maksudnya Dakwah ini adalah untuk memenuhi takaza ( pembentangan atau
penawaran kerja agama ) yang ada, bukan nishab ( waktu yang di
istiqomahkan untuk keluar ) saja. Jika waktunya nishab tetapi datang
takaza, maka tinggalkan nishab untuk memenuhi takaza. Sahabat-sahabat RA
menurut ulama, nishab harian mereka itu 12 jam untuk agama, sisanya
buat selain agama. Sahabat meluangkan waktu mereka untuk mesjid itu 12
jam, sedangkan takazanya mereka 24 jam, kapan saja diminta mereka siap
tinggalkan semua. Jadi sahabat ini nishab 12 jam, sedangkan kesiapan
mereka untuk ditaskil ( dipanggil ) memenuhi takaza, yaitu 24 jam. Jadi
dengan gerak yang dilakukan seperti sahabat ini maka Allah akan tolong
ummat islam. Maksud daripada Dakwah ini adalah memenuhi takaza, dimana
daerah yang belum islam, dimana daerah yang belum mengucapkan syahadat,
dimana daerah yang belum dimasuki jemaah, dimana daerah yang belum hidup
amal mesjid Nabawi ? kita siap berangkat kapan saja. Keadaan sahabat
itu seperti itu, siap kapan saja berangkat ketika dibentangkan takaza.
Dari riwayat Tirmidzi, Allah berfirman :
“Wahai
anak Adam jadikan seluruh hidupmu untuk beribadah kepadaKu, niscaya Aku
akan penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku akan penuhi kebutuhanmu. Dan
apabila engkau tidak mengerjakannya, niscaya Aku penuhi kedua tanganmu
dengan kesibukan dan Aku tidak akan memenuhi kebutuhanmu.”
Keadaannya
di jaman Nabi ini beda dengan kita, ketika itu para sahabat selalu
dalam keadaan siap mengambil takaza lagi dan lagi. Sekali taskil sahabat
itu lamanya mereka pergi di jalan Allah adalah 4 bulan full, yaitu di
jaman Umar RA. Ketika mereka pulang dari ambil takaza, ternyata ada
takaza lagi, sehingga mereka berangkat lagi 4 bulan di jalan Allah.
Inilah kehidupan sahabat dalam memenuhi takaza agama. Dalam setahun
berarti sahabat ini 8 bulan di jalan Allah dan hanya 4 bulan saja
tinggal di kampungnya. Sahabat ini 4 bulan dikampungnya adalah 2 bulan
untuk mesjid, dan sisanya 2 bulan lagi adalah 1 bulan di rumah bersama
keluarga dan 1 bulan ( 24 jam x 30 hari = waktu sahabat di pasar / di
sawah selama 1 tahun ) lagi untuk buat kerja yang mampu memenuhi
keperluan untuk 1 tahun. Allah telah ringkaskan buat sahabat kerja untuk
1 tahun dapat dilakukan dalam 1 bulan saja. Ini karena apa ? ini adalah
berkat amalan dakwah sehingga kehidupan sahabat ini penuh dengan
keberkahan. Sedangkan kita kini kerja satu tahun tidak cukup untuk satu
bulan, berbeda dengan keberkahan yang didapat oleh para Sahabat RA.
Inilah yang terjadi jika ummat telah meninggalkan kerja dakwah ini, maka
Allah akan cabut keberkahan rizki dari kehidupan ummat. Kalau ummat
islam ini kembali kepada amalan dakwah, sibuknya mengambil takaza, maka
kerja 3 hari saja bisa mencukupi kerja satu bulan. Tetapi jika ummat
islam sibuk mengurusi dunia saja, tinggalkan amalan dakwah, tidak mau
mengambil takaza agama, maka kerja 1 bulan tidak bisa mencukupi
keperluan 3 hari, tidak ada keberkahan. Ini semuanya karena manusia
sudah melecehkan Allah dan perjuangan untuk agama Allah. Padahal semua
rezki itu datang dari Allah, dan sedangkan syetan itu hanya
menakut-nakuti kita.
Allah berfirman :
“Inna syaithon ya adzikumul fakro waya’murukum bil fahsya…”
artinya :
“Setan itu menakut-nakuti kamu dengan kefakiran.”
Setan
akan membisikkan : “Kalau kamu korban, ambil takaza lagi, lalu ambil
takaza lagi, maka miskin kamu nantinya. Bangkrut nanti usaha kamu.
Terlantar nanti rumah tangga kamu.” Masalahnya hari ini kita lebih
percaya pada perkataan syetan dibanding percaya pada perkataan Allah.
Sedangkan Allah menjanjikan kepada yang pergi di jalan Allah ampunan dan
keuntungan-keuntungan.
Keuntungan Dunia-Akherat :
1. Keuntungan dunia à Rizki yang berkah
2. Keuntungan Akherat à Ampunan ( masuk surganya Allah )
Allah berfirman :
“Walladzina’amanu
wahajaru wajahadu fissabillillahi walladzina awawwa nasharu ulaika
humul mukminuna haqqan lahummaghfirotuw warizqun kariim.” ( 8 : 74 )
Artinya :
“Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah ( Muhajjir ) serta berjuang pada
jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman ( Anshor )
dan memberi pertolongan (kerja sama antara Muhajjir dan Anshor / orang
tempatan), mereka itulah orang-orang yang beriman dengan Haq ( yang
benar-benar beriman ). Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia.”
Keadaan dalam kerja dakwah ini hanya 2 saja :
1. Muhajjir à orang-orang yang Hijrah untuk agama Allah
2. Anshor à orang-orang yang Nushroh ( memberi pertolongan )
Orang
yang melakukan 2 keadaan ini, merekalah orang-orang yang beriman dengan
sebenarnya, Iman yang Haq. Apa yang Allah ganjarkan untuk mereka ?
Allah akan ampuni dosa-dosa mereka dan Allah akan berikan mereka rizki
yang mulia. Siapa bilang orang yang dakwah akan menjadi miskin ?
Sedangkan Allah mengatakan akan memberikan ampunan dan rizki yang mulia
lagi. Bagaimana datangnya rizki yang mulia ? itu adalah kerjanya Allah,
bukan kerjanya kita. Sedangkan kerja kita :
1. Buat Amalan Dakwah à Maqomi dan Intiqoli ( Khuruj Fissabillillah )
2. Nusroh à Menolong para Muhajjirin / Pendatang
Kita
jangan memikirkan kerjanya Allah. Allah itu Maha Tahu bagaimana cara
mendatangkan rizki yang mulia itu. Kerja Dakwah ini bukan kerja yang
susah, tetapi kerja yang sangat mudah. Sangking mudahnya dapat diberikan
dan dibawa oleh semua orang dari yang Raja, yang jelata, yang cendikia,
yang tidak pernah sekolah, yang tua, yang muda, yang miskin, yang kaya,
yang ulama, yang awam, yang sehat, dan yang sakit sekalipun. Lalu
bagaimana caranya ? mudah saja, yaitu ngikut saja, ikutin saja
programnya. Dengan cara ikut-ikutan saja, mengikuti jalan ini, maka dia
akan faham dan mengerti maksudnya.
Contoh :
Seperti
di kampung, ketika seseorang belajar bagaimana menanam padi. Dia tidak
dikasih kuliah ama petani, atau dimasukin ke kampus pertanian. Bagaimana
cara nyangkul, cara menggaruk, cara menyebar benih, cara menanam, cara
membersihkannya, cara mengatur air, ini tidak ada kuliahnya sama sekali.
Lalu bagaimana cara belajarnya ? yaitu dengan mengikuti bapak kita atau
petani ke sawah, belajar langsung dengan mengikuti apa yang mereka
lakukan di sawah. Belajar langsung dengan pengamalannya, “Learning by
Doing”. Bapak pagi-pagi bangun habis sholat bawa cangkul langsung ke
sawah, maka kitapun demikian juga bawa cangkul ke sawah. Bapak
mencangkul disawah, kita lihat sebentar, lalu kita ikut nyangkul. Ini
caranya, ikutin saja, amalkan saja, lama-lama mahir juga, lama-lama
faham juga, karena sehari-hari begitu saja kerjanya maka
lama-kelamaanpun jadi bisa. Tanpa kuliah, tanpa masuk keperguruan
tinggi, seseorang bisa langsung menjadi petani. Sekarang kalau kita
lihat orang-orang yang lulus dari perguruan tinggi bidang pertanian,
dengan gelar professor, doktor, ahli pertanian, yang nanam padi juga
bukan mereka, tetapi menanam orang kampung juga, para petani lapangan
lansung yang tidak pernah sekolah. Yang mengirim beras ke kota itu siapa
? yang mengirim beras kepada orang-orang pintar di kota itu adalah
orang bodoh-bodoh juga dari desa yang mengirimkannya. Justru beras
datangnya dari mereka yang tidak pernah kuliah dikirim kepada ahli-ahli
pertanian yang kuliah.
Ashabul
Kahfi adalah satu rombongan pemuda yang risau terhadap iman, dan
bagaimana menyelamatkan Iman. Mereka bermusyawarah, mengambil keputusan
untuk melarikan diri dari kemaksiatan yang ada. Mereka hijrah ke gunung,
dan kehutan-hutan. Mereka mengambil keputusan tidak mau mati
dikampungnya demi menyelamatkan iman mereka. Dalam perjalanan ikutlah
seekor anjing, karena ngikut saja, mengekor perjalanan pemuda ashabul
kahfi ini, maka anjingpun Allah selamatkan juga. Pemuda-pemuda ini
adalah mereka yang cinta pada Allah dan cinta kepada Iman. Mereka ini
risau atas keselamatan iman mereka. Sehingga mereka buat keputusan bahwa
mereka harus pergi dari kampung mereka, menjauhi suasana kemaksiatan,
dan tinggal di goa. Atas fikir mereka ini, maka Allah selamatkan mereka.
Sedangkan anjing yang cuman ngikut-ngikut mereka saja, Allah selamatkan
juga. Inilah keberkahan dengan mengikuti jejak langkah orang yang pergi
di jalan Allah untuk menyelamatkan Iman. Anjing ini binatang najis, dan
tidak berakal, tidak mengerti apa-apa, tetapi karena dia ngikut saja,
maka selamat juga. Ketika pemuda itu berjalan, si anjing berjalan juga.
Ketika si pemuda berhenti, si anjing berhenti. Ketika pemuda-pemuda itu
masuk ke dalam goa, si anjingpun ikut-ikutan masuk juga. Ketika para
pemuda itu tidur, maka si anjingpun ikut tidur. Akhirnya ditidurkan oleh
Allah selama 309 tahun. Anjing Ashabul Kahfi ini adalah satu-satunya
anjing yang masuk surga. Kalau anjing saja ikut pergi dijalan Allah
diselamatkan, apalagi kita yang beriman mau keluar di jalan Allah.
Sedangkan kita ini ummat yang da’i, modal kita bukan tinggal dihutan,
masuk kegoa mengucilkan diri, tidur disana, kita ini bukan yang seperti
itu. Kita bukan lari dari tempat yang penuh dengan kemungkaran dan
kemaksiatan, bahkan kita tetap berada ditempat yang seperti itu dengan
buat kerja untuk merubah tempat itu menjadi tempat yang penuh dengan
ketaatan kepada Allah. Nanti Allah akan tolong kita dan selamatkan kita.
Sedangkan orang-orang yang ikut-ikut kitapun juga akan Allah
selamatkan, walaupun tidak mengerti apa-apa, tidak pernah ke madrasah,
tidak bisa ngaji, Insyaallah akan diselamatkan juga. Jadi kerja ini
sangat mudah, ikut saja dengan rombongan, lalu ikutin amalannya, seperti
anjingnya ashabul kahfi yang Allah selamatkan juga. Jika anjing yang
mengikuti ahli ibadah saja selamat, apalagi anjing yang mengikutin para
ahlul dakwah.
Mudzakaroh Pentingnya Memakmurkan Mesjid
Nabi
SAW sudah memberikan kita warning, peringatan, kepada kita dalam mahfum
hadits dikatakan nanti di akhir zaman jika kita tidak buat dakwah, maka
akan terjadi :
1. Tidak tertinggal dari Islam melainkan hanya sekedar nama saja
à
Hari ini di KTP orang Indonesia banyak yang menyatakan agamanya Islam
tetapi kelakuan dan kehidupannya jauh dari yang dicontohkan Nabi SAW
2. Tidak tertinggal dari Al Qur’an hanya sekedar tulisannya saja
à Hari ini berapa banyak mesjid yang ramai dari ukiran-ukiran kaligrafi Al Qur’an tetapi kosong dari amal agama mesjidnya.
3. Tidak tertinggal dari mesjid melainkan hanya bangunan-bangunan megah saja
à
Hari ini orang berlomba-lomba membangun mesjid tetapi tidak memikirkan
bagaimana memakmurkannya, sehingga mesjidnya kosong dari jemaah.
Hari
ini mesjid banyak dimana-mana tetapi kosong dari amal agama. Di
Kordova, Spanyol, Mesjid Kordova pernah menjadi pusat perkembangan Islam
di dunia, namun kini telah menjadi pusat pariwisata, bahkan didalamnya
terdapat gereja. Ini asbab ditinggalkannya Dakwah sehinggah
fungsi mesjid telah hilang dan orang tidak ada lagi yang peduli dengan
mesjid. Di Indonesia saja ada ± 300.000 mesjid, dan di jakarta berapa
banyak mejid mewah dan megah. Namun berapa banyak mesjid yang 5 waktu
orang ramai sholat berjamaah. Dan berapa banyak yang sudah makmur hidup
dengan Amalan mesjid Nabawi ? Hari ini orang ke mesjid bukan bertambah
keimanannya, tetapi malah makin rusak seperti dipakai untuk berbisnis,
membicarakan aib orang lain, dipakai sebagai sarana untuk politik, hujat
menghujat orang lain. Hari ini di Mesjid bukan terlihat suasana
akherat tetapi malah suasana maksiat kepada Allah seperti wanita yang
memakai pakaian yang terlihat auratnya. Padahal di jaman Nabi, ketika
orang kafir masuk mesjid ke mesjid Nabi, setelah keluar telah bisa
menjadi orang beriman. Di zaman Nabi SAW setiap ada masalah bisa
langsung ke mesjid, lalu pulang-pulang masalah bisa terselesaikan dan
hati bisa tenang. Beda kita hari ini, orang kafir ke mesjid malah
dipakai foto-foto untuk pariwisata, dan ketika orang Islam ke mesjid
bukannya hilang masalah malah tambah masalah, seperti ditagih
sumbanganlah, musti berpihak pada siapalah dan lain-lain. Mengapa hari
ini kita lihat orang ke mesjid buat melaksanakan ibadah tetapi ketika
keluar dari mesjid masih terus bermaksiat dan tidak berhenti dari
berbuat dosa. Padahal Mesjid ini Allah perintahkan dibangun atas dasar
Taqwa, Takut kepada Allah. Tetapi mengapa ketaqwaan kita tidak bertambah
ketika kita masuk ke mesjid. Ini dikarenakan mesjid tersebut tidak
mempunyai ruh. Apa itu ruh dari mesjid yaitu amal-amal agama, dan inilah
yang dibentuk oleh Nabi SAW dimesjid Nabawi yaitu membuat Amal Mesjid.
Apa itu Amal Mesjid Nabawi yaitu Dakwah, Taklim, Dzikir Ibadah, dan
Khidmat. Sehingga orang yang tadinya kafir masuk ke mesjid nabawi
keluar-keluar sudah masuk Islam. Ini dikarenakan di mesjid hidup
amal-amal agama. Nabi SAW itu sendiri adalah Ketua Mesjid pertama,
Awallun Takmir Mesjid, yang kerjanya memikirkan bagaimana Mesjid Nabawi
ini dan mesjid-mesjid kecil disekitar Madinah bisa makmur dengan jemaah
dan amal-amal agama. Caranya adalah dengan mengirimkan rombongan Dakwah
dan menerima rombongan orang-orang yang mau belajar agama. Inilah fikir
Nabi SAW, bahkan ketika hijrah ke madinah yang Nabi SAW fikirkan pertama
kali bukannya tempat tinggal untuk dirinya, dimana keluarga dia
tinggal, tetapi bagaimana mesjid dapat berdiri. Di sekitar Madinah ini
ada mesjid-mesjid kecil dimana Nabi SAW mengirim rombongan dakwah ke
mesjid-mesjid itu dan menerima rombongan atau perorangan dari
mesjid-mesjid itu buat belajar agama kepada beliau SAW.
Madinah
sebelum Islam masuk merupakan kota yang tidak kalah Jahilnya dari
Mekkah. Di Madinah ketika islam belum masuk terdapat banyak sekali
rumah-rumah perjudian, pelacuran, bahkan orang-orangnya bisa dibilang
Jahil dan Barbar. Namun asbab dihidupkannya Dakwah dari Mesjid Madinah
oleh Nabi SAW, ini seperti cahaya yang menerangi kegelapan. Jadi
bagaimana kita bisa menghilangkan kegelapan, maka perlu kita hadirkan
amalan nuraniat, atau amalan yang dapat menghadirkan nur cahaya dari
Allah. Jika cahaya masuk kegelapan pasti hilang. Sehingga lambat laun
rumah-rumah yang mempunyai bendera putih atau lambang kemaksiatan ketika
itu perlahan-lahan lenyap dari kota madinah asbab dakwahnya Nabi SAW
dan para Sahabat RA. Lalu penduduknya menjadi orang-orang yang Allah
muliakan dan kotanya diberi gelar Al Munawaroh yaitu tempat terpancarnya
Cahaya atau Hidayah. Begitu juga kalau kita sering ke mesjid, maka
sepulangnya kita dari mesjid, kita akan menjadi sarana untuk
menghantarkan nur rahmat dan hidayah Allah kepada rumah-rumah kita.
Mesjid ini adalah pusat turunnya rahmat dan nur hidayah Allah. Jadi
Mesjid ini adalah generatornya Nur Hidayah dan kita adalah kendaraannya
untuk menyebar Nur Hidayah tersebut. Jika generatornya mati, maka
matilah sarana penyebar rahmat dan hidayah. Bagaimana caranya kita bisa
memakmurkan atau menghidupkan mesjid ? yaitu dengan menghidupkan
amalan-amalan mesjid Nabi SAW.
Apa itu Amal Mesjid Nabawi :
1. Dakwah Illallah
à Mengajak manusia taat kepada Allah
2. Taklim wa Taklum
à Belajar dan Mengajar
3. Dzikir Ibadah
à Dzikir, Baca Qur’an, Sholat berjamaah, Do’a, Sholat Sunnat, Adab-adab
4. Khidmat
à Melayani Mesjid dan Memenuhi Hajat Orang
Mesjid
ini adalah jantung dari suatu kota atau desa atau daerah. Jika
mesjidnya baik dalam artian hidup amal-amal agama seperti amal mesjid
Nabawi, maka baiklah daerah itu. Tetapi jika mesjidnya mati, gersang
dari jemaah dan amal-amal agama, berarti matilah daerah itu, maksudnya
daerah itu bisa di asumsikan terdapat banyak masalah. Mesjid yang hidup
dengan amal agama dan ramai jemaahnya, maka daerahnya akan makmur,
seperti hidup sillaturhami, ukhwah yang baik, rukun, tentram, dan damai.
Setiap ada masalah maka dapat diselesaikan oleh jemaah mesjid itu
melalui musyawarah, sillaturahmi, dan gotong royong. Tetapi daerah yang
mesjidnya mati dari amal agama dan sepi dari jemaah, maka daerahnya akan
timbul banyak masalah seperti permusuhan antar tetangga, ketidak
pedulian sosial, dan kejahatan akan berkembang dari premanisme,
perjudian, permabukan, sampai perzinaan akan tersebar di daerah itu. Dan
ini adalah suatu kenyataan yang terjadi dibanyak daerah. Jika yang haq
tidak ditegakkan dan disebar, maka yang bathil akan masuk dan tersebar.
Jika tidak ada dakwah atas yang haq maka dakwah yang bathil akan masuk.
Apa itu dakwah yang bathil yaitu ajakan untuk berjudi, membeli minuman
keras, dan lain-lain, secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi.
Penting
saat ini kita fikirkan bagaimana mesjid-mesjid yang ada ini dapat
makmur dengan amal agama. Allah perintahkan pada kita di dalam Al Qur’an
untuk memakmurkan mesjid-mesjid Allah bukan hanya satu tetapi setiap
orang memakmurkan banyak mesjid. “Innama ya’muru masajidallahu man
amanna billahi wal yaumil akhir…” ( 9:17 ). Dari mesjid ini kebaikan
akan tersebar. Hidupkan dakwah dari mesjid maka nanti Allah akan
perbaiki keadaan umat. Jika setiap dari kita ini sungguh-sungguh dalam
dakwah maka nanti Allah akan perbaiki amal-amal kita. “Wahai orang-orang
yang beriman takutlah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang
benar ( qoulan sadida ), niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu…”(
33 : 70-71 ). Apa itu perkataan yang benar atau Qoulan Sadida yang bisa
memperbaiki amal-amal ibadah kita dan menjadi asbab ampunan terhadap
dosa kita ? Allah berfirman “Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang mengajak untuk taat kepada Allah ( dakwah à waman Ahsanu Qoulan mimman da’a Illallah )” ( 41 : 33 ).
Jadi
kita ajak orang kepada Allah bukan kepada figur, kepada organisasi,
kepada partai, kepada harta benda, tetapi hanya kepada Allah. Sedangkan
segala sesuatu selain Allah ini adalah dunia atau mahluk. Hari ini orang
saling ajak mengajak kepada golongannya, ini malah akan memecah belah
islam. Seperti firqoh-firqoh atau aliran-aliran yang ada, mereka
mengajak orang kepada golongannya masing-masing. Apa yang mereka lakukan
adalah membenarkan firqoh mereka dan menyalahkan yang lain sehingga
terpecah belah semuanya. Jika ummat sudah terpecah belah maka
pertolongan Allah tidak akan turun, dan jika umat sudah saling menghujat
maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah. Pada hakekatnya, yang benar
itu hanya Rasullullah SAW dan sahabatnya saja, itulah yang seharusnya
jadi acuan kita, bukan alirannya. Kalau ditanya siapa yang paling benar,
jawab saja yang paling benar itu adalah Nabi SAW dan sahabat RA, cukup
itu saja. Kita ikuti saja Nabi SAW dan para Sahabat RA, yaitu mereka
yang sudah jelas-jelas ada jaminannya dari Allah. Bukan aliran kita,
atau aliran saya, atau guru saya, atau pendapat saya yang bener, tetapi
yang bener itu hanya Nabi SAW dan para sahabatnya. Jadi bagaimana semua
aliran yang ada sama-sama bahu membahu bersatu bersama memikul tanggung
jawab dakwah ini. Jangan sampai perbedaan yang ada malah membuahkan
perpecahan antar umat dan terhalangnya umat dari tanggung jawab
meneruskan risalat kenabian. Tetapi jadikan perbedaan ini sebagai rahmat
dan wacana keilmuan untuk dipelajari.
Pernah
dalam suatu riwayat tentang 2 pimpinan Islam terbesar di Indonesia
yaitu Buya Hamka dari Muhammadiyah dan KH. Idham Khalid dari Nahdlatul
Ulama pergi Haji bersama. Ketika sholat subuh hari pertama maka KH Idham
Khalid memimpin sholat subuh berjamaah sebagai Imam. Ketika itu KH
Idham Khalid menyadari dibelakangnya ada Buya Hamka dari Muhammadiyah
yang menganut faham sholat subuh tanpa Qunut. Walaupun KH Idham Khalid
adalah dari NU yang menganut Qunut ketika subuh, tetapi ketika itu malah
melakukan sholat subuh tanpa Qunut seperti Muhammadiyah. Hari esoknya,
ketika Buya Hamka menjadi Imam Subuh, beliau menyadari dibelakangnya ada
KH Idham Khalid dari NU yang memakai Qunut ketika subuh, maka ketika
itu beliau memilih melakukan Subuh tidak seperti biasanya ala
muhammadiyah tetapi ala NU yaitu dengan menggunakan Qunut. Inilah
toleransi dan akhlaq yang baik yang dicontohkan oleh 2 ulama besar dalam
menghadapi perbedaan. Bukannya kita malah saling menyalahkan atau
saling menghujat dengan keyakinan, “saya yang paling benar”. Kebenaran
itu pada hakekatnya hanya Allah yang tau, dan siapa yang paling benar
yaitu Nabi SAW dan para sahabatnya RA. Selama dia mengakui Allah dan
Rasulnya maka mereka saudara kita. Jangan kita pernah merasa menjadi
yang paling baik dan paling benar karena ini sifatnya setan. Posisikan
diri kita sebagai orang yang ingin menambah ilmunya, dengan demikian
kita akan siap menerima perbedaan. Inilah maksud dari hadits Nabi SAW
bahwa perbedaan diantara umatku ini adalah Rahmat. Sedangkan yang bukan
rahmat dan mendatangkan Laknat adalah jika perbedaan menjadi perpecahan
dan permusuhan.